Imparsial Nilai Wacana Pengembalian Dwifungsi ABRI Bahayakan Demokrasi

Rabu, 10 Agustus 2022 - 13:00 WIB
loading...
Imparsial Nilai Wacana Pengembalian Dwifungsi ABRI Bahayakan Demokrasi
Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, usulan akan menghidupkan lagi dwifungsi ABRI dinilai akan berbahaya bagi demokrasi yang sudah berjalan. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wacana menghidupkan lagi dwifungsi ABRI dinilai akan berbahaya bagi demokrasi yang sudah berjalan. Usulan tersebut mengacu pada revisi UU TNI yang akan dibahas di DPR agar mengatur TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil atas permintaan dari institusi atas persetujuan Presiden.

Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, kehidupan demokrasi yang dicapai dan dinikmati hari ini adalah buah dari perjuangan politik berbagai kelompok pro demokrasi. Mestinya perjuangan tersebut terus dijaga. “Bukan sebaliknya malah mengabaikan sejarah dan pelan-pelan ingin mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru ,” kata Gufron dalam siaran persnya, Rabu (10/8/2022).

Penghapusan dwifungsi ABRI merupakan bagian dari agenda demokratisasi 1998. Penghapusan tersebut tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian, tapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional. “Secara lebih luas lagi merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia,” lanjutnya.

Salah satu praktik dwifungsi ABRI yang dihapuskan adalah penempatan anggota TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara maupun pemerintah daerah (gubernur, bupati, dan wali kota).

Kendati demikian, terdapat pengecualian yakni militer aktif hanya dapat menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan. Misalnya Kementerian Pertahanan, Kemenkopolhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung (Pasal 47 ayat 2 UU TNI).

"Kami menilai bahwa dalam upaya menjaga dan mendorong pemajuan sistem dan praktik demokrasi di Indonesia, peran sosial-politik ABRI/TNI yang telah dihapuskan pada tahun-tahun transisi politik 1998 menjadi penting untuk dijaga dan dipertahankan,” kata aktivis HAM ini.

Gufron meminta, elite politik untuk tidak membuka ruang dihidupkannya kembali praktik politik era otoritarian tersebut. Sekali ruang tersebut dibuka dan apalagi dilegalisasi melalui UU maka sama saja mengembalikan kembali peran TNI seperti di masa Orde Baru.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1895 seconds (0.1#10.140)