DPR Nilai Polri Perlu Sampaikan Hasil Autopsi Brigadir J
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai Polri perlu membuka hasil autopsi pertama Brigadir J atau Nopryansyah Yosua Hutabarat kepada masyarakat. Politikus Partai Demokrat ini berpendapat, hal tersebut perlu untuk mencegah terjadinya manipulasi termasuk hasil autopsi.
“Kasus ini sejak awal memunculkan polemik di masyarakat, wajar jika publik ingin tahu agar tidak terjadi manipulasi termasuk hasil autopsi. Namun demikian, publik tidak perlu resah karena manipulasi hasil visum et repertum juga merupakan tindak pidana,” kata Didik, Jumat (22/7/2022).
Dia menerangkan, autopsi merupakan pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya. Sehingga, pendapat dokter diperlukan dalam rangka menemukan kebenaran materiil atas perkara pidana.
Dia juga menilai visum itu penting untuk menentukan ada tidaknya suatu tindak pidana, mengarahkan penyidikan, menentukan jenis penuntutan, dan memberikan keyakinan hakim. Dia menambahkan, kejujuran dokter selaku pemberi keterangan amat penting dalam upaya penegakan hukum, mengingat peranan visum et repertum cukup penting.
“Karena, hakim sebagai pemutus perkara tidak dibekali ilmu-ilmu yang berhubungan dengan anatomi tubuh manusia,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa visum et repertum atau surat keterangan atau laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat digunakan sebagai ganti barang bukti. Pasalnya, barang bukti yang diperiksa tidak mungkin bisa dihadapkan di sidang pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya.
“Hal ini dimungkinkan karena barang bukti yang berhubungan dengan tubuh manusia, seperti luka, mayat, atau bagian tubuh lainnya dapat berubah menjadi sembuh atau membusuk,” jelasnya.
Maka itu, kata dia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginginkan pengungkapan kasus kematian Brigadir J ini dilakukan secara transparan, profesional, dan independen. Sehingga, telah dibentuk tim khusus agar proses penyidikan dapat disampaikan ke masyarakat secara terbuka, termasuk hasil autopsinya.
“Tidak dipungkiri, spekulasi publik masih terus berkembang termasuk hasil autopsi ini. Untuk itu, penting bagi penyidik untuk memberikan asupan informasi yang utuh kepada publik. Saya rasa perlu dan penting (sampaikan hasil autopsi) sebagai bagian transparansi dan akuntabilitas publik dalam pengungkapan kasus ini,” pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, kasus meninggalnya Brigadir J itu pun mendapat perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi memerintahkan Polri dan tim khusus untuk mengusut kasus ini agar transparan dalam melakukan penyelidikan dan jangan sampai ada yang ditutup-tutupi.
"Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas. Buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Transparan. Udah," kata Jokowi di NTT pada Kamis 21 Juli 2022.
Jokowi menilai pengungkapan secara transparan perlu dilakukan agar masyarakat tidak berspekulasi terhadap kasus yang terjadi ditangani oleh Polri. “Itu penting agar masyarakat tidak ada keragu-raguan terhadap peristiwa yang ada. Ini yang harus dijaga, kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga," pungkasnya.
“Kasus ini sejak awal memunculkan polemik di masyarakat, wajar jika publik ingin tahu agar tidak terjadi manipulasi termasuk hasil autopsi. Namun demikian, publik tidak perlu resah karena manipulasi hasil visum et repertum juga merupakan tindak pidana,” kata Didik, Jumat (22/7/2022).
Dia menerangkan, autopsi merupakan pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya. Sehingga, pendapat dokter diperlukan dalam rangka menemukan kebenaran materiil atas perkara pidana.
Dia juga menilai visum itu penting untuk menentukan ada tidaknya suatu tindak pidana, mengarahkan penyidikan, menentukan jenis penuntutan, dan memberikan keyakinan hakim. Dia menambahkan, kejujuran dokter selaku pemberi keterangan amat penting dalam upaya penegakan hukum, mengingat peranan visum et repertum cukup penting.
“Karena, hakim sebagai pemutus perkara tidak dibekali ilmu-ilmu yang berhubungan dengan anatomi tubuh manusia,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa visum et repertum atau surat keterangan atau laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat digunakan sebagai ganti barang bukti. Pasalnya, barang bukti yang diperiksa tidak mungkin bisa dihadapkan di sidang pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya.
“Hal ini dimungkinkan karena barang bukti yang berhubungan dengan tubuh manusia, seperti luka, mayat, atau bagian tubuh lainnya dapat berubah menjadi sembuh atau membusuk,” jelasnya.
Maka itu, kata dia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginginkan pengungkapan kasus kematian Brigadir J ini dilakukan secara transparan, profesional, dan independen. Sehingga, telah dibentuk tim khusus agar proses penyidikan dapat disampaikan ke masyarakat secara terbuka, termasuk hasil autopsinya.
“Tidak dipungkiri, spekulasi publik masih terus berkembang termasuk hasil autopsi ini. Untuk itu, penting bagi penyidik untuk memberikan asupan informasi yang utuh kepada publik. Saya rasa perlu dan penting (sampaikan hasil autopsi) sebagai bagian transparansi dan akuntabilitas publik dalam pengungkapan kasus ini,” pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, kasus meninggalnya Brigadir J itu pun mendapat perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi memerintahkan Polri dan tim khusus untuk mengusut kasus ini agar transparan dalam melakukan penyelidikan dan jangan sampai ada yang ditutup-tutupi.
"Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas. Buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Transparan. Udah," kata Jokowi di NTT pada Kamis 21 Juli 2022.
Jokowi menilai pengungkapan secara transparan perlu dilakukan agar masyarakat tidak berspekulasi terhadap kasus yang terjadi ditangani oleh Polri. “Itu penting agar masyarakat tidak ada keragu-raguan terhadap peristiwa yang ada. Ini yang harus dijaga, kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga," pungkasnya.
(rca)