Tata Kelola Elpiji Sarat Penyelewengan

Rabu, 07 September 2022 - 16:54 WIB
loading...
Tata Kelola Elpiji Sarat Penyelewengan
Totok Siswantara (Foto Ist)
A A A
Totok Siswantara
Pengkaji Transformasi Teknologi dan Infrastruktur

PEMERINTAH harus segera bertindak tegas terkait dengan tata kelola gas elpiji (LPG) nonsubsidi maupun yang bersubsidi atau tabung melon. Pemerintah kurang konsisten memberantas modus-modus penyelewengan elpiji di lapangan yang kian marak.

Elpiji 3 kilogram (kg) banyak dioplos ke tabung nonsubsidi. Selain itu banyak pemerintah daerah yang memainkan harga tabung melon dengan cara menaikkan harga seenaknya sendiri, tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi.

Modus penerbitan surat edaran oleh beberapa pemerintah daerah terkait kenaikan harga eceran tertinggi (HET) gas elpiji 3 kg bersubsidi harus dibatalkan. Sebaiknya kewenangan penetapan harga eceran tertinggi (HET) elpiji 3 kg bersubsidi dikembalikan ke pemerintah pusat, karena sering terjadi selisih harga antardaerah. Hal tersebut mendorong terjadinya permainan harga oleh spekulan.

Publik berharap agar pemerintah segera mengalihkan subsidi yang selama ini disuntikkan ke elpiji 3 kg ke sektor lain yang lebih tepat sasaran, yaitu kelistrikan melalui kompor induksi atau kompor listrik. Selain itu program kompor Dimethyl Ether (DME) yang berbasis hilirisasi batubara juga perlu dipercepat untuk menggantikan elpiji melon yang merupakan produk impor penguras devisa.

Terkait dengan elpiji nonsubsidi lewat tabung 5,5 kg dan 12 kg juga mengalami persoalan harga yang bervariasi. Sebagai catatan, PT Pertamina beberapa waktu lalu telah menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi jenis Bright Gas ukuran 5,5 kg dan 12 kg dengan besaran Rp 2.000 per kg. Publik merasakan distribusi elpiji nonsubsidi perlu diperluas penjualannya. Perlu memperbanyak toko dan kios yang bisa menjual gas tersebut sehingga tidak terjadi permainan di pangkalan elpiji.

Disparitas harga antara elpiji subsidi dan nonsubsidi menimbulkan ekses negatif terhadap masyarakat dan bisa merongrong keuangan negara. Karena dengan selisih harga yang tinggi, maka kasus pengoplosan dan penyerobotan gas melon akan semakin marak.

Apalagi hingga kini tidak ada kuota nasional dan daerah terkait dengan konsumsi riil gas melon. Selama ini terjadi salah sasaran terhadap subsidi elpiji 3 kg. Karena masyarakat yang mampu dan kalangan industri tidak punya rasa malu telah mencaplok gas melon yang peruntukannya bagi masyarakat tidak mampu. Akibatnya kuota subsidi gas melon terus membengkak dan kian membebani APBN.

Secara teknis tabung gas elpiji sangat rentan terhadap modus pengoplosan dari gas melon menjadi gas nonsubsidi. Akibatnya bisa terjadi kelangkaan gas melon yang dikonsumsi oleh “si miskin”.

Selama ini jika terjadi kelangkaan elpiji PT Pertamina terus menambah pasokan dalam jumlah besar. Berapa pun tambahan pasokan oleh Pertamina, niscaya akan terus dicaplok oleh pengoplos dan kalangan industri yang berkomplot dengan agen elpiji. Selama ini para pengusaha menengah dan besar, rumah tangga kaya dan industri semakin rakus mencaplok gas melon yang sejatinya adalah bentuk subsidi untuk rakyat miskin. Agen dan pangkalan elpiji tiga kg yang selama ini menjadi biang kerok bocornya distribusi harus ditindak tegas.

Sebaiknya bentuk subsidi energi kepada rakyat miskin diubah dalam bentuk uang tunai. Lalu harga dan distribusi elpiji 3 kg disesuaikan dengan harga pasar dan distribusinya diperluas seperti halnya tabung ukuran 5 kg dan 12 kg. Dengan demikian anggaran subsidi elpiji 3 kg yang kian membengkak bisa dialihkan untuk program sosial lainnya. Subsidi tersebut selama ini hanya memperkaya pihak agen dan pangkalan elpiji.

PT Pertamina dan pihak pemerintah daerah (pemda) perlu berkoordinasi terkait penyelewengan elpiji 3 Kg. Selama ini Pertamina memenuhi kebutuhan masyarakat dengan penambahan pasokan ke agen/pangkalan yang jumlahnya hingga 60% dari penyaluran/kebutuhan normal. Namun, tambahan pasokan yang sangat besar itu dicaplok oleh pihak yang tidak berhak. Oleh sebab itu Pertamina sebaiknya membatasi pasokan gas melon sesuai dengan data kemiskinan di suatu daerah. Faktanya, selama ini pemerintah daerah tidak mampu melakukan pengawasan distribusi elpiji 3 kg.

Program menggalakkan sosialisasi agar warga masyarakat yang tergolong mampu beralih menggunakan elpiji nonsubsidi seperti Bright Gas 5,5 kg juga belum berhasil. Mestinya elpiji 3 kg diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu dan usaha mikro sebagaimana pesan yang tertera di tabung, yakni hanya untuk masyarakat miskin. Sementara bagi mereka yang mampu diwajibkan menggunakan elpiji nonsubsidi seperti Bright Gas 5,5 kg dan 12 kg.

Tata kelola elpiji perlu segera dibenahi agar subsidi tidak kian membesar dan tidak salah sasaran. Kini elpiji sudah menjadi hajat hidup orang banyak dan kebutuhan utama industri. Perlu regulasi untuk menentukan struktur harga yang berkeadilan serta jaminan kelancaran distribusi.

Utilisasi elpiji sangat luas, mulai dari bahan bakar rumah tangga, industri (pupuk, petrokimia, semen, pabrik baja), hingga transportasi. Elpiji juga digunakan sebagai alat penekan pada industri yang menghasilkan produk seperti deodoran, minyak wangi, alat kosmetik, dan sebagainya. Selain itu, pada industri keramik, elpiji digunakan sebagai alat bantu penyemprot cat keramik serta bahan bakar pemanas. Di bidang industri, produk elpiji digunakan sebagai pengganti freon, aerosol, refrigerant, cooling system, juga sebagai bahan baku produk khusus.

Struktur produksi elpiji Indonesia bila dikaitkan dengan total kebutuhan elpiji di Indonesia per tahun sangat tidak rasional. Sungguh ironis kalau Indonesia selama ini harus mengimpor elpiji dengan harga yang kelewat tinggi per metrik ton.

Untuk melepaskan diri dari masalah laten elpiji mestinya pemerintah secara progresif membangun infrastruktur jaringan pipa distribusi gas alam untuk keperluan rumah tangga. Langkah progresif itu merupakan solusi mendasar.

Sebaiknya pemerintah mempercepat program kompor DME dengan cara proyek hilirisasi batubara. Nilai proyek hilirisasi batubara untuk sebuah perusahaan pertambangan membutuhkan investasi hingga Rp33 triliun. Program hilirisasi diproyeksikan menjadi salah satu energi alternatif pengganti elpiji sebagai energi rumah tangga.

Dari sisi lingkungan, penggunaan DME lebih baik dibanding elpiji karena mudah terurai di udara dan meminimalisasi gas rumah kaca hingga 20%. DME adalah bahan bakar multi source dan dapat diproduksi dari banyak sumber, di antaranya dari gas alam, batubara, limbah plastik, limbah kertas, limbah pabrik gula, dan biomassa.

Karena gas karbon monoksida dan hidrogen (disebut syngas) sebagai bahan baku DME maupun metanol bisa dihasilkan dari reaksi gas metana dengan uap air, maka bisa dikatakan Indonesia memiliki potensi menjadi produsen DME terkemuka dunia karena memiliki cadangan gas alam termasuk metan yang sangat besar.

Program penggunaan kompor induksi dari PT PLN (Persero) perlu digencarkan untuk mengatasi dua masalah sekaligus, yakni persoalan over supply listrik, dan mengurangi beban APBN dikarenakan impor elpiji.

Perlu sosialisasi oleh PLN kepada masyarakat dengan tepat. Dengan begitu, akan memudahkan masyarakat untuk menyadari bahwa kompor induksi lebih efisien dalam mengonsumsi energi untuk keperluan di dapur.

Program PLN terkait dengan penggunaan 15 juta kompor induksi untuk pelanggan PLN jangan angin-anginan dan perlu dipercepat. Program kompor induksi akan menambah beban untuk pembangkit PLN sebesar 6,3 Gigawatt (GW). Artinya, program ini selain mengurangi impor energi, juga sekaligus mengurangi subsidi, serta menyelesaikan masalah over supply.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1001 seconds (0.1#10.140)