RUU PKS Dihapus, Ini Fakta Kasus Kekerasan Seksual pada Perempuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti tingginya angka kasus kekerasan seksual yang terjadi hingga saat ini. Berdasarkan laporan yang dihimpun selama 2019, tercatat terjadi 4.898 kasus kekerasan seksual.
Tahun ini angkanya cukup tinggi. Pada periode Januari-Mei 2020, terdapat 542 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah kekerasan dalam rumah tangga atau relasi personal. Sebanyak 24% atau 170 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual.
Sementara, pada ranah komunitas, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 226 kasus. Sekitar 89%dari total kasus itu atau 203 kasus berkaitan dengan kekerasan seksual.( )
"Paling banyak diadukan adalah kasus kekerasan berbasis gender siber (KBGS) dengan berbagai macam bentuk kekerasan, di antaranya ancaman penyebaran foto dan video bernuansa seksual, mengirimkan atau mempertontonkan video bernuansa seksual, eksibisionis, hingga eksploitasi seksual," ungkap Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam keterangan tertulis yang diperoleh SINDOnews, Kamis (2/7/2020).
Selain itu, pihaknya juga menyoroti rendahnya jumlah kasus yang dapat diproses hukum. Hasil tinjauan Komnas Perempuan dalam kurun 2016-2019, hanya 29% yang diterima dari 13.611 kasus perkosaan yang dilaporkan kepolisian. Kemudian, sekitar 70% dari kasus yang dilaporkan kepolisian itu diputus oleh pengadilan.
"Konteks khusus dari latar belakang korban, seperti disabilitas, lokasi geografis, maupun ragam kekerasan yang tidak memiliki payung hukum, menyebabkan halangan-halangan tersebut semakin nyata," katanya.
Karena itu, Komnas Perempuan menyesalkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang resmi dihapus dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Padahal, sejak 2014, aturan itu selalu menjadi prioritas.( )
Komnas Perempuan pun mendesak agar DPR dan pemerintah bisa memastikan pembahasan RUU PKS dilaksanakan tahun depan dan tak ditunda lagi. Sebab, persoalan kekerasan seksual dirasakan menjadi situasi genting saat ini.
Desakan itu muncul karena DPR menunda pembahasan RUU PKS dalam rapat koordinasi Badan Legislasi dengan pimpinan komisi pada 30 Juni 2020. Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyatakan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tidak dihapus begitu saja dari daftar Prolegnas. Ia menegaskan, RUU PKS hanya digeser dari Prolegnas Prioritas 2020 ke 2021. Menurutnya, hingga saat ini pembahasan RUU PKS belum memungkinkan karena lobi-lobi dengan seluruh fraksi di DPR masih sulit dilakukan.
Tahun ini angkanya cukup tinggi. Pada periode Januari-Mei 2020, terdapat 542 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah kekerasan dalam rumah tangga atau relasi personal. Sebanyak 24% atau 170 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual.
Sementara, pada ranah komunitas, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 226 kasus. Sekitar 89%dari total kasus itu atau 203 kasus berkaitan dengan kekerasan seksual.( )
"Paling banyak diadukan adalah kasus kekerasan berbasis gender siber (KBGS) dengan berbagai macam bentuk kekerasan, di antaranya ancaman penyebaran foto dan video bernuansa seksual, mengirimkan atau mempertontonkan video bernuansa seksual, eksibisionis, hingga eksploitasi seksual," ungkap Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam keterangan tertulis yang diperoleh SINDOnews, Kamis (2/7/2020).
Selain itu, pihaknya juga menyoroti rendahnya jumlah kasus yang dapat diproses hukum. Hasil tinjauan Komnas Perempuan dalam kurun 2016-2019, hanya 29% yang diterima dari 13.611 kasus perkosaan yang dilaporkan kepolisian. Kemudian, sekitar 70% dari kasus yang dilaporkan kepolisian itu diputus oleh pengadilan.
"Konteks khusus dari latar belakang korban, seperti disabilitas, lokasi geografis, maupun ragam kekerasan yang tidak memiliki payung hukum, menyebabkan halangan-halangan tersebut semakin nyata," katanya.
Karena itu, Komnas Perempuan menyesalkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang resmi dihapus dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Padahal, sejak 2014, aturan itu selalu menjadi prioritas.( )
Komnas Perempuan pun mendesak agar DPR dan pemerintah bisa memastikan pembahasan RUU PKS dilaksanakan tahun depan dan tak ditunda lagi. Sebab, persoalan kekerasan seksual dirasakan menjadi situasi genting saat ini.
Desakan itu muncul karena DPR menunda pembahasan RUU PKS dalam rapat koordinasi Badan Legislasi dengan pimpinan komisi pada 30 Juni 2020. Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyatakan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tidak dihapus begitu saja dari daftar Prolegnas. Ia menegaskan, RUU PKS hanya digeser dari Prolegnas Prioritas 2020 ke 2021. Menurutnya, hingga saat ini pembahasan RUU PKS belum memungkinkan karena lobi-lobi dengan seluruh fraksi di DPR masih sulit dilakukan.
(abd)