Profil Raymond Westerling, Pemimpin Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Raymond Westerling, namanya mencuat ketika menjadi pelopor dua peristiwa kelam di Indonesia yakni peristiwa genosida di Sulawesi Selatan dan Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung .
Raymond Pierre Paul Westerling lahir pada 31 Agustus 1919 di Istanbul, Turki. Karena tempat kelahirannya ini dia dijuluki Si Turki atau Si Turco oleh orang Belanda.
Baca juga : 5 Peristiwa Genosida Paling Kejam Dalam Sejarah Modern
Namun siapa sangka di balik perannya yang kejam ternyata Raymond Westerling memiliki masa lalu yang kelam.
Dilansir dari berbagai sumber, sejak kecil dia telah ditinggalkan orang tuanya dan harus tinggal di panti asuhan. Inilah yang membuatnya memiliki sifat keras dan tangguh. Dia juga tidak mudah bergantung pada orang lain.
Pria yang terkenal akan kekejamannya ini memulai karir di militer ketika pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1940. Dia secara sukarela meminta untuk dijadikan tentara pada konsulat Belanda di Istanbul.
Sebelumnya dia sempat menjadi salah satu pasukan elite Inggris yang ditugaskan untuk berperang di Mesir dan Palestina.
Setelah meninggalkan pasukan Inggris barulah dia tergabung ke dalam Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL). Tugas pertamanya ke Indonesia adalah saat dia ditunjuk untuk menghadapi tentara Jepang di Medan, Sumatera Utara. Dalam aksinya dia berhasil membebaskan tawanan Belanda.
Setelah itu dia mendapatkan tugas untuk membereskan para pejuang kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan pada Desember 1946. Dalam melaksanakan tugasnya ini dia menggunakan caranya sendiri tanpa mengikuti pedoman.
Aksi pertamanya dilakukan di Kampung Betua dengan menangkap beberapa orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan pada 12 Desember 1946.
Kemudian Westerling memerintahkan untuk membunuh semua orang yang diduga sebagai pejuang kemerdekaan di depan umum. Peristiwa ini adalah awal teror yang dilakukannya.
Penyiksaan hingga pembakaran rumah warga kerap dilakukannya hanya karena kecurigaan semata. Sempat dikatakan bahwa kesadisan ini telah menelan sekitar 40.000 korban.
Kontribusinya terhadap pemerintah Belanda ini sempat mendapat pujian. Namun setelah mengetahui tentang operasinya yang banyak melanggar HAM membuatnya harus diberhentikan pada 16 November 1948.
Setelah diberhentikan, Westerling membentuk sebuah organisasi perang bernama APRA yang melancarkan aksinya di Bandung pada 23 Januari 1950.
Baca juga : Sejarah Pemberontakan APRA Lengkap dengan Latar Belakangnya
Banyak yang mengaitkan bahwa aksinya dalam mengkudeta presiden Ir Soekarno ini karena termakan ambisi politik Pangeran Bernhard yang ingin mengambil alih kekuasaan Indonesia.
Akibat dari pemberontakannya ini banyak oknum TNI yang tewas. Karena dalam terornya, Westerling akan membunuh siapa saja anggota TNI yang ditemui.
Setelah gerakannya digagalkan oleh pemerintah Indonesia, Westerling lalu melarikan diri dan bersembunyi dengan cara berpindah tempat. Dia pun sempat menjadi buronan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
Setelah pelarian panjangnya, Westerling pada akhirnya kembali ke Belanda. Dia sempat banyak mendapat tuntutan terutama dari Indonesia terkait ulahnya. Namun dia masih diselamatkan oleh pemerintah Belanda yang melindunginya.
Selama sisa hidupnya Westerling membuka toko buku dan barang antik di Belanda. Sampai pada akhirnya dia meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya pada tahun 1987.
Lihat Juga: Paus Fransiskus Singgung Konflik dan Kekerasan di Berbagai Negara Akibat Tak Saling Menghargai
Raymond Pierre Paul Westerling lahir pada 31 Agustus 1919 di Istanbul, Turki. Karena tempat kelahirannya ini dia dijuluki Si Turki atau Si Turco oleh orang Belanda.
Baca juga : 5 Peristiwa Genosida Paling Kejam Dalam Sejarah Modern
Namun siapa sangka di balik perannya yang kejam ternyata Raymond Westerling memiliki masa lalu yang kelam.
Dilansir dari berbagai sumber, sejak kecil dia telah ditinggalkan orang tuanya dan harus tinggal di panti asuhan. Inilah yang membuatnya memiliki sifat keras dan tangguh. Dia juga tidak mudah bergantung pada orang lain.
Pria yang terkenal akan kekejamannya ini memulai karir di militer ketika pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1940. Dia secara sukarela meminta untuk dijadikan tentara pada konsulat Belanda di Istanbul.
Sebelumnya dia sempat menjadi salah satu pasukan elite Inggris yang ditugaskan untuk berperang di Mesir dan Palestina.
Setelah meninggalkan pasukan Inggris barulah dia tergabung ke dalam Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL). Tugas pertamanya ke Indonesia adalah saat dia ditunjuk untuk menghadapi tentara Jepang di Medan, Sumatera Utara. Dalam aksinya dia berhasil membebaskan tawanan Belanda.
Setelah itu dia mendapatkan tugas untuk membereskan para pejuang kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan pada Desember 1946. Dalam melaksanakan tugasnya ini dia menggunakan caranya sendiri tanpa mengikuti pedoman.
Aksi pertamanya dilakukan di Kampung Betua dengan menangkap beberapa orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan pada 12 Desember 1946.
Kemudian Westerling memerintahkan untuk membunuh semua orang yang diduga sebagai pejuang kemerdekaan di depan umum. Peristiwa ini adalah awal teror yang dilakukannya.
Penyiksaan hingga pembakaran rumah warga kerap dilakukannya hanya karena kecurigaan semata. Sempat dikatakan bahwa kesadisan ini telah menelan sekitar 40.000 korban.
Kontribusinya terhadap pemerintah Belanda ini sempat mendapat pujian. Namun setelah mengetahui tentang operasinya yang banyak melanggar HAM membuatnya harus diberhentikan pada 16 November 1948.
Setelah diberhentikan, Westerling membentuk sebuah organisasi perang bernama APRA yang melancarkan aksinya di Bandung pada 23 Januari 1950.
Baca juga : Sejarah Pemberontakan APRA Lengkap dengan Latar Belakangnya
Banyak yang mengaitkan bahwa aksinya dalam mengkudeta presiden Ir Soekarno ini karena termakan ambisi politik Pangeran Bernhard yang ingin mengambil alih kekuasaan Indonesia.
Akibat dari pemberontakannya ini banyak oknum TNI yang tewas. Karena dalam terornya, Westerling akan membunuh siapa saja anggota TNI yang ditemui.
Setelah gerakannya digagalkan oleh pemerintah Indonesia, Westerling lalu melarikan diri dan bersembunyi dengan cara berpindah tempat. Dia pun sempat menjadi buronan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
Setelah pelarian panjangnya, Westerling pada akhirnya kembali ke Belanda. Dia sempat banyak mendapat tuntutan terutama dari Indonesia terkait ulahnya. Namun dia masih diselamatkan oleh pemerintah Belanda yang melindunginya.
Selama sisa hidupnya Westerling membuka toko buku dan barang antik di Belanda. Sampai pada akhirnya dia meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya pada tahun 1987.
Lihat Juga: Paus Fransiskus Singgung Konflik dan Kekerasan di Berbagai Negara Akibat Tak Saling Menghargai
(bim)