Belajar dari Pertahanan dan Keamanan Digital di Tengah Perang Rusia-Ukraina

Senin, 19 September 2022 - 19:21 WIB
loading...
Belajar dari Pertahanan...
Harryanto Aryodiguno, Ph.D Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang, Sekretaris bidang Perindustrian dan Perdagangan DPP Partai Perindo. Foto/MNC Media
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D

Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang, Sekretaris bidang Perindustrian dan Perdagangan DPP Partai Perindo

DI peribahasa China ada satu kalimat “Kesempatan itu tercipta karena adanya dewa penolong, karena waktunya tepat, karena tempatnya mendukung. Pada saat revolusi China dimulai di Tiongkok awal tahun 1900 dr. Sun Yat Sen menekankan bahwa sekarang lah waktu terbaik untuk melakukan revolusi dikala pemerintah sedang mengalami masa-masa terburuk.

Sekarang adalah zaman kebijaksanaan untuk menggulingkan zaman kebodohan. Gerakan demokrasi Sun Yat Sen dan kalimat yang menjadi senjata utamanya sebenarnya berulang kali terjadi, baik pada saat pergantian pemerintahan Chiang Kai Shek di Tiongkok ke pemerintahan komunis, maupun pada saat rezim Soeharto digulingkan oleh kelompok pro demokrasi di Indonesia, sehingga mengantar masyarakat dan negara Indonesia yang kini lebih dikenal sebagai salah satu negara demokrasi dari empat negara demokrasi yang ada di Asia.

Ketika dunia berusaha menghindari berulangnya penggulingan rezim yang akan mengakibatkan perang dunia ke-3, tetap tidak bisa menghindari apa yang dinamakan dalam kesempatan yang baik akan ada kesempatan untuk menggantikan yang buruk. Perang Ukraina dan Rusia terjadi. Perang antara Rusia dan Ukraina belum bisa dikategorikan sebagai perang dunia ke-3, tetapi dari perang antar dua negara tersebut, kita mengenal apa yang dinamakan perang Informasi Teknologi (IT) atau perang dunia pertama yang melalui jaringan internet, jaringan dunia maya namun nyata.

Banyak sekali terjadi peretasan system informasi teknologi yang mengakibatkan ribuan sistem satelit atau yang dikenal dengan Starlink ikut beradu dan menerobos medan peperangan antar dua negara dan menyelamatkan Ukraina dari krisis informs teknologi, setidaknya menyelematkan Ukraina dari krisis pemutusan jaringan informasi. Kita tahu bahwa kekuatan militer maupun teknologi informasi Rusia dan Ukraina berbeda jauh, namun bagaimana Ukraina bisa memanfaatkan teknologinya yang tersendat-sendat dan terbelakang dalam waktu sekian lama sejak terjadi ketegangan sampai peperangan dengan Rusia?

Berbeda dengan perang-perang sebelumnya, di mana masih menggunakan slogan, bambu runcing maupun embargo-embargo dari ekonomi sampai militer. Perang antara Rusia dan Ukraina tidak lagi menggunakan kecanggihan teknologi senjata dan rudal, maupun menarik dukungan atau kekuatan senjata dari sekutu. Rusia dan Ukraina telah memanfaatkan teknologi digital untuk pertahanan maupun untuk menyerang satu sama lain.

Sebagian ahli hubungan internasional, terutama ahli pertahanan keamanan menggambarkan situasi terakhir di Ukraina seperti “internet adalah medan perang antar dua negara,” Twitter berperan sebagai rudal, hacker adalah tentara-tentara mereka, cryptocurrency dan Non-Fungible Token (NF mengupayakan dana yang besar sebagai satu-satunya cara untuk memblokir internet, ekonomi, dan rantai modal Rusia.

Dalam pertempuran antara Rusia dan Ukraina, Ukraina telah berhasil menjaring lebih dari 50.000 pasukan multinasional yang siap berperang meretas setiap website maupun informasi penting dari Rusia. Para pasukan internet multinasional ini juga telah membuat serangan terhadap layanan internet Rusia. Mereka menggunakan satelit orbit rendah seperti Starlink untuk membangun infrastruktur komunikasi jaringan darurat di masa perang, dan para pasukan ini bahkan membujuk Google Maps untuk berhenti menampilkan informasi jalan penting dan menambahkan peringatan SOS ke layanan pencarian di mesin Google.

Selain itu, Ukraina juga menggunakan cryptocurrency sebagai "modal darurat untuk pengungsi,” Ukraina mengumpulkan 100 juta dolar AS dalam sumbangan mata uang virtual, dan bahkan mengeluarkan NFT bertema "Museum of War". Dengan teknologi dari NFT juga Ukraina menyebut mereka telah merekam dan mencatat kebenaran tentang perang dengan Rusia, supaya generasi berikutnya mengerti kenapa Ukraina harus bertempur dengan Rusia.

Ukraina ingin rakyatnya, generasi mudanya bahkan seluruh dunia tahu bahwa dari awal Ukraina selalu menjaga harkat dan martabat bangsa dan siap menghadapi ancaman dari luar sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu memperkuat infrastruktur digital dalam negeri.

Ukraina dari awal telah melakukan reformasi atau memanfaatkan waktu terbaiknya seperti kata dr. Sun Yat Sen untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam menghadapi situasi terburuk. Ukraina telah melakukan digital pemerintahan dan pelayanan dalam segala bidang jauh sebelum terjadinya ketegangan dengan Rusia.

Oleh karena itu, semua aplikasi milik pemerintah Ukraina, seperti aplikasi paspor, aplikasi layanan kependudukan sampai dengan aplikasi bank telah berubah menjadi aplikasi yang berfungsi darurat, seperti mengajukan dana darurat dengan pemerintah maupun pemerintah Ukraina dengan negara asing yang mendukung Ukraina. Selain itu, aplikasi umum pemerintah bisa berahli fungsi untuk melayani kebutuhan rakyat selama peperangan terjadi.

Bagaimana dengan Indonesia

Belajar dari persiapan maupun perencanaan dan pengalaman pemerintah Ukraina, para penjahat dunia digital segera menyadari, bahwa sudah saatnya mengalihkan area dan wilayah “main” mereka ke Asia, terutama ke negara yang luas dan negara dengan hukumnya yang belum kokoh maupun kehidupan ekonomi rakyatnya masih penuh dengan kesenjangan.

Untuk itulah sudah saatnya Indonesia menyadari akan pentingnya pengembangan dan pembangunan infrastruktur jaringan internet, terutama jaringan ke daerah-daerah pelosok. Selain itu juga, perlu merekrut pemuda-pemuda yang melek teknologi digital dalam berbagai bidang pemerintahan, terutama bidang pertahanan keamanan negara maupun sipil, seperti TNI dan POLRI.

Sudah saatnya pemerintah Indonesia memperkuat diri dengan mengembangkan sistem satelit sebagai contoh pertahanan dan keamanan negara. Indonesia harus memperkuat dasar atau basis digital untuk menjaga kedaulatan negara. Saat ini, pemerintah seharusnya aktif berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi dan komponen utama, dan telah mengorganisir system digital yang ada, demi menjaga kedaulatan dan ancaman dari dalam maupun dari luar, terutama menjelang tahun-tahun politik seperti sekarang ini.

Selain mengembangkan dan memperkuat sistem satelit udara, pemerintah juga harus serius meningkatkan upaya membangun kabel bawah laut. Semua pembangunan yang berbasis digital ini harus continue dilakukan untuk memperkuat kabel bawah laut Indonesia terutama dalam menghadapi jaringan cloud 5G yang mulai beredar di Indonesia.

Pemerintah harus segera meningkatkan saluran serat optik lokal dan memperkuat perlindungan keamanan, sehingga Indonesia bisa menjadi penghubung atau pusat informasi dan komunikasi di kawasan. Sebagai contoh, Google yang didukung oleh pemerintah Amerika Serikat diperkirakan akan meluncurkan kabel bawah laut baru APRICOT pada tahun 2024. Teknologi transmisi dengan total panjang sekitar 12.000 kilometer ini akan menghubungkan Taiwan, Jepang, Guam, Filipina, dan Indonesia.

Semoga saat itu jaringan telekomunikasi, dalam hal ini, Telkom Indonesia akan dilibatkan. Oleh karena itu, pemerintah yang kuat dan berdaulat dengan dasar hukum nasional yang kokoh sangat dibutuhkan dalam menjaga kedaulatan dan kewibawaan bangsa yang berakhir dengan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1040 seconds (0.1#10.140)