Kasus Enembe Momentum Tata Ulang Otonomi Khusus Papua

Rabu, 28 September 2022 - 17:04 WIB
loading...
Kasus Enembe Momentum Tata Ulang Otonomi Khusus Papua
Kasus dugaan suap terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe harus jadi momentum untuk membenahi tata kelola otonomi khusus (otsus) Papua. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
KASUS dugaan korupsi oleh Gubernur Papua Lukas Enembe yang kini tengah didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum sepenuhnya terang. Kubu Enembe terus melawan. Selain mengelak dengan tuduhan menerima gratifikasi Rp1 miliar pada proyek di Pemprov Papua, Enembe juga menyeret sejumlah isu sensitif yang menyasar berderet pejabat, termasuk para menteri.

Di tengah upaya pengungkapan kasus yang masih rumit ini, kini muncul juga sorotan terkait implementasi dana otonomi khusus (otsus) bernilai lebih dari Rp1.000 triliun. Ya, sejak Undang-Undang Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua berlaku efektif pada 2002 silam, terhitung sudah ada Rp1.092 triliun dana dari pusat yang digelontorkan ke Bumi Cendrawasih tersebut.

Baca Juga: koran-sindo.com

Jika digabung dengan Provinsi Papua Barat, dana otsus dan tambahan infrastruktur sebanyak Rp138,65 triliun. Transfer keuangan dana desa mencapai Rp702,30 triliun dan dana belanja kementerian/lembaga Rp251,29 triliun.

Ini tentu bukan dana kecil. Langkah berani pemerintah sejak era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri hingga Joko Widodo ini jelas patut diapresiasi. Namun, jika dugaan penyelewengan dana otsus ini benar adanya, pemberian kelonggaran anggaran bukan menjadi jawaban tunggal.

Perhatian besar kepada Papua maupun Papua Barat adalah sebuah keniscayaan dalam upaya pemerataan keadilan pembangunan di Indonesia. Namun, upaya ini tidak sesederhana rumusan-rumusan di atas meja rapat.

Di lapangan, triliunan uang yang dikirim ke Papua diduga kuat menguap. Indikasi ini dikuatkan dengan masih tingginya kemiskinan masyarakat setempat. Kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan yang tak berkesudahan inilah seolah menjadi kompor kecemburuan sosial di Papua hingga kini.

Kita tentu mengakui bahwa ada banyak perubahan seperti pembangunan jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, pasar, sekolah, rumah sakit, puskesmas, hingga bangunan layanan publik di Papua. Namun, jika triliunan anggaran pusat benar-benar bisa terserap dengan maksimal sesuai peruntukannya, tentu akan memberikan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat Papua.

Kasus dugaan korupsi Lukas Enembe dan besarnya anggaran otsus Papua ini bisa saja dipahami dua hal yang berbeda. Namun sangat mungkin antara dua masalah ini memiliki hubungan erat atau saling berkelindan. Lebih-lebih, sekitar separuh dari dana otsus Rp1.092 triliun tersebut penggunaannya di bawah kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe (2013 hingga sekarang).

Pada kasus dugaan korupsi, KPK saatnya teguh. Ketika bukti-bukti awal korupsi telah di tangan, KPK tetap fokus dan tidak terlena dengan narasi perlawanan yang dibangun kubu Enembe. Apalagi tidak kali ini saja hakikatnya KPK membidik Enembe dengan bukti awal.

Keberhasilan KPK membuktikan bahwa mantan bupati Puncak Jaya ini benar-benar korupsi menjadi modal kuat lembaga ini di mata publik. KPK ke depan akan dianggap benar-benar independen, yang berpijak pada prinsip kebenaran dan keadilan bukan pesanan kelompok tertentu atau bahkan salah satu partai sebagaimana tudingan kubu Enembe.

Pada sisi yang lain, sorotan atas pengelolaan dana otsus Papua ini juga tak bisa dibiarkan. Pemerintah harus menelusuri serius sejauh mana dana yang dikucurkan benar-benar tertuju pada pos yang ditentukan. Melalui pendekatan sistemik, keruwetan pengelolaan anggaran ini harus diurai dan dicarikan solusinya.

Pola mencari penyelesaian di Papua secara beriringan ini tepat untuk melihat lebih komprehensif sejauh mana pembangunan yang didengung-dengungkan dalam dua dekade terakhir terwujud. Jika memang kebocoran anggaran Otsus Papua begitu tinggi, saatnya untuk ditata ulang dan mencari rumusan baru yang terbaik.

Menata ulang pengelolaan anggaran Otsus Papua ini jelas bukan hal ringan. Namun sebagai sesama anak bangsa, semua tentu sepakat bahwa Papua tak boleh terus menerus dibiarkan begini saja. Pembangunan tanah Papua jelas tak sekadar membutuhkan melimpahnya anggaran, namun juga keteguhan niat dan tekad para pemimpinnya.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2307 seconds (0.1#10.140)