Dewan Pengawas Agendakan Periksa Saksi Dugaan Pelanggaran Etik Ketua KPK

Senin, 29 Juni 2020 - 11:21 WIB
loading...
Dewan Pengawas Agendakan Periksa Saksi Dugaan Pelanggaran Etik Ketua KPK
Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) bakal memeriksa sejumlah saksi dalam dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri .

"Pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik, tentu tidak cukup didasarkan keterangan satu orang," ujar anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris dikonfirmasi, Senin (29/6/2020).

Menurut Syamsuddin, pihaknya telah meminta keterangan Firli pada Kamis (25/6) lalu. Namun Dewan Pengawas masih membutuhkan keterangan lain dari saksi-saksi lain. Selain itu, dibutuhkan pula barang bukti untuk mendalami laporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

"Dewas masih akan terus kumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang tahu, mendengar, melihat, dan/atau memiliki info terkait isu tersebut," ungkapnya.

(Baca: Gaya Hidup Mewah, ICW Minta Dewas KPK Tidak Ragu Tindak Firli Bahuri)

Saat dikonfirmasi, Firli pun enggan mengomentari aduan MAKI ke Dewas KPK terkait gaya hidup mewahnya. Jenderal bintang tiga itu berdalih, hanya fokus kerja pada penindakan dan pencegahan korupsi saat ini.

"Saya hanya kerja dan kerja. Masa waktu kita habis karena merespons kritik dan aduan," ujar Firli kepada wartawan, Jumat (26/6/2020).

Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK oleh MAKI terkait penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatra Selatan pada Sabtu (20/6/2020). Firli ke Baturaja dalam rangka kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orang tuanya.

(Baca: Naik Helikopter Swasta, Ketua KPK Dilaporkan Lagi ke Dewan Pengawas)

Koordinator MAKI sekaligus pelapor, Boyamin Saiman mengklaim jarak tempuh dari Palembang ke Baturaja hanya membutuhkan waktu empat jam menggunakan mobil.

"Hal ini bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah apalagi dari larangan bermain golf. Pelarangan main golf karena dianggap bergaya hidup mewah telah berlaku sejak tahun 2004 dan masih berlaku hingga kini," kata Boyamin.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2924 seconds (0.1#10.140)