Kebijakan Strategis Bappebti Berikan Dampak Positif terhadap Kinerja SRG
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara konsisten terus melakukan berbagai langkah dan kebijakan strategis dalam mendukung pengembangan Sistem Resi Gudang (SRG) di Indonesia. Salah satunya dengan melakukan pembinaan, pengaturan, pengembangan, serta pengawasan terhadap pelaksanaan SRG di Indonesia.
“Menurut data Bappebti, pemanfaatan resi gudang di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Tercatat akumulasi penerbitan resi gudang sampai saat ini telah diterbitkan sebanyak 4.732 resi gudang dengan volume 142.620 ton atau senilai Rp1,946 triliun dengan nilai pembiayaan sebesar Rp1,249 triliun,” ujar Plt. Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko, Rabu (27/7/2022).
Penerbitan resi gudang tersebut dilakukan di 186 gudang SRG di 125 kabupaten/kota, yang tersebar di 25 provinsi di Indonesia. Pelaksanaan SRG tersebut dilaksanakan baik dengan memanfaatkan gudang yang dibangun Kementerian Perdagangan, kementerian/lembaga terkait, dan gudang milik swasta.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011, SRG merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang bertujuan untuk mendukung kelancaran produksi dan distribusi perdagangan yang dapat dimanfaatkan para petani, poktan, gapoktan, koperasi, maupun pelaku usaha lainnya.
Selain itu, SRG dapat dijadikan sebagai instrumen tunda jual untuk mengantisipasi terjadinya penurunan harga pada saat panen raya. SRG sangat berguna karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang yang disimpan di gudang.
SRG juga berpotensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi tujuan pembangunan sektor industri dan perdagangan yang berbasis sumber daya lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu mekanisme yang mengintegrasikan SRG dengan pasar (akses pasar), ketersediaan informasi mengenai stok dan mutu komoditas kepada semua yang aktif dalam sektor komoditas, termasuk informasi harga.
“Selain itu, SRG juga memberikan kepercayaan dan keamanan lebih besar dalam transaksi perdagangan, mempermudah dalam memperoleh pembiayaan komoditas yang kompetitif, dan memungkinkan mitigasi risiko harga yang lebih efektif dan transparan,” kata Didid.
Sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi sektor kunci dalam upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan memperkokoh perekonomian di Indonesia. Namun, umumnya petani dan pelaku agribisnis kecil lainnya mengalami kendala dalam mengembangkan usahanya, mulai dari aspek permodalan hingga akses pasar.
Selain itu, petani di Indonesia masih dihadapkan pada situasi tanpa pilihan kecuali menjual komoditasnya segera setelah panen kepada pedagang pengumpul dengan harga rendah. Dengan adanya SRG, diharapkan hal tersebut dapat teratasi dengan hasil yang maksimal.
Perkembangan pelaksanaan SRG saat ini, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2021 yang merupakan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No 33 tahun 2020 tentang Barang dan Persyaratan Barang yang dapat disimpan dalam Sistem Resi Gudang, komoditas yang dapat masuk ke SRG telah mencakup 20 komoditas, yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam karkas beku, gula kristal putih, dan kedelai.
Selama 2021, telah diterbitkan 623 resi gudang untuk 12 komoditas meliputi gabah, beras, jagung, rumput laut, lada, kopi, ayam karkas beku, ikan, kedelai, gambir, bawang merah dan timah. Total nilai resi gudang yang telah diterbitkan mencapai Rp515,7 miliar dengan nilai pembiayaan dari bank/nonbank mencapai Rp356,1 miliar.
Sedangkan, per 19 Juli 2022 telah diterbitkan 290 resi gudang untuk delapan komoditas meliputi gabah, beras, rumput laut, timah, ikan, gula, kopi dan ayam karkas beku sebesar 8.203 ton dengan nilai Rp506,34 miliar dan pembiayaan sebesar Rp350,90 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) Widiastuti menyampaikan bahwa dari tahun ke tahun, partisipasi pelaku usaha komoditas dalam memanfaatkan SRG juga semakin meningkat.
"Baik sebagai badan usaha yang terlibat langsung dalam menyelenggarakan pengelolaan gudang berbasis SRG, maupun pelaku yang memanfaatkan SRG sebagai skema penyimpanan stok, tunda jual, serta untuk memperoleh pembiayaan usaha,” tutur Widiastuti.
Tercatat sampai saat ini telah terdapat 108 pengelola gudang SRG, yang telah mendapatkan persetujuan dari Bappebti, 231 Gudang SRG (baik yang dibangun/dimiliki oleh pemerintah maupun oleh swasta) serta 70 lembaga penilaian kesesuaian SRG, yang mendukung pelaksanaan SRG di Indonesia.
“Peningkatan partisipasi pelaku usaha dan kelembagaan di bidang SRG tentu juga berdampak langsung kepada nilai pemanfaatan SRG yang dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan positif. Tercatat pada 2019 dan 2020 nilai transaksi SRG mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 11,3 persen dan 71,9 persen. Pada 2021, nilai transaksi resi gudang telah mencapai Rp515,7 miliar atau tumbuh sebesar 170 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama,” papar Widiastuti.
Selain itu, nilai pembiayaan berbasis SRG juga mengalami peningkatan. Pada 2021, nilai pembiayaan yang disalurkan telah mencapai Rp356,1 miliar atau meningkat 203 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan SRG oleh para Petani, Petambak, Nelayan dan UKM, pemerintah telah melakukan penyempurnaan pengaturan Skema Subsidi Resi Gudang dengan diterbitkannya PMK No.187/PMK.05/2021.
Melalui PMK yang baru ini, dilakukan penyempurnaan substansi seperti pemberian subsidi margin untuk kredit syariah, penambahan plafon pembiayaan, integrasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan S-SRG, serta hal-hal lain yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan S-SRG. CM
“Menurut data Bappebti, pemanfaatan resi gudang di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Tercatat akumulasi penerbitan resi gudang sampai saat ini telah diterbitkan sebanyak 4.732 resi gudang dengan volume 142.620 ton atau senilai Rp1,946 triliun dengan nilai pembiayaan sebesar Rp1,249 triliun,” ujar Plt. Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko, Rabu (27/7/2022).
Penerbitan resi gudang tersebut dilakukan di 186 gudang SRG di 125 kabupaten/kota, yang tersebar di 25 provinsi di Indonesia. Pelaksanaan SRG tersebut dilaksanakan baik dengan memanfaatkan gudang yang dibangun Kementerian Perdagangan, kementerian/lembaga terkait, dan gudang milik swasta.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011, SRG merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang bertujuan untuk mendukung kelancaran produksi dan distribusi perdagangan yang dapat dimanfaatkan para petani, poktan, gapoktan, koperasi, maupun pelaku usaha lainnya.
Selain itu, SRG dapat dijadikan sebagai instrumen tunda jual untuk mengantisipasi terjadinya penurunan harga pada saat panen raya. SRG sangat berguna karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang yang disimpan di gudang.
SRG juga berpotensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi tujuan pembangunan sektor industri dan perdagangan yang berbasis sumber daya lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu mekanisme yang mengintegrasikan SRG dengan pasar (akses pasar), ketersediaan informasi mengenai stok dan mutu komoditas kepada semua yang aktif dalam sektor komoditas, termasuk informasi harga.
“Selain itu, SRG juga memberikan kepercayaan dan keamanan lebih besar dalam transaksi perdagangan, mempermudah dalam memperoleh pembiayaan komoditas yang kompetitif, dan memungkinkan mitigasi risiko harga yang lebih efektif dan transparan,” kata Didid.
Sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi sektor kunci dalam upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan memperkokoh perekonomian di Indonesia. Namun, umumnya petani dan pelaku agribisnis kecil lainnya mengalami kendala dalam mengembangkan usahanya, mulai dari aspek permodalan hingga akses pasar.
Selain itu, petani di Indonesia masih dihadapkan pada situasi tanpa pilihan kecuali menjual komoditasnya segera setelah panen kepada pedagang pengumpul dengan harga rendah. Dengan adanya SRG, diharapkan hal tersebut dapat teratasi dengan hasil yang maksimal.
Perkembangan pelaksanaan SRG saat ini, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2021 yang merupakan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No 33 tahun 2020 tentang Barang dan Persyaratan Barang yang dapat disimpan dalam Sistem Resi Gudang, komoditas yang dapat masuk ke SRG telah mencakup 20 komoditas, yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam karkas beku, gula kristal putih, dan kedelai.
Selama 2021, telah diterbitkan 623 resi gudang untuk 12 komoditas meliputi gabah, beras, jagung, rumput laut, lada, kopi, ayam karkas beku, ikan, kedelai, gambir, bawang merah dan timah. Total nilai resi gudang yang telah diterbitkan mencapai Rp515,7 miliar dengan nilai pembiayaan dari bank/nonbank mencapai Rp356,1 miliar.
Sedangkan, per 19 Juli 2022 telah diterbitkan 290 resi gudang untuk delapan komoditas meliputi gabah, beras, rumput laut, timah, ikan, gula, kopi dan ayam karkas beku sebesar 8.203 ton dengan nilai Rp506,34 miliar dan pembiayaan sebesar Rp350,90 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) Widiastuti menyampaikan bahwa dari tahun ke tahun, partisipasi pelaku usaha komoditas dalam memanfaatkan SRG juga semakin meningkat.
"Baik sebagai badan usaha yang terlibat langsung dalam menyelenggarakan pengelolaan gudang berbasis SRG, maupun pelaku yang memanfaatkan SRG sebagai skema penyimpanan stok, tunda jual, serta untuk memperoleh pembiayaan usaha,” tutur Widiastuti.
Tercatat sampai saat ini telah terdapat 108 pengelola gudang SRG, yang telah mendapatkan persetujuan dari Bappebti, 231 Gudang SRG (baik yang dibangun/dimiliki oleh pemerintah maupun oleh swasta) serta 70 lembaga penilaian kesesuaian SRG, yang mendukung pelaksanaan SRG di Indonesia.
“Peningkatan partisipasi pelaku usaha dan kelembagaan di bidang SRG tentu juga berdampak langsung kepada nilai pemanfaatan SRG yang dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan positif. Tercatat pada 2019 dan 2020 nilai transaksi SRG mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 11,3 persen dan 71,9 persen. Pada 2021, nilai transaksi resi gudang telah mencapai Rp515,7 miliar atau tumbuh sebesar 170 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama,” papar Widiastuti.
Selain itu, nilai pembiayaan berbasis SRG juga mengalami peningkatan. Pada 2021, nilai pembiayaan yang disalurkan telah mencapai Rp356,1 miliar atau meningkat 203 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan SRG oleh para Petani, Petambak, Nelayan dan UKM, pemerintah telah melakukan penyempurnaan pengaturan Skema Subsidi Resi Gudang dengan diterbitkannya PMK No.187/PMK.05/2021.
Melalui PMK yang baru ini, dilakukan penyempurnaan substansi seperti pemberian subsidi margin untuk kredit syariah, penambahan plafon pembiayaan, integrasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan S-SRG, serta hal-hal lain yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan S-SRG. CM
(ars)