Fakta di Balik 17 Jam Sidang Etik Ferdy Sambo: Tegang, Penuh Tangis, dan Penyesalan
loading...
A
A
A
Saat pemeriksaan, Yusuf menceritakan, lima jenderal polisi menegaskan agar para saksi dapat memberikan keterangan yang jelas dan tidak berbelit. "Supaya tidak ada perbedaan, jangan berbelit belit itu ada tangganya 'Kamu bicara yang jujur, bicara yang jelas jangan berbelit' nah itu tegang," kata Yusuf menirukan ucapan hakim saat sidang.
Yusuf kemudian menggambarkan suasana yang penuh tangis saat sidang berlangsung. Para saksi, kata Yusuf, sesekali terlihat meneteskan air mata ketika diperiksa. Menurutnya, itu adalah air mata penyesalan karena ikut terlibat dalam skenario pembunuhan yang dibuat mantan Kadiv Propam Polri.
"Ya yang di antara para saksilah banyak yang menangis. Karena dalam perjalanan apa yang diskenariokan Pak Sambo itu tidak benar sebagaimana faktanya. Ya tidak tahu, barangkali ada perasaan kecewa, menyesal, iyalah pasti menyesal karena sudah masuk sidang etik begitu," katanya.
Berbeda dengan para saksi, Yusuf mengatakan, dalang pembunuhan Brigadir J justru tidak meneteskan air mata sama sekali. Namun menurutnya, raut wajah Ferdy Sambo cukup menggambarkan penyesalan atas apa yang ia lakukan.
"Pak sambo tidak menangis, terlihat ada rasa bersalah. Tetapi terlihat ada keteguhan apa yang akan dihadapinya. Pak Sambo tidak menangis di sidang," katanya.
Ferdy Sambo, kata Yusuf, juga tidak membantah sedikit pun keterangan para saksi. Terutama soal perintah pembuatan skenario pembunuhan. "Secara umum terduga pelanggar Irjen Pol Ferdy Sambo tidak membantah keterangan saksi, karena pasal yang dipersangkakan itu kan untuk memerintahkan itu paling utama. Membuat skenario itu bertentangan dengan etika kepribadian yang wajib dituntut untuk jujur," katanya.
"Mengemukakan fakta yang sesungguhnya, yang terjadi dalam peristiwa 8 Juli di rumah dinas itu. Nah itulah yang dicari dari keterangan saksi atas apa yang dilihat dan dialami apa yang dilakukan Pak Ferdy Sambo," sambungnya.
Sementara untuk motif, Yusuf mengatakan bahwa Ferdy Sambo tetap kukuh pada dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya, Putri Candrawathi. "Sementara motif tidak berubah, sebagaimana yang telah dia dikemukakan dari sejak awal terkait dengan menodai harkat martabat, tidak jauh-jauh terkait dengan adanya laporan polisi pelecehan itu yang sudah dihentikan," tutur Yusuf.
"Jadi dalam bahasa Pak Mahfud Ketua Kompolnas, ya masih tidak berubah terkait motif dewasa itu," sambungnya.
Meskipun Ferdy Sambo konsisten terkait motif pembunuhan, tapi Yusuf mengatakan hal itu dapat berubah seiring dengan kerja dari Tim Khusus maupun Inspektorat Khusus yang masih melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. "Iya, masih konsisten. Tapi bagaimana dalam perkembangannya masih mungkin ada perubahan. Apalagi Ibu Putri sudah diperiksa Bareskrim kemarin. Jadinya seperti apa nantinya akan diperiksa lagi," katanya.
Yusuf kemudian menggambarkan suasana yang penuh tangis saat sidang berlangsung. Para saksi, kata Yusuf, sesekali terlihat meneteskan air mata ketika diperiksa. Menurutnya, itu adalah air mata penyesalan karena ikut terlibat dalam skenario pembunuhan yang dibuat mantan Kadiv Propam Polri.
"Ya yang di antara para saksilah banyak yang menangis. Karena dalam perjalanan apa yang diskenariokan Pak Sambo itu tidak benar sebagaimana faktanya. Ya tidak tahu, barangkali ada perasaan kecewa, menyesal, iyalah pasti menyesal karena sudah masuk sidang etik begitu," katanya.
Berbeda dengan para saksi, Yusuf mengatakan, dalang pembunuhan Brigadir J justru tidak meneteskan air mata sama sekali. Namun menurutnya, raut wajah Ferdy Sambo cukup menggambarkan penyesalan atas apa yang ia lakukan.
"Pak sambo tidak menangis, terlihat ada rasa bersalah. Tetapi terlihat ada keteguhan apa yang akan dihadapinya. Pak Sambo tidak menangis di sidang," katanya.
Ferdy Sambo, kata Yusuf, juga tidak membantah sedikit pun keterangan para saksi. Terutama soal perintah pembuatan skenario pembunuhan. "Secara umum terduga pelanggar Irjen Pol Ferdy Sambo tidak membantah keterangan saksi, karena pasal yang dipersangkakan itu kan untuk memerintahkan itu paling utama. Membuat skenario itu bertentangan dengan etika kepribadian yang wajib dituntut untuk jujur," katanya.
"Mengemukakan fakta yang sesungguhnya, yang terjadi dalam peristiwa 8 Juli di rumah dinas itu. Nah itulah yang dicari dari keterangan saksi atas apa yang dilihat dan dialami apa yang dilakukan Pak Ferdy Sambo," sambungnya.
Sementara untuk motif, Yusuf mengatakan bahwa Ferdy Sambo tetap kukuh pada dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya, Putri Candrawathi. "Sementara motif tidak berubah, sebagaimana yang telah dia dikemukakan dari sejak awal terkait dengan menodai harkat martabat, tidak jauh-jauh terkait dengan adanya laporan polisi pelecehan itu yang sudah dihentikan," tutur Yusuf.
"Jadi dalam bahasa Pak Mahfud Ketua Kompolnas, ya masih tidak berubah terkait motif dewasa itu," sambungnya.
Meskipun Ferdy Sambo konsisten terkait motif pembunuhan, tapi Yusuf mengatakan hal itu dapat berubah seiring dengan kerja dari Tim Khusus maupun Inspektorat Khusus yang masih melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. "Iya, masih konsisten. Tapi bagaimana dalam perkembangannya masih mungkin ada perubahan. Apalagi Ibu Putri sudah diperiksa Bareskrim kemarin. Jadinya seperti apa nantinya akan diperiksa lagi," katanya.