BPK Serahkan LHP ke Kementerian ESDM dan LHK, Ini Catatannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) IV Haerul Saleh menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2021 kepada dua kementerian. Dua kementerian ini yakni, Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Selain menyerahkan LHP, BPK juga menggelar Entry Meeting Pemeriksaan Semester II Tahun 2022 pada dua kementerian tersebut.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, atas Laporan Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Laporan Keuangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021 BPK memberikan Opini WTP," kata Haerul Saleh dalam keterangan tertulis, Rabu (27/7/2022).
Untuk Kementerian ESDM, Haerul meminta agar aplikasi e-PNBB versi 2 yang masih memiliki kelemahan agar diperbaiki. Yaitu dari sisi proses verifikasi atas transaksi yang hanya difokuskan untuk transaksi yang dilaporkan memiliki nilai lebih bayar dan lunas (nihil).
"Sedangkan transaksi yang dilaporkan kurang bayar tidak diprioritaskan untuk dilakukan verifikasi. Permasalahan ini mengakibatkan PNBP yang dihitung dengan menggunakan Aplikasi ePNBP versi 2 tidak akurat dan tidak dapat diandalkan," jelas Haerul.
Di samping itu Haerul mengungkapkan, masih adanya transaksi penjualan mineral dan batubara yang mengakibatkan hak negara berupa penerimaan negara dan pengenaan royalty dan penjualan hasil tambang (PHT), tidak dapat segera diterima dan dimanfaatkan.
Lebih lanjut, Haerul meminta agar pengelolaan royalti dan PHT melalui aplikasi e-PNBP versi 2 pada Ditjen Minerba belum memadai, antara lain terdapat pendapatan yang tidak dapat diyakini kewajarannya dan ada kesalahan penginputan yang menimbulkan potensi kurang bayar, serta potensi lebih bayar.
"Menteri ESDM agar menginstruksikan Dirjen Minerba untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan Aplikasi e-PNBP versi 2 dan menyusun pedoman penginputan Aplikasi ePNBP versi 2," pinta Haerul.
Sementara untuk di Kementerian LHK, beber Haerul terdapat potensi pendapatan kehutanan atas kegiatan di kawasan hutan yang belum dapat diperoleh.
Haerul masih menemukan bahwa Kementerian LHK tidak segera memproses penggunaan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
ia meminta agar Kementerian LHK agar melakukan pengendalian Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) seluas 263.159 Ha yang tidak memadai, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran atas kegiatan RHL sebesar Rp1,05 miliar
"Menteri LHK agar menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan untuk menghimpun pendokumentasian data realisasi luas penanaman, yang antara lain diukur dan dipetakan menggunakan global positioning system (GPS), drone, dan alat ukur lainnya," jelas Haerul.
Untuk itu Haerul berpendapat, Kementerian LHK tidak melaksanakan evaluasi dan pelaporan atas pemenuhan kewajiban Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) secara memadai, serta tidak melaksanakan pengamanan hutan atas areal PPKH yang telah habis/dicabut/dibatalkan, yang mengakibatkan hak negara atas penggunaan kawasan hutan tidak dapat ditagihkan juga potensi hilangnya areal kawasan hutan
"Menteri LHK agar menginstruksikan Dirjen Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) untuk menghimpun pendokumentasian data pemenuhan kewajiban PKH, serta penerapan sanksi bagi pemegang PKH yang tidak memenuhi ketentuan secara otomatis dalam suatu sistem terpadu," ujar Haerul.
Haerul mengingatkan bahwa sebagaimana perintah Undang-Undang (UU) 15/2004 dalam Pasal 26 Ayat (2), di mana setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Dalam penyerahan LKPP 2022 di Istana bogor Bapak Presiden menyampaikan secara terbuka, Pak Jokowi menginstruksikan kepada para Menteri, para kepala Lembaga dan kepala daerah, agar semua rekomendasi pemeriksaan BPK segera ditindaklanjuti dan diselesaikan," tegas Haerul.
Selain menyerahkan LHP, BPK juga menggelar Entry Meeting Pemeriksaan Semester II Tahun 2022 pada dua kementerian tersebut.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, atas Laporan Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Laporan Keuangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021 BPK memberikan Opini WTP," kata Haerul Saleh dalam keterangan tertulis, Rabu (27/7/2022).
Baca Juga
Untuk Kementerian ESDM, Haerul meminta agar aplikasi e-PNBB versi 2 yang masih memiliki kelemahan agar diperbaiki. Yaitu dari sisi proses verifikasi atas transaksi yang hanya difokuskan untuk transaksi yang dilaporkan memiliki nilai lebih bayar dan lunas (nihil).
"Sedangkan transaksi yang dilaporkan kurang bayar tidak diprioritaskan untuk dilakukan verifikasi. Permasalahan ini mengakibatkan PNBP yang dihitung dengan menggunakan Aplikasi ePNBP versi 2 tidak akurat dan tidak dapat diandalkan," jelas Haerul.
Di samping itu Haerul mengungkapkan, masih adanya transaksi penjualan mineral dan batubara yang mengakibatkan hak negara berupa penerimaan negara dan pengenaan royalty dan penjualan hasil tambang (PHT), tidak dapat segera diterima dan dimanfaatkan.
Lebih lanjut, Haerul meminta agar pengelolaan royalti dan PHT melalui aplikasi e-PNBP versi 2 pada Ditjen Minerba belum memadai, antara lain terdapat pendapatan yang tidak dapat diyakini kewajarannya dan ada kesalahan penginputan yang menimbulkan potensi kurang bayar, serta potensi lebih bayar.
"Menteri ESDM agar menginstruksikan Dirjen Minerba untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan Aplikasi e-PNBP versi 2 dan menyusun pedoman penginputan Aplikasi ePNBP versi 2," pinta Haerul.
Sementara untuk di Kementerian LHK, beber Haerul terdapat potensi pendapatan kehutanan atas kegiatan di kawasan hutan yang belum dapat diperoleh.
Haerul masih menemukan bahwa Kementerian LHK tidak segera memproses penggunaan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
ia meminta agar Kementerian LHK agar melakukan pengendalian Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) seluas 263.159 Ha yang tidak memadai, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran atas kegiatan RHL sebesar Rp1,05 miliar
"Menteri LHK agar menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan untuk menghimpun pendokumentasian data realisasi luas penanaman, yang antara lain diukur dan dipetakan menggunakan global positioning system (GPS), drone, dan alat ukur lainnya," jelas Haerul.
Untuk itu Haerul berpendapat, Kementerian LHK tidak melaksanakan evaluasi dan pelaporan atas pemenuhan kewajiban Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) secara memadai, serta tidak melaksanakan pengamanan hutan atas areal PPKH yang telah habis/dicabut/dibatalkan, yang mengakibatkan hak negara atas penggunaan kawasan hutan tidak dapat ditagihkan juga potensi hilangnya areal kawasan hutan
"Menteri LHK agar menginstruksikan Dirjen Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) untuk menghimpun pendokumentasian data pemenuhan kewajiban PKH, serta penerapan sanksi bagi pemegang PKH yang tidak memenuhi ketentuan secara otomatis dalam suatu sistem terpadu," ujar Haerul.
Haerul mengingatkan bahwa sebagaimana perintah Undang-Undang (UU) 15/2004 dalam Pasal 26 Ayat (2), di mana setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Dalam penyerahan LKPP 2022 di Istana bogor Bapak Presiden menyampaikan secara terbuka, Pak Jokowi menginstruksikan kepada para Menteri, para kepala Lembaga dan kepala daerah, agar semua rekomendasi pemeriksaan BPK segera ditindaklanjuti dan diselesaikan," tegas Haerul.
(maf)