Priyo: Cebong-Kadrun Harus Segera Disudahi

Senin, 01 Agustus 2022 - 17:22 WIB
loading...
Priyo: Cebong-Kadrun Harus Segera Disudahi
Pendiri Pridem Institute Priyo Budi Santoso mengharapkan para begawan politik mencegah terulangnya disintegrasi cebong-kadrun di Pilpres 2024. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Para begawan politik diharapkan mencegah terulangnya disintegrasi cebong-kadrun di Pilpres 2024 . Menurut Pendiri Pridem Institute Priyo Budi Santoso, bangsa ini memiliki pekerjaan rumah (PR) besar dalam menghadapi potensi perpecahan bangsa dan gesekan sosial.

“Saya menyampaikan salut dan hormat atas pidato orasi Abangda Surya Paloh yang hebat dan inspiratif tentang warning bahayanya perpecahan bangsa,” kata Priyo dalam siaran persnya, Senin (1/8/2022).

Dia menilai Surya Paloh sedang membangunkan pikiran berpolitik yang selama ini tertidur dari iklim politik ‘ora mikir’ dan ‘telat mikir’ yang abai terhadap bahaya perpecahan. Priyo mengatakan, orasi tingkat begawan politik ini disampaikan pada waktu dan momentum yang tepat, yaitu saat mau memasuki tahun politik pilpres dan pileg.





Menurutnya, fenomena Cebong versus Kadrun terbukti menjadi pelatuk yang mempertajam polarisasi masyarakat. Dia menambahkan, pertengkaran (sektarian) yang terus dipelihara adalah diskursus yang tidak mencerdaskan, bahkan makin menambah luka sosial yang destruktif.

"Ini harus segera disudahi, segera tutup buku dan tamat riwayat sebelum memasuki tahun politik 2024. Kesengajaan melanggengkan Buzzer-Cebong-Kadrun sama saja membiarkan api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa membakar tatanan sosial bangsa,” ungkap Wakil Ketua DPR periode 2009-2014 tersebut.

Dia berpendapat, politik identitas sebenarnya lumrah dalam politik dan demokrasi. Identitas merupakan trademark dan ciri khas perjuangan suatu kelompok politik. Ini given dalam politik. "Sejarah perpolitikan kita (Pemilu 1955) bahkan pernah mengalami ragam politik identitas yang sangat berwarna,” ujara Priyo.

Politik identitas nasionalis, komunis, agamis (partai Islam, Kristen, Katolik) tampil mengemuka. Namun, kata dia, Pemilu 1955 justru menjadi pemilu yang paling orisinil dan demokratis.

"Kuncinya ternyata para tokoh politik zaman itu berdinamika dalam tradisi dan koridor moralitas politik yang wisdom,” tuturnya.

Dia menuturkan, orasi Surya Paloh adalah orasi pencerahan bangsa. Dia mengajak dan menunggu pikiran-pikiran dari para begawan dan tokoh-tokoh bangsa seperti Presiden Jokowi, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla (JK), Try Sutrisno, dan para ketua umum partai politik ternama seperti Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, AHY, Ahmad Syaikhu, Zulkifli Hasan, maupun Suharso Monoarfa.

“Tokoh-tokoh yang saya sebutkan di atas nantinya menjadi penentu lahirnya blok koalisi partai politik dalam pencalonan presiden mendatang,” tutur Priyo.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan sudah ditolaknya uji materi ambang batas pencalonan presiden, maka merekalah harapan agar pilpres mendatang tidak lagi hanya melahirkan dua blok besar yang langsung berhadap-hadapan. "Kita tentu berharap kondisi seperti Pemilu 2019 tidak boleh terulang lagi. Jangan sampai politik menjadi bensin yang meletupkan perpecahan bangsa,” pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1112 seconds (0.1#10.140)