Independensi Kejaksaan Agung pada Kasus Sambo
loading...
A
A
A
PENYIDIKAN kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan kasus obstruction of justice yang melibatkan Ferdy Sambo memasuki babak baru. Setelah dinyatakan lengkap (P21), Rabu (5/10), berkas dan para tersangkanya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Adapun Kejaksaan Agung dituntut untuk profesional dalam menyusun dakwaan sesuai dengan tingkat kesalahan sehingga di pengadilan nanti para terdakwanya bisa dihukum maksimal.
Banyak kalangan menilai penyidikan kasus Sambo oleh kepolisian ini berbelit-belit hingga cukup lama sebelum berkasnya dinyatakan sempurna oleh Kejaksaan Agung. Kalau dihitung dari terjadinya kasus penembakan Brigadir J pada Jumat (8/7) lalu, penyidikan yang dilakukan polisi menyita waktu sekitar tiga bulan.
Wajar jika masyarakat sampai meragukan keseriusan polisi dalam mengungkap tuntas kasus yang melibatkan sejumlah petingginya tersebut. Apalagi, awalnya para pelaku yang kebanyakan anggota polisi memang berupaya untuk mengaburkan dengan merekayasa kasus pembunuhan tersebut.
Langkah Kapolri yang cukup tegas dalam menyelesaikan kasus tersebut patut diapresiasi. Bagaimanapun, meski belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat, terutama keluarga korban, Polri telah mampu menuntaskan penyidikan kasus tersebut dengan cukup baik. Dengan dilimpahkannya berkas ke Kejaksaan, kini tugas polisi telah selesai.
Seperti diketahui, para tersangka kasus pembunuhan berencana tersebut yaitu Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi. Sementara untuk tersangka obstruction of justice, selain Ferdy Sambo, adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman Arifin, Baiquni Wibowo, Cuk Putranto, dan Irfan Widyanto. Mereka kini menjadi tahanan Kejaksaan.
Adapun pasal yang diterapkan untuk perkara pembunuhan berencana adalah Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sementara untuk perkara obstruction of justice, para tersangka diduga melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Kini, bola ada di tangan para jaksa. Selanjutnya, jaksa akan menyusun dakwaan sesuai dengan BAP yang telah disusun oleh pihak kepolisian. Karena itu, Kejaksaan tidak boleh ceroboh dalam menangani kasus Sambo ini. Karena, kasus Sambo ini bisa dikatakan sebuah pertaruhan wibawa penegakan hukum di Indonesia.
Pertama, karena kasus ini hampir semua tersangkanya melibatkan aparat hukum, yakni polisi. Apalagi, ada dua jenderal yang diduga terlibat dalam kasus Sambo tersebut. Tentu tantangannya akan lebih berat dibandingkan menangani kasus yang melibatkan masyarakat biasa. Karena itu, jaksa harus benar-benar berani menolak intervensi yang mungkin muncul.
Dalam arti, jaksa harus menyusun dakwaan yang cermat dengan tuntutan hukuman maksimal sehingga bisa memberikan efek jera. Sudah seharusnya para pelaku yang merupakan aparat hukum mendapatkan hukuman yang sangat berat atas perilaku kejam yang telah mereka lakukan.
Kedua, kasus ini benar-benar menjadi perhatian serius dari seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo sampai beberapa kali menyatakan agar pengusutan kasus Sambo dilakukan secara tuntas dan serius. Karena kita tahu pada awalnya, polisi terkesan tidak cukup serius mengusut kasus pembunuhan Brigadir J.
Desakan publik yang begitu besar akhirnya membuat Polri membongkar rekayasa pengusutan kasus tersebut sekaligus menyelesaikan penyidikannya. Sebaiknya, jaksa tidak mencoba bermain-main dalam menangani kasus ini karena masyarakat pasti mengawasinya.
Karena itu, Kejaksaan diharapkan bisa menindaklanjuti hasil penyidikan Polri tersebut dengan baik. Dalam arti, para jaksa harus benar-benar bekerja profesional dan mencerminkan rasa keadilan publik.
Kejaksaan Agung harus mampu membuktikan profesionalisme kepada masyarakat Indonesia. Kasus Sambo ini bisa jadi menjadi pertaruhan nama baik institusi penegak hukum termasuk jaksa.
Jangan sampai kasus Jaksa Pinangki terulang lagi. Bayangkan saja, seorang aparat hukum yang diduga terlibat suap dengan koruptor hanya menjalani hukuman kurang dari empat tahun. Jelas, hal tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat.
Hal yang tak kalah penting adalah partisipasi masyarakat dalam ikut mengawasi jalannya kasus ini terutama nanti jika sudah sampai ke pengadilan. Pengawasan masyarakat sangat penting untuk mendorong agar para penegak hukum bisa bertindak lurus dalam mengadili kasus Sambo ini.
Lihat Juga: Usul Bentuk Panja Kasus Tom Lembong, Anggota DPR: Jangan Sampai Ada Anggapan Rezim Ini Membalas Dendam
Adapun Kejaksaan Agung dituntut untuk profesional dalam menyusun dakwaan sesuai dengan tingkat kesalahan sehingga di pengadilan nanti para terdakwanya bisa dihukum maksimal.
Banyak kalangan menilai penyidikan kasus Sambo oleh kepolisian ini berbelit-belit hingga cukup lama sebelum berkasnya dinyatakan sempurna oleh Kejaksaan Agung. Kalau dihitung dari terjadinya kasus penembakan Brigadir J pada Jumat (8/7) lalu, penyidikan yang dilakukan polisi menyita waktu sekitar tiga bulan.
Wajar jika masyarakat sampai meragukan keseriusan polisi dalam mengungkap tuntas kasus yang melibatkan sejumlah petingginya tersebut. Apalagi, awalnya para pelaku yang kebanyakan anggota polisi memang berupaya untuk mengaburkan dengan merekayasa kasus pembunuhan tersebut.
Langkah Kapolri yang cukup tegas dalam menyelesaikan kasus tersebut patut diapresiasi. Bagaimanapun, meski belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat, terutama keluarga korban, Polri telah mampu menuntaskan penyidikan kasus tersebut dengan cukup baik. Dengan dilimpahkannya berkas ke Kejaksaan, kini tugas polisi telah selesai.
Seperti diketahui, para tersangka kasus pembunuhan berencana tersebut yaitu Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi. Sementara untuk tersangka obstruction of justice, selain Ferdy Sambo, adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman Arifin, Baiquni Wibowo, Cuk Putranto, dan Irfan Widyanto. Mereka kini menjadi tahanan Kejaksaan.
Adapun pasal yang diterapkan untuk perkara pembunuhan berencana adalah Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sementara untuk perkara obstruction of justice, para tersangka diduga melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Kini, bola ada di tangan para jaksa. Selanjutnya, jaksa akan menyusun dakwaan sesuai dengan BAP yang telah disusun oleh pihak kepolisian. Karena itu, Kejaksaan tidak boleh ceroboh dalam menangani kasus Sambo ini. Karena, kasus Sambo ini bisa dikatakan sebuah pertaruhan wibawa penegakan hukum di Indonesia.
Pertama, karena kasus ini hampir semua tersangkanya melibatkan aparat hukum, yakni polisi. Apalagi, ada dua jenderal yang diduga terlibat dalam kasus Sambo tersebut. Tentu tantangannya akan lebih berat dibandingkan menangani kasus yang melibatkan masyarakat biasa. Karena itu, jaksa harus benar-benar berani menolak intervensi yang mungkin muncul.
Dalam arti, jaksa harus menyusun dakwaan yang cermat dengan tuntutan hukuman maksimal sehingga bisa memberikan efek jera. Sudah seharusnya para pelaku yang merupakan aparat hukum mendapatkan hukuman yang sangat berat atas perilaku kejam yang telah mereka lakukan.
Kedua, kasus ini benar-benar menjadi perhatian serius dari seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo sampai beberapa kali menyatakan agar pengusutan kasus Sambo dilakukan secara tuntas dan serius. Karena kita tahu pada awalnya, polisi terkesan tidak cukup serius mengusut kasus pembunuhan Brigadir J.
Desakan publik yang begitu besar akhirnya membuat Polri membongkar rekayasa pengusutan kasus tersebut sekaligus menyelesaikan penyidikannya. Sebaiknya, jaksa tidak mencoba bermain-main dalam menangani kasus ini karena masyarakat pasti mengawasinya.
Karena itu, Kejaksaan diharapkan bisa menindaklanjuti hasil penyidikan Polri tersebut dengan baik. Dalam arti, para jaksa harus benar-benar bekerja profesional dan mencerminkan rasa keadilan publik.
Kejaksaan Agung harus mampu membuktikan profesionalisme kepada masyarakat Indonesia. Kasus Sambo ini bisa jadi menjadi pertaruhan nama baik institusi penegak hukum termasuk jaksa.
Jangan sampai kasus Jaksa Pinangki terulang lagi. Bayangkan saja, seorang aparat hukum yang diduga terlibat suap dengan koruptor hanya menjalani hukuman kurang dari empat tahun. Jelas, hal tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat.
Hal yang tak kalah penting adalah partisipasi masyarakat dalam ikut mengawasi jalannya kasus ini terutama nanti jika sudah sampai ke pengadilan. Pengawasan masyarakat sangat penting untuk mendorong agar para penegak hukum bisa bertindak lurus dalam mengadili kasus Sambo ini.
Lihat Juga: Usul Bentuk Panja Kasus Tom Lembong, Anggota DPR: Jangan Sampai Ada Anggapan Rezim Ini Membalas Dendam
(bmm)