Pencegahan Intoleransi di Dunia Pendidikan Jadi Tanggung Jawab Semua Pihak

Senin, 08 Agustus 2022 - 17:31 WIB
loading...
Pencegahan Intoleransi di Dunia Pendidikan Jadi Tanggung Jawab Semua Pihak
Ketua Umum Yayasan ICRP Prof Siti Musdah Mulia. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Prof Siti Musdah Mulia menyayangkan terjadinya kasus pemaksaan penggunaan jilbab terhadap siswa SMA di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu. Menurutnya, persoalan ini akan terus berulang jika semua pihak tidak tegas dalam mencegah dan menangani persoalan intoleransi di masyarakat.

"Karena ini persoalan agama, persoalan budaya, sehingga tidak bisa cepat kita mengatasi ini. Terlebih jilbab ini adalah soal keyakinan jadi kita tidak bisa melarang," kata Prof Siti Musdah Mulia, Selasa (8/8/2022).

Yang harus ditekankan dalam hal ini, kata Siti Musdah Mulia, adalah bagaimana pemerintah dengan segala sumber dayanya mampu menangani persoalan ini dengan serius, sistematis, dan holistik. Caranya dengan menanamkan nilai Bhinneka Tunggal Ika serta memberi pengertian bahwa tidak ada benturan antara agama dan Pancasila sebagai hasil pemikiran para founding fathers bangsa.



"Para fouding fathers kita sudah sepakat memiih demokrasi bukan teokrasi. Demokrasi itu adalah sebuah sistem, di mana seorang mau menerima dan melihat orang yang berbeda, sehingga tidak boleh ada pemaksaan. Paling tidak pemerintah harus berusaha menunjukkan keseriusannya," kata Kepala Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, Kementerian Agama ini.

Tidak hanya pemerintah, Musdah juga menilai upaya pencegahan intoleransi di dunia pendidikan harus menjadi tanggung jawab semua pihak untuk memastikan bahwa agama di masyarakat merupakan agama yang inklusif, toleran, dan sesuai dengan Pancasila.

"Jadi kalau mengaku sebagai orang yang beragama, maka kita harus toleran. Toleran itu nggak mesti meyakini dan setuju keimanan agama lain, tetapi dengan legowo menerima bahwa beragama adalah hak mereka atau hak orang lain," kata wanita pertama yang dikukuhkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Profesor Riset bidang Lektur Keagamaan ini.

Baca juga: Kasus Pemaksaan Jilbab, Sri Sultan Copot Kepala Sekolah dan 3 Guru SMAN 1 Banguntapan Bantul

Menurutnya, insiden jilbab di salah satu SMA Negeri itu sebagai sebuah praktik intoleransi yang cukup kontradiktif dengan visi misi dan jargon Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mengusung Merdeka Belajar. Sebab, sudah seharusnya sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk mengembangkan diri dan memahami nilai-nilai kewarganegaraan yang sesuai dengan semangat Pancasila.

"Katanya Merdeka Belajar, tapi siswa tidak boleh punya pilihan. Sekolah harusnya mengajarkan saling menghargai, ajari sikap dan karakter sebagai murid itu apa, tugas, dan kewajiban murid, itu yang seharusnya dijelaskan oleh sekolah. Mau pakai jilbab itu baik, tidak pakai juga tidak apa-apa, tidak boleh menghakimi mereka yang berbeda," kata aktivis yang sangat kritis dalam isu HAM, agama, dan perempuan ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5263 seconds (0.1#10.140)