Kriminolog Imbau Publik Tunggu Puzzle Kasus Brigadir J Sempurna

Kamis, 28 Juli 2022 - 11:54 WIB
loading...
A A A
“Kriminolog bukan ahli forensik. Paling tidak, saya bisa menerangkan ketika sebuah dugaan terjadinya kejahatan maka banyak pihak yang harus dilibatkan, manajemen perkara harus baik. Misal, ada biru-biru itu dari media. Kan orang sakit jantung, biru-biru juga. Orang lebam mayat, kan biru-biru juga. Yang bisa membedakan siapa? Kriminolog tidak bisa. Forensik medis yang membedakan itu,” ungkapnya.

Di samping itu, Kisnu juga mengingatkan publik tidak beranggapan bahwa setiap orang yang meninggal dalam kasus kejahatan itu merupakan korban. Dalam ilmu kriminologi, ada teori yang menyebutkan bahwa pelaku kejahatan biasanya memang meninggal dunia karena adanya paradigma interaksionisme simbolik.

Kisnu kemudian menyitir teori David F. Luckenbill tentang tahapan terjadinya kekerasan. Mulai dari awal sampai dengan jatuhnya adanya kematian atau korban adalah pertukaran simbol yang berlangsung dalam suatu interaksi. Ujungnya kekerasan tapi sebelumnya harus melewati beberapa tahapan.

“Menurut dia (Luckenbill) ada 5 tahapan, yang pada dasarnya tektok pertukaran simbol dan memaknai sebuah situasi seperti apa. Luckenbill bilang, biasanya kekerasan itu ada trigger, ada yang memulai, ada yang melemparkan simbol, ada yang men-trigger munculnya simbol,” terangnya.

Tapi masalahnya, lanjut Kisnu, seringkali seseorang yang men-trigger itu memunculkan definisi situasi baru. Definisi situasi baru itulah menyebabkan audiens merespons.

Ketika direspons dia merespons balik. Sampai pada satu titik, pertukaran simbolnya ini mencapai titik kritis. “Di situlah kemudian terjadi pembunuhan, kekerasan yang menyebabkan sesorang meninggal dunia. Nah, itu tahap kelima,” katanya.

Pada akhirnya, ada seseorang meninggal dunia dan pelaku biasanya beberapa kemungkinan menyerahkan diri, ditangkap orang lain di sekitarnya, melarikan diri yang tidak tertangkap oleh siapapun. “Jadi dia kasih opsinya seperti itu,” tuturnya.

Uniknya, kata Kisnu, teori Luckenbill ini menyebut bahwa orang yang memulai, orang yang melempar trigger, melempar simbol pertama, biasanya itu adalah pelaku utamanya. Dianggap sebagai sebenarnya penjahatnya. Cuma masalahnya, setelah melewati tahap-tahap ini, dia yang meninggal.

“Sekarang pertanyaannya, bagaimana sistem peradilan pidana melihat fenomena ini? Siapa pelakunya? Pelakunya adalah orang yang melakukan pembunuhan, yang nota bene adalah orang yang merespons, justru kemudian ditetapkan dianggap sebagai pelakunya. Orang yang meninggal notabene awalnya men-trigger sebagai pelaku awalnya, karena dia meninggal maka dianggap sebagi korban,” tandasnya.
(poe)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1519 seconds (0.1#10.140)