Ketum Repdem Minta AHY Bicara Berbasis Data Bukan Retorika
loading...
A
A
A
JAKARTA - PDI Perjuangan mengaku heran atas klaim sepihak Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengatakan dalam pembangunan infrastruktur, Presiden Jokowi hanya melakukan kerja akhir dan tinggal gunting pita.
“Saya sangat menyayangkan bagaimana mungkin seorang Ketua Umum seperti AHY berpidato tanpa basis data. Kini adalah era kemajuan IT, artificial inteligent, termasuk big data. Rakyat semakin cerdas. Rakyat Indonesia mencatat begitu banyak proyek infrastruktur SBY yang mangkrak,” kata Ketum Sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Wanto Sugito, Sabtu (17/9/2022).
Menurut dia, monumen Hambalang adalah bukti korupsi sistemik eliet Partai Demokrat. Proyek pembangkit listrik 10.000 MW banyak yang mangkrak, dan memperjelas bagaimana SBY hanya menampilkan proyek angan-angan tanpa realisasi. “Saya siap berdebat dengan AHY, memperbandingkan prestasi kinerja pembangunan infrastruktur antara SBY dan Presiden Jokowi,” katanya.
Ketua DPC PDIP Tangsel ini menyebut, sebagai anak yang mencoba berbakti boleh saja AHY membanggakan prestasi bapaknya. Itu sah. Namun berpidato politik hanya sebagai retorika tanpa data adalah bisa masuk kategori pembohongan publik. Aktivis 98 ini menegaskan, sekiranya klaim AHY tentang Prestasi SBY betul maka Demokrat sudah menjadi pemenang Pemiu 2014.
“Buktinya suara Demokrat anjlok dari 20.9%, turun mejadi 10%. Itu terjadi karena korupsi kader-kader muda Demokrat, dan begitu banyak kader muda lainnya yang mati karier politiknya karena korupsi. Jadi ingat monumen Hambalang. Saya ajak AHY untuk ke Hambalang agar dia yakin,” kata Wanto.
Klaim AHY yang menilai demokrasi di era Presiden Jokowi mengalami kemunduran tanpa dasar juga salah besar. Publik mencatat pada 2009 adalah puncak penurunan kualitas demokrasi. Di mana demokrasi menjadi alat kekuasaan. ”DPT dimanipulasi; politik APBN digunakan untuk kepentingan elektoral; aparatur negara dikerahkan; sistem pemilu dibuat terbuka langsung; lalu elemen-elemen pimpinan KPU direkrut seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati sebagai pembajakan demokrasi,” katanya.
Di luar itu, SBY membentuk tim Alpa, Delta dan sebagainya yang di dalamnya banyak aparatur negara dilibatkan yang seharusnya netral. Akibatnya dalam era multi partai kompleks, suara Demokrat justru naik 300%. ”Itu tidak mungkin tanpa manipulasi dan mobilisasi kekuasaan, makanya 2014 anjlok”, kata Wanto.
Wanto justru merasa kasihan dengan AHY. Model politiknya lebih besar pasak daripada tiang. “Para generasi milenial sangat kecewa atas orasi ketum partai tanpa data, dan lebih menampilkan retorika politik daripada fakta,” ucapnya.
“Saya sangat menyayangkan bagaimana mungkin seorang Ketua Umum seperti AHY berpidato tanpa basis data. Kini adalah era kemajuan IT, artificial inteligent, termasuk big data. Rakyat semakin cerdas. Rakyat Indonesia mencatat begitu banyak proyek infrastruktur SBY yang mangkrak,” kata Ketum Sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Wanto Sugito, Sabtu (17/9/2022).
Menurut dia, monumen Hambalang adalah bukti korupsi sistemik eliet Partai Demokrat. Proyek pembangkit listrik 10.000 MW banyak yang mangkrak, dan memperjelas bagaimana SBY hanya menampilkan proyek angan-angan tanpa realisasi. “Saya siap berdebat dengan AHY, memperbandingkan prestasi kinerja pembangunan infrastruktur antara SBY dan Presiden Jokowi,” katanya.
Ketua DPC PDIP Tangsel ini menyebut, sebagai anak yang mencoba berbakti boleh saja AHY membanggakan prestasi bapaknya. Itu sah. Namun berpidato politik hanya sebagai retorika tanpa data adalah bisa masuk kategori pembohongan publik. Aktivis 98 ini menegaskan, sekiranya klaim AHY tentang Prestasi SBY betul maka Demokrat sudah menjadi pemenang Pemiu 2014.
“Buktinya suara Demokrat anjlok dari 20.9%, turun mejadi 10%. Itu terjadi karena korupsi kader-kader muda Demokrat, dan begitu banyak kader muda lainnya yang mati karier politiknya karena korupsi. Jadi ingat monumen Hambalang. Saya ajak AHY untuk ke Hambalang agar dia yakin,” kata Wanto.
Klaim AHY yang menilai demokrasi di era Presiden Jokowi mengalami kemunduran tanpa dasar juga salah besar. Publik mencatat pada 2009 adalah puncak penurunan kualitas demokrasi. Di mana demokrasi menjadi alat kekuasaan. ”DPT dimanipulasi; politik APBN digunakan untuk kepentingan elektoral; aparatur negara dikerahkan; sistem pemilu dibuat terbuka langsung; lalu elemen-elemen pimpinan KPU direkrut seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati sebagai pembajakan demokrasi,” katanya.
Di luar itu, SBY membentuk tim Alpa, Delta dan sebagainya yang di dalamnya banyak aparatur negara dilibatkan yang seharusnya netral. Akibatnya dalam era multi partai kompleks, suara Demokrat justru naik 300%. ”Itu tidak mungkin tanpa manipulasi dan mobilisasi kekuasaan, makanya 2014 anjlok”, kata Wanto.
Wanto justru merasa kasihan dengan AHY. Model politiknya lebih besar pasak daripada tiang. “Para generasi milenial sangat kecewa atas orasi ketum partai tanpa data, dan lebih menampilkan retorika politik daripada fakta,” ucapnya.
(cip)