Pengamat Ungkap Dua Tipe Kepemimpinan yang Pas untuk Indonesia

Minggu, 09 Oktober 2022 - 05:10 WIB
loading...
Pengamat Ungkap Dua...
Ada dua tipe kepemimpinan yang pas untuk kondisi Indonesia. Yakni pemimpin bertipe pertama, perajut persatuan dan pemimpin kedua, bertipe pembangun impian. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ada dua tipe kepemimpinan yang pas untuk kondisi Indonesia. Yakni pemimpin bertipe pertama, solidarity maker (perajut persatuan) dan pemimpin kedua, bertipe administrator (pembangun impian).

Pandangan ini disampaikan oleh pengamat birokrasi dan kebijakan publik, Varhan Abdul Aziz. Menurutnya, pemimpin pertama terlebih diperlukan manakala negara dalam kondisi genting dan perlu penguatan, konsolidasi, dan penggalangan persatuan.

"Sementara pemimpin tipe kedua sangat diperlukan manakala negara ingin meraih cita-cita bersama, yakni kesejahteraan bersama yang adil dan merata," kata Varhan dalam keterangannya, Minggu (9/10/2022).

Baca juga: Pengamat Apresiasi Moeldoko Bela Bawahannya

Menurut Varhan, pemimpin bertipe pembangun impian itu pula yang kian diperlukan Indonesia saat ini ke depan. Bila ia menjadi orang kedua alias wakil presiden, maka pemimpin tipe ini akan bisa mengambil peran-peran yang lebih praktis namun visioner dalam mengejawantahkan cita-cita kesejahteraan dalam program pembangunan yang riil.

"Sementara bilamana posisinya menjadi orang pertama sebagai presiden, ia lebih-lebih lagi akan berfungsi sebagai nakhoda yang menentukan tak hanya urusan visi dan misi, melainkan langsung terlibat dalam praksis," ungkapnya.

"Pada sisi kepemimpinan tipe pembangun impian ini, saya melihat Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, punya peluang menjadi pilihan pada Pilpres mendatang, baik sebagai capres maupun cawapres," tambah Varhan yang juga merupakan ketua DPP KNPI itu.

Menurut Varhan, peluang itu terbuka lebar seiring diperlukannya tipe pemimpin pembangun impian tersebut untuk kepemimpinan menyongsong Indonesia Emas pada 2045 ke depan.

Varhan menunjuk, berbagai kriteria plus yang dimiliki Moeldoko sebagai pemimpin. Yang paling kasat mata kata dia, Moeldoko adalah figur pemimpin berani, konsisten dan tak pernah tercatat punya tabiat mengorbankan anak buah.

"Beberapa contoh, terutama manakala para anak buahnya di KSP mendapatkan kritik anggota DPR RI karena dianggap sering muncul di media menyampaikan pernyataan," ujarnya.

Alih-alih menyalahkan, kata Varhan, Moeldoko bahkan menyatakan itu bagian dari tanggung jawabnya, selain memberikan desentralisasi otoritas kepada jajarannya.

Bagaimanapun kata Varhan, kepemimpinan sejatinya adalah sebagaimana dinyatakan tokoh manajemen dunia, Mary Parker Follett, sebagai seni menyelesaikan sesuatu melalui orang lain.

"Jadi, pada akhirnya tugas pemimpin adalah mencapai tujuan bersama," kata Varhan.

Karena itu, hasil sebuah kepemimpinan tidak hanya dinilai pada pemimpinnya, tapi dinilai pula dari pelaksanaan tugas pokok. Sementara kata Varhan, tidak ada tugas pokok yang bisa terlaksana tanpa melibatkan pengikut.

"Moeldoko yang selama ini dikenal sebagai tameng dan bumper Presiden Jokowi, ternyata juga sangat peduli terhadap bawahan, membelanya dengan penuh keyakinan," kata Varhan.

Selain Ali Mochtar Ngabalin, Tenaga Ahli Utama KSP Edy Priyono, serta Tenaga Ahli Utama KSP Wandy Tuturoong, merupakan anak buah Moeldoko yang pernah dibelanya.

Tidak cukup hanya itu, menurut Varhan, Moeldoko juga figur bersih, anti-korupsi yang tak pernah terdengar terlibat kasus rasuah apa pun, serta punya visi yang jelas tentang tujuan -tujuan, terutama tujuan kesejahteraan dan kemajuan bangsa ke depan.

"Misalnya, KSP menegaskan, agar pelayanan birokrasi semakin baik, beliau menargetkan terbentuknya Mal Pelayanan Publik di 514 kabupaten dan kota seluruh Indonesia pada tahun 2024," tuturnya.

"Itu artinya secara visi, beliau hebat. Hanya orang besar yang punya visi besar," tegasnya.

Berkaitan dengan nama Moeldoko yang senantiasa muncul di berbagai survei, Varhan menilai, elektabilitas Moeldoko itu murni hasil dari kemampuan, prestasi, dan pengalaman dalam mengelola pemerintahan, tanpa pengaruh atau naungan karena sosoknya berada di partai politik.

"Fenomena terus masuknya nama Moeldoko itu menjadi gambaran elektabilitasnya yang konsisten," tutup Varhan.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0790 seconds (0.1#10.140)