Ketegangan antara Taiwan dan Daratan China Belum Mereda, Masalah Keluarga atau Masalah Dunia Internasional?
loading...
A
A
A
Masalah Dua Pemerintahan China di PBB adalah Awal Munculnya Identitas Baru Taiwan
Di tengah perpecahan aliansi RRC dan Uni Soviet dan perang Vietnam, membuat Amerika Serikat mengambil kebijakan baru. Pemerintah Amerika Serikat yang awalnya mendukung sekutunya Chiang Kai Shek telah mengalihkan dukungan ke RRC pada tahun 1971 dengan mengirim Henry Kissinger secara rahasia ke Daratan China menemui Chou En Lai untuk bernegosiasi tentang kemungkinan terjadinya aliansi antara kapitalis Amerika dengan Komunis China. Aliansi ini telah membuat pemerintah Chiang Kai Shek tidak didukung lagi oleh negara-negara barat, yang kemudian membuat negara miskin seperti Albania berani mengusulkan bahwa pegantian perwakilan China dari Republik China kepada Republik Rakyat China harus segera dilaksanakan.
Resolusi 2758 dari sidang umum Majelis Umum PBB telah membuat Republik China terdepak dan terkucil dari dunia Internasional. Chiang Kai Shek menyadari, dari sudut pandang Diplomasi dan Foreign Policy, dirinya sudah tidak berharga lagi sebagai pemimpin, oleh karena itu, dari sisi Politik, dia harus memperkuat kedudukannya di Taiwan. Dengan menyerukan slogan anti komunis dan penyatuan kembali China Daratan menjadi obat kuat Chiang Kai Shek dan pendukungnya atau pemerintahan KMT di tengah-tengah masyarakat Taiwan yang memang saat itu telah terdoktrin oleh semangat anti komunis. Karena tidak mau sejarah kekalahannya di Daratan China terulang, Chiang Kai Shek memerintah di Taiwan dengan "tangan besi".
Sifat Chiang Kai Shek yang keras kepala dan tidak pernah percaya dengan bawahan maupun jajarannya telah menambah daftar deretan barisan yang tidak suka dengan gaya kepemimpinan Chiang Kai Shek. Terlebih dari generasi warisan sisa-sisa pegawai negeri, polisi maupun orang-orang berkuasa pada zaman Jepang seperti yang penulis utarakan tadi. Sifat, sikap dan tindakan dari Chiang Kai Shek telah menimbulkan bangkitnya identitas “orang Taiwan” atau penduduk "pribumi" dari kalangan yang tidak sepemikiran dengan Chiang Kai Shek, inilah yang dinamakan untuk kedua kalinya identitas pribumi Taiwan terbentuk.
Setelah meninggalnya Chiang Kai Shek dan naiknya Chiang Ching Kuo yang merupakan putra dari Chiang Kai Shek pada 1978, di wilayah kekuasaan de-facto Republik China (Pulau Taiwan, Penghu, Kinmen dan Matsu) telah terjadi berbagai perubahan positif untuk Taiwan sekaligus untuk kelompok yang sekarang menamakan dirinya kelompok pro-kemerdekaan Taiwan. Chiang Ching Kuo menyadari bahwa Republik China harus memperkuat stabilitas negara dari berbagai sisi, seperti ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, selain slogan warisan Bapaknya, "menyatukan kembali Daratan Tiongkok" Chiang muda juga mulai menyadari keberadaan putra daerah Taiwan di partai Kuomintang/KMT sangat penting untuk memperkuat atau minimal mempertahankan keberadaan KMT di Taiwan. Karena generasi "pengungsi" dari Daratan China pada tahun 1949 akan semakin menua dan berakhir. Selain membangun perekonomian rakyat, Chiang mulai membuka dan mereformasi kehidupan berpolitik rakyat di Taiwan. Chiang memberikan kesempatan berdirinya partai di luar partai pemerintah/KMT.
Tanggal 28 September 1986, Partai Progresif Demokrasi atau Democratic Progressive Party (DPP) berdiri. Anggota DPP yang semuanya adalah generasi muda Taiwan bercampur generasi tua Taiwan yang masih mempunyai dendam politik dengan pemerintahan Chiang Kai Shek memproklamirkan diri sebagai partai yang akan membawa Taiwan sebagai negara demokrasi untuk rakyat Taiwan.
Awal berdirinya DPP sama sekali tidak ada tujuan untuk memisahkan diri dari Daratan China, akan tetapi lebih kepada oposisi terhadap pemerintahan Nasionalis atau Kuomintang/KMT. Mereka juga masih berpegang teguh dengan konsitusi negara Republik China yang menyatakan bahwa Taiwan adalah wilayah yang sama dengan Daratan China dan suatu hari pemerintah Republik China akan menyelematkan saudara-saudaranya di daratan China dengan membawa perubahan, seperti demokrasi dan perkembangan ekonomi yang merata di seluruh wilayah China.
Identitas "Taiwanese" atau sebagai rakyat Taiwan itu muncul ketika awal tahun 1990, di mana berbagai kegiatan diplomasi presiden saat itu Lee Teng Hui dijegal oleh Daratan Tiongkok yang perlahan-lahan mulai bangkit dari sisi ekonomi. Lee Teng Hui dijegal oleh kebijakan satu China. Mobilitas pemimpin China yang memerintah di Taiwan di jegal oleh otoritas China di Beijing. Setiap negara yang mengakui Taiwan dan menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan atau Republic China otomatis harus memutuskan hubungan dengan Republik Rakyat China, ini adalah penekanan politik dari otoritas Beijing.
Pengekangan kebebasan berpendapat dan beraktivitas penduduk Taiwan telah membuat penduduk Taiwan merasa tidak dipandang sebagai orang China lagi oleh pemerintah China yang berkuasa di Beijing. Oleh karena itulah penduduk Taiwan mulai menyerukan perlunya kemerdekaan Taiwan dari Beijing, perlunya penghilangan identitas China dan membangun identitas yang baru di Taiwan. Inilah perubahan ketiga dan permasalahan yang krusial di antara hubungan Tiongkok Daratan dengan Taiwan.
Satu China dan Dua Pemerintahan Masih Eksis
Realita gerakan pemisahan Taiwan dengan daratan China bisa dimengerti dan diterima secara umum. Karena sebenarnya pemerintah Republik Rakyat China sendiri yang telah secara tidak sadar ataupun sadar menyebabkan lahirnya gerakan kemerdekaan ini. Aktivitas luar negeri pemerintah ataupun otoritas Taiwan di luar Taiwan dibendung. Taiwan tidak diperkenankan menggunakan nama aslinya sebagai negara Republik China dan hanya ada satu China di dunia internasional. Negara yang mengakui Republik China berarti tidak mengakui Republik Rakyat China, ini juga telah memunculkan identitas sebagai rakyat Taiwan yang tertindas, bukan lagi sebagai penduduk propinsi yang tertindas oleh pusat.
Di tengah perpecahan aliansi RRC dan Uni Soviet dan perang Vietnam, membuat Amerika Serikat mengambil kebijakan baru. Pemerintah Amerika Serikat yang awalnya mendukung sekutunya Chiang Kai Shek telah mengalihkan dukungan ke RRC pada tahun 1971 dengan mengirim Henry Kissinger secara rahasia ke Daratan China menemui Chou En Lai untuk bernegosiasi tentang kemungkinan terjadinya aliansi antara kapitalis Amerika dengan Komunis China. Aliansi ini telah membuat pemerintah Chiang Kai Shek tidak didukung lagi oleh negara-negara barat, yang kemudian membuat negara miskin seperti Albania berani mengusulkan bahwa pegantian perwakilan China dari Republik China kepada Republik Rakyat China harus segera dilaksanakan.
Resolusi 2758 dari sidang umum Majelis Umum PBB telah membuat Republik China terdepak dan terkucil dari dunia Internasional. Chiang Kai Shek menyadari, dari sudut pandang Diplomasi dan Foreign Policy, dirinya sudah tidak berharga lagi sebagai pemimpin, oleh karena itu, dari sisi Politik, dia harus memperkuat kedudukannya di Taiwan. Dengan menyerukan slogan anti komunis dan penyatuan kembali China Daratan menjadi obat kuat Chiang Kai Shek dan pendukungnya atau pemerintahan KMT di tengah-tengah masyarakat Taiwan yang memang saat itu telah terdoktrin oleh semangat anti komunis. Karena tidak mau sejarah kekalahannya di Daratan China terulang, Chiang Kai Shek memerintah di Taiwan dengan "tangan besi".
Sifat Chiang Kai Shek yang keras kepala dan tidak pernah percaya dengan bawahan maupun jajarannya telah menambah daftar deretan barisan yang tidak suka dengan gaya kepemimpinan Chiang Kai Shek. Terlebih dari generasi warisan sisa-sisa pegawai negeri, polisi maupun orang-orang berkuasa pada zaman Jepang seperti yang penulis utarakan tadi. Sifat, sikap dan tindakan dari Chiang Kai Shek telah menimbulkan bangkitnya identitas “orang Taiwan” atau penduduk "pribumi" dari kalangan yang tidak sepemikiran dengan Chiang Kai Shek, inilah yang dinamakan untuk kedua kalinya identitas pribumi Taiwan terbentuk.
Setelah meninggalnya Chiang Kai Shek dan naiknya Chiang Ching Kuo yang merupakan putra dari Chiang Kai Shek pada 1978, di wilayah kekuasaan de-facto Republik China (Pulau Taiwan, Penghu, Kinmen dan Matsu) telah terjadi berbagai perubahan positif untuk Taiwan sekaligus untuk kelompok yang sekarang menamakan dirinya kelompok pro-kemerdekaan Taiwan. Chiang Ching Kuo menyadari bahwa Republik China harus memperkuat stabilitas negara dari berbagai sisi, seperti ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, selain slogan warisan Bapaknya, "menyatukan kembali Daratan Tiongkok" Chiang muda juga mulai menyadari keberadaan putra daerah Taiwan di partai Kuomintang/KMT sangat penting untuk memperkuat atau minimal mempertahankan keberadaan KMT di Taiwan. Karena generasi "pengungsi" dari Daratan China pada tahun 1949 akan semakin menua dan berakhir. Selain membangun perekonomian rakyat, Chiang mulai membuka dan mereformasi kehidupan berpolitik rakyat di Taiwan. Chiang memberikan kesempatan berdirinya partai di luar partai pemerintah/KMT.
Tanggal 28 September 1986, Partai Progresif Demokrasi atau Democratic Progressive Party (DPP) berdiri. Anggota DPP yang semuanya adalah generasi muda Taiwan bercampur generasi tua Taiwan yang masih mempunyai dendam politik dengan pemerintahan Chiang Kai Shek memproklamirkan diri sebagai partai yang akan membawa Taiwan sebagai negara demokrasi untuk rakyat Taiwan.
Awal berdirinya DPP sama sekali tidak ada tujuan untuk memisahkan diri dari Daratan China, akan tetapi lebih kepada oposisi terhadap pemerintahan Nasionalis atau Kuomintang/KMT. Mereka juga masih berpegang teguh dengan konsitusi negara Republik China yang menyatakan bahwa Taiwan adalah wilayah yang sama dengan Daratan China dan suatu hari pemerintah Republik China akan menyelematkan saudara-saudaranya di daratan China dengan membawa perubahan, seperti demokrasi dan perkembangan ekonomi yang merata di seluruh wilayah China.
Identitas "Taiwanese" atau sebagai rakyat Taiwan itu muncul ketika awal tahun 1990, di mana berbagai kegiatan diplomasi presiden saat itu Lee Teng Hui dijegal oleh Daratan Tiongkok yang perlahan-lahan mulai bangkit dari sisi ekonomi. Lee Teng Hui dijegal oleh kebijakan satu China. Mobilitas pemimpin China yang memerintah di Taiwan di jegal oleh otoritas China di Beijing. Setiap negara yang mengakui Taiwan dan menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan atau Republic China otomatis harus memutuskan hubungan dengan Republik Rakyat China, ini adalah penekanan politik dari otoritas Beijing.
Pengekangan kebebasan berpendapat dan beraktivitas penduduk Taiwan telah membuat penduduk Taiwan merasa tidak dipandang sebagai orang China lagi oleh pemerintah China yang berkuasa di Beijing. Oleh karena itulah penduduk Taiwan mulai menyerukan perlunya kemerdekaan Taiwan dari Beijing, perlunya penghilangan identitas China dan membangun identitas yang baru di Taiwan. Inilah perubahan ketiga dan permasalahan yang krusial di antara hubungan Tiongkok Daratan dengan Taiwan.
Satu China dan Dua Pemerintahan Masih Eksis
Realita gerakan pemisahan Taiwan dengan daratan China bisa dimengerti dan diterima secara umum. Karena sebenarnya pemerintah Republik Rakyat China sendiri yang telah secara tidak sadar ataupun sadar menyebabkan lahirnya gerakan kemerdekaan ini. Aktivitas luar negeri pemerintah ataupun otoritas Taiwan di luar Taiwan dibendung. Taiwan tidak diperkenankan menggunakan nama aslinya sebagai negara Republik China dan hanya ada satu China di dunia internasional. Negara yang mengakui Republik China berarti tidak mengakui Republik Rakyat China, ini juga telah memunculkan identitas sebagai rakyat Taiwan yang tertindas, bukan lagi sebagai penduduk propinsi yang tertindas oleh pusat.