Sejarah Pemberontakan DI/TII dan Latar Belakangnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejarah pemberontakan DI/TII akan diulas dalam artikel ini. Pemberontakan ini menjadi salah satu pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi Indonesia.
Pasalnya, pemberontakan DI/TII terjadi di beberapa wilayah Indonesia, yakni Jawa, Kalimantan, Sulawesi, maupun Sumatera. DI merupakan singkatan dari Darul Islam, sedangkan TII singkatan dari Tentara Islam Indonesia.
Gerakan Darul Islam (DI) adalah gerakan politik yang tujuannya mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI memiliki pasukan bernama Tentara Islam Indonesia (TII).
Baca Juga: Ambulans Saksi Bisu Pemberontakan DI/TII
Nah, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat merupakan pelopor gerakan ini. Pemimpinnya SM.Kartosuwiryo didaulat sebagai imam atau pemimpin tertinggi dari Negara Islam Indonesia.
Kemudian, diakui oleh wilayah-wilayah pemberontakan lainnya. Melansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, latar belakang pemberontakan DI/TII di Jawa Barat adalah kekecewaan pasukan Hisbullah dan Fisabilillah terhadap hasil perundingan Renville karena diperintahkan untuk meninggalkan Jawa Barat.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat terjadi mulai Februari 1948 hingga 4 Juni 1962. Adapun prosesnya dimulai dari pengangkatan diri Kartosuwiryo menjadi pemimpin tertinggi pada Februari 1948.
Baca Juga: Soal Ikrar Eks DI/TII, Semua Pihak Diminta Berpikir Positif
Selanjutnya, terjadi pertempuran antara pasukan Divisi Siliwangi yang long march dengan pasukan TII di Malangbong. Kemudian, Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949 memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ditumpas dengan berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan pendekatan pribadi yang dilakukan oleh Ketua Masyumi Muhammad Natsir, namun mengalami kegagalan.
Selain itu, operasi pagar betis, yakni strategi militer dengan menyertakan kekuatan rakyat. Strategi ini membuat gerakan pasukan TII semakin sempit.
Lalu, pada 4 Juni 1962, pasukan Divisi Siliwangi berhasil menangkap Kartosuwiryo. Saat itu, Mahkamah Angkatan Darat Jawa-Madura menjatuhi hukuman mati kepada Kartosuwiryo.
Sementara itu, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dilatarbelakangi oleh keinginan untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia bentukan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah ini berlangsung pada 23 Agustus 1949 hingga Juni 1954.
Sedangkan proses pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah adalah mengikrarkan berdirinya DI/TII Jawa Tengah (Jateng) pada 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal. Kemudian, perluasan pemberontakan di Kebumen oleh Kiai Moh. Mahfudz.
Selain itu, Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan pasukan DI/TII Jateng. Pemberontakan DI/TII Jateng berhasil dihentikan dengan cara pembentukan komando operasi militer oleh pemerintah yang diberi nama Gerakan Benteng Nasional pada Januari 1950.
Di samping itu, pembentukan komando militer Operasi Benteng Raiders. Pada Juni 1954, DI/TII Jateng berhasil dilumpuhkan.
Adapun latar belakang pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan adalah kekecewaan Kahar Muzakar karena pasukannya yang tergabung dalam Komando Griliya tidak dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS). Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan berlangsung pada 1950 hingga Februari 1965.
Proses pemberontakan Kahar Muzakar dimulai setelah pasukannya ditolak ke dalam APRIS. Kahar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan.
Dia menyatakan bahwa pasukannya menjadi bagian dari NII Kartosuwiryo. Penumpasan pasukan DI/TII Sulawesi Selatan dilakukan dengan penyerbuan oleh pasukan Batalyon 330/Kujang Siliwangi. Kahar Muzakar tewas tertembak dalam penggerebekan itu.
Sementara itu, pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan (Kalsel) berlangsung pada 1950 hingga 1959. Keinginan untuk bergabung dengan NII bentukan Kartosuwiryo yang melatarbelakangi pemberontakan DI/TII Kalsel.
Pemberontakan DI/TII Kalsel diawali dari deklarasi Ibnu Hajar pada Oktober 1950 bahwa DI/TII Kalsel merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwiryo. Dia juga menamakan pasukannya Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT).
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi pembentukan Ibnu Hajar. Salah satunya cara persuasif, pemerintah menyarankan agar Ibnu Hajar menghentikan pemberontakannya.
Namun, usaha pemerintah ini gagal. Lalu, operasi militer dilaksanakan pada 1959. Operasi ini berhasil menangkap Ibnu Hajar sekaligus menumpas DI/TII Kalsel.
Sementara itu, pemberontakan DI/TII Aceh berlangsung pada 1953-1962. Latar belakang pemberontakan ini adalah kekecewaan masyarakat Aceh karena diturunkannya status Aceh menjadi Keresidenan di bawah Sumatera Utara.
Pemberontakan ini dimulai dengan keluarnya maklumat yang menyatakan Aceh bagian dari DI/TII Jawa Barat pada 20 September 1953. Setelah itu, pasukan Daud Beureuh menguasai berbagai kota di Aceh dan mempropagandakan rakyat Aceh untuk anti terhadap RI.
Berbagai cara juga dilakukan untuk memadamkan pemberontakan DI/TII Aceh. Salah satunya, mendatangkan pasukan dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah untuk mendesak pasukan TII Aceh hingga hutan.
Lalu, diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-28 Desember 1962 oleh Kolonel M. Yasin. Akhirnya, Daud Beureuh menerima hasil musyawarah dan kembali ke masyarakat.
Pasalnya, pemberontakan DI/TII terjadi di beberapa wilayah Indonesia, yakni Jawa, Kalimantan, Sulawesi, maupun Sumatera. DI merupakan singkatan dari Darul Islam, sedangkan TII singkatan dari Tentara Islam Indonesia.
Gerakan Darul Islam (DI) adalah gerakan politik yang tujuannya mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI memiliki pasukan bernama Tentara Islam Indonesia (TII).
Baca Juga: Ambulans Saksi Bisu Pemberontakan DI/TII
Nah, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat merupakan pelopor gerakan ini. Pemimpinnya SM.Kartosuwiryo didaulat sebagai imam atau pemimpin tertinggi dari Negara Islam Indonesia.
Kemudian, diakui oleh wilayah-wilayah pemberontakan lainnya. Melansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, latar belakang pemberontakan DI/TII di Jawa Barat adalah kekecewaan pasukan Hisbullah dan Fisabilillah terhadap hasil perundingan Renville karena diperintahkan untuk meninggalkan Jawa Barat.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat terjadi mulai Februari 1948 hingga 4 Juni 1962. Adapun prosesnya dimulai dari pengangkatan diri Kartosuwiryo menjadi pemimpin tertinggi pada Februari 1948.
Baca Juga: Soal Ikrar Eks DI/TII, Semua Pihak Diminta Berpikir Positif
Selanjutnya, terjadi pertempuran antara pasukan Divisi Siliwangi yang long march dengan pasukan TII di Malangbong. Kemudian, Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949 memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ditumpas dengan berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan pendekatan pribadi yang dilakukan oleh Ketua Masyumi Muhammad Natsir, namun mengalami kegagalan.
Selain itu, operasi pagar betis, yakni strategi militer dengan menyertakan kekuatan rakyat. Strategi ini membuat gerakan pasukan TII semakin sempit.
Lalu, pada 4 Juni 1962, pasukan Divisi Siliwangi berhasil menangkap Kartosuwiryo. Saat itu, Mahkamah Angkatan Darat Jawa-Madura menjatuhi hukuman mati kepada Kartosuwiryo.
Sementara itu, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dilatarbelakangi oleh keinginan untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia bentukan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah ini berlangsung pada 23 Agustus 1949 hingga Juni 1954.
Sedangkan proses pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah adalah mengikrarkan berdirinya DI/TII Jawa Tengah (Jateng) pada 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal. Kemudian, perluasan pemberontakan di Kebumen oleh Kiai Moh. Mahfudz.
Selain itu, Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan pasukan DI/TII Jateng. Pemberontakan DI/TII Jateng berhasil dihentikan dengan cara pembentukan komando operasi militer oleh pemerintah yang diberi nama Gerakan Benteng Nasional pada Januari 1950.
Di samping itu, pembentukan komando militer Operasi Benteng Raiders. Pada Juni 1954, DI/TII Jateng berhasil dilumpuhkan.
Adapun latar belakang pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan adalah kekecewaan Kahar Muzakar karena pasukannya yang tergabung dalam Komando Griliya tidak dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS). Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan berlangsung pada 1950 hingga Februari 1965.
Proses pemberontakan Kahar Muzakar dimulai setelah pasukannya ditolak ke dalam APRIS. Kahar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan.
Dia menyatakan bahwa pasukannya menjadi bagian dari NII Kartosuwiryo. Penumpasan pasukan DI/TII Sulawesi Selatan dilakukan dengan penyerbuan oleh pasukan Batalyon 330/Kujang Siliwangi. Kahar Muzakar tewas tertembak dalam penggerebekan itu.
Sementara itu, pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan (Kalsel) berlangsung pada 1950 hingga 1959. Keinginan untuk bergabung dengan NII bentukan Kartosuwiryo yang melatarbelakangi pemberontakan DI/TII Kalsel.
Pemberontakan DI/TII Kalsel diawali dari deklarasi Ibnu Hajar pada Oktober 1950 bahwa DI/TII Kalsel merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwiryo. Dia juga menamakan pasukannya Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT).
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi pembentukan Ibnu Hajar. Salah satunya cara persuasif, pemerintah menyarankan agar Ibnu Hajar menghentikan pemberontakannya.
Namun, usaha pemerintah ini gagal. Lalu, operasi militer dilaksanakan pada 1959. Operasi ini berhasil menangkap Ibnu Hajar sekaligus menumpas DI/TII Kalsel.
Sementara itu, pemberontakan DI/TII Aceh berlangsung pada 1953-1962. Latar belakang pemberontakan ini adalah kekecewaan masyarakat Aceh karena diturunkannya status Aceh menjadi Keresidenan di bawah Sumatera Utara.
Pemberontakan ini dimulai dengan keluarnya maklumat yang menyatakan Aceh bagian dari DI/TII Jawa Barat pada 20 September 1953. Setelah itu, pasukan Daud Beureuh menguasai berbagai kota di Aceh dan mempropagandakan rakyat Aceh untuk anti terhadap RI.
Berbagai cara juga dilakukan untuk memadamkan pemberontakan DI/TII Aceh. Salah satunya, mendatangkan pasukan dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah untuk mendesak pasukan TII Aceh hingga hutan.
Lalu, diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-28 Desember 1962 oleh Kolonel M. Yasin. Akhirnya, Daud Beureuh menerima hasil musyawarah dan kembali ke masyarakat.
(rca)