Menjauhi Jurang Resesi Ekonomi

Kamis, 18 Agustus 2022 - 10:56 WIB
loading...
A A A
Merujuk data Kementerian Keuangan hingga 31 Mei 2022 posisi utang mencapai Rp7.002,24 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto sebesar 38,88%. Realisasi utang itu naik 9,1% dibandingkan realisasi posisi utang utang pada Mei 2021 sebesar Rp6.418,5 triliun. Inilah pangkal kemunculan dari analisis perbandingan kondisi Indonesia saat ini dengan krisis tengah dialami oleh Sri Lanka.

Sebagai sebuah analisa tentu saja itu sah untuk dilontarkan oleh siapa pun. Namun, apakah krisis Sri Lanka akan juga dialami oleh Indonesia karena semata-mata didasarkan pada kondisi nilai utang luar negeri Indonesia?

Harus dilihat bagaimana kondisi pertumbuhan ekonomi sebuah negara untuk menilai apakah negera tersebut akan gagal dalam utang luar negeri atau tidak. Selama negara tersebut masih memiliki pertumbuhan ekonomi positif dan utang luar negeri terus diusahakan turun, besar kemungkinan negara itu akan mampu bertahan lolos dari jeratan utang dan ketidakpastian ekonomi di masa depan.

Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesiaa saat ini sebagaimana capaian pada kuartal II 2022 tersebut menegaskan tren tumbuh di atas 5% secara beruntun selama tiga kuartal terakhir. Sebelum ini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 sebesar 5,1%. Tren positif ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kembali pada jalur semula seperti sebelum dihantam pandemi Covid-19.

Lalu bagaimana utang luar negeri Indonesia? Merujuk data Kementerian Keuangan hingga 31 Mei 2022 utang Indonesia mencapai Rp7.002,24 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto sebesar 38,88%. Realisasi utang itu naik 9,1% persen dibandingkan realisasi posisi utang pada Mei 2021 sebesar Rp 6.418,5 triliun. Adapun bila dibandingkan dengan posisi utang pada April 2022 turun 0,54% di mana saat itu mencapai Rp7.040,32 triliun.

Selain itu, harus dipahami juga posisi rasio utang terhadap produk domestik bruto 38,88% berada dalam kategori aman. Kondisi itu sangat jauh apabila dibandingkan dengan Sri Lanka dimana rasio utang terhadap produk domestik bruto lebih dari 100%.

Apabila dibedah lebih jauh sebagian besar utang Indonesia berupa surat berharga negara berdenominasi rupiah. Merujuk data Kementerian Keuangan, komposisi utang hingga 31 Mei 2022 berasal dari penarikan Surat Berharga Negara sebesar Rp 6.175,83 triliun atau mencapai 88,20%. Dalam bentuk rupiah domestik sebesar Rp4.934,56 triliun di mana berasal dari penerbitan Surat Utang Negara sebesar Rp4.055,03 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp879,53 triliun.

Kemudian komposisi utang Indonesia berasal dari pinjaman senilai Rp 826,41 triliun atau mencapai 11,8%. Ini terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp14,74 triliun dan utang berasal pinjaman luar negeri sebesar Rp 811,67 triliun. Adapun utang luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral Rp280,32 triliun, pinjaman multilateral Rp488,62 triliun, commercial banks Rp42,72 triliun.

Jadi, komposisi pinjaman luar negeri didominasi oleh pinjaman multilateral. Lagi-lagi kondisi ini sangat jauh berbeda dengan Sri Lanka di mana hampir semua utang negara tersebut berasal dalam skema bilateral.

Memang persoalan utang sangat seksi untuk dijadikan isu komoditas politik. Hal itu lantaran sebagian besar dari kita sekadar peduli pada besar jumlah utang, tidak meneliti lebih jauh komposisi utang tersebut terdiri dari apa saja, untuk apa utang itu, dan apakah aman atau tidak secara rasio terhadap produk domestik bruto (PDB).
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1472 seconds (0.1#10.140)