Tetap Waspada saat Berolahraga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung membuat aktivitas masyarakat terbatas termasuk dalam berolahraga. Padahal, olahraga menjadi satu di antara cara untuk meningkatkan imunitas. Tak heran saat kebijakan Car Free Day (CFD) kembali diadakan di Jakarta, masyarakat bereuforia dengan memenuhi jalan untuk melakukan beragam kegiatan olahraga.
Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 , masyarakat melakukan olahraga lari maupun bersepeda dengan menggunakan masker. Meski demikian, penggunaan masker saat berolahraga kini tengah menjadi sorotan.
Satu di antara alasannya, berolahraga dengan menggunakan masker yang tertutup rapat dinilai kurang tepat, dan berpotensi membahayakan kesehatan. Contohnya bulan lalu di Provinsi Henan, China dua siswa meninggal dunia seusai melakukan tes fisik berlari sejauh 1 kilometer dengan menggunakan masker.
Peristiwa serupa juga terjadi di Indonesia, seorang pesepeda di Alam Sutera tiba-tiba pingsan lalu meninggal setelah melakukan perjalanan dengan rombongannya. Pemicunya diduga akibat kelelahan dan kehabisan oksigen karena korban menggunakan masker saat melakukan aktivitas olahraga yang berat.
Dokter Spesialis Paru RS Persahabatan, Andika Chandra Putra mengungkapkan, berolahraga saat pandemi seperti saat ini yang wajib diperhatikan selain mematuhi protokol pencegahan, juga harus memperhatikan intensitas olahraga dan tempat melakukan olahraga. (Baca: Pesona Danau Kelimutu dan Legenda Perang Abadi)
Jika berolahraga di zona hijau dan tidak banyak orang, masker tidak harus dipakai. Kecuali apabila berada di zona merah Covid-19. Andika juga mengingatkan agar masyarakat menjaga intensitas saat berolahraga. Karena tujuan berolahraga itu untuk mencapai kondisi optimal, bukan berlatih keras layaknya atlet. “Harus dipahami untuk tidak berlebihan dalam berolahraga, apalagi saat memakai masker,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut dia, olahraga dengan kategori berat berdampak pada kemampuan pengambilan oksigen berkurang, apalagi jika seseorang menggunakan masker. “Sedangkan saat kita berolahraga kebutuhan oksigen meningkat,” jelas Andika.
Kebutuhan dan kemampuan tidak seimbang inilah yang membuat tubuh seseorang mudah lelah, konsentrasi menurun, akhirnya terjadi hipoksia atau kekurangan oksigen dalam darah. Hipoksia nanti juga akan berdampak pada fungsi organ tubuh penting lainnya seperti jantung dan otak. Andika menyarankan, saat bersepeda di jalan menanjak, seseorang dapat melepas maskernya. Sebab, saat itu tubuh membutuhkan oksigen yang lebih banyak. Tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi hal itu juga perlu menjadi perhatian kalangan remaja dan anak-anak.
Kejadian fatal saat berolahraga dengan intensitas berat menimpa seorang pemuda bernama Zhang Ping yang pingsan setelah lari sejauh 4 kilometer dengan mengenakan masker. Berdasarkan analisis dokter, organ tubuh Zhang Ping tertekan akibat aktivitas fisik yang terlalu intens dan kurangnya sirkulasi udara. “Kami melihat paru-paru Zhang mengerut dan menyusut sebesar 90%,” ungkap Rumah Sakit Pusat Wuhan (RSPW), China, tempat Zhang diperiksa. (Baca juga: PBNU Sebut RUU HIP Ibarat Membuka Kotak Pandora)
Zhang mengaku kesulitan bernafas dan menderita nyeri di bagian dada sebelum diperiksa dan dioperasi di RSPW. Zhang berolahraga dua pekan sejak lockdown dibuka di Wuhan, China pada pertengahan Mei lalu. Saat itu dia berharap olahraga akan meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Awalnya dia hanya berlari sejauh 3 kilometer per hari. Namun, sepekan kemudian dia mulai menambahnya menjadi 6 kilometer per hari. “Saya mulai kesulitan bernafas dan sedikit demi sedikit ada rasa sakit di bagian dada. Padahal, saya baru berlari sejauh 4 kilometer,” kata Zhang, dikutip Dailymail.
Dia mengaku, dirinya mencoba tetap berlari meskipun lebih pelan dan akhirnya menyerah. “Saya mencoba berjalan kaki, tetapi dada saya semakin sakit,”ungkapnya.
Saudara Zhang lalu membawanya ke RSPW setelah Zhang kesakitan dan pingsan. Menurut RSPW, Zhang menderita pneumothorax, dimana kondisi paru-paru tidak bekerja secara maksimal sehingga udara keluar melalui rongga dada. Nyawa Zhang terancam andai saja saudaranya tidak langsung membawanya ke RSPW.
Peristiwa yang dialami Zhang biasanya diderita pengidap asma, pneumonia, dan fibrosis kistik jika melakukan aktivitas berat. Dr Chen Baojun dari RSPW mengatakan, pneumothorax biasanya juga diderita orang dengan postur tinggi dan kurus. Dalam kasus Zhang, kondisi ini diperparah dengan penggunaan masker saat berlari.
“Saya sarankan agar masyarakat tidak mengenakan masker saat berolahraga karena hal itu akan menghambat saluran oksigen,” kata Dr Chen. Sebelumnya tiga siswa tewas setelah mengikuti kegiatan olahraga sambil mengenakan masker. Akibatnya, China melarang penggunaan masker selama berolahraga.
Sementara itu, dokter spesialis kedokteran olahraga Andi Kurniawan menegaskan, Perhimpunan Kedokteran Olahraga sudah melakukan literatur reviu. Mereka menyatakan tidak ada efek negatif dari penggunaan masker saat berolahraga. Masker memang menimbulkan ketidaknyamanan pada awal olahraga.
Kemudian, akan terjadi efek semacam hipoksia atau keterbatasan oksigen. “Tapi, tubuh kita memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Pernapasan memang akan lebih cepat. Kami merekomendasikan olahraga menggunakan masker itu jangan sampai terlalu ngos-ngosan,” ungkap Ketua Tim Medis Kontingen Indonesia pada Asian Games 2018 ini. (Baca juga: Pakar HAM PBB Desak UE Hukum Aneksasi Israel di Tepi Barat)
Dia menyarankan agar masyarakat melakukan olahraga yang ringan sampai sedang saja saat masa pandemi. Andi menyebut, justru efek olahraga intensitas tinggi dan dalam waktu lama akan menurunkan imunitas. Meski demikian, Andi tetap menyarankan agar masyarakat melakukan olahraga ringan di rumah.
“Masyarakat harus menyadari kita masih dalam pandemi, virus masih ada di mana-mana. Pemerintah melonggarkan PSBB ini motifnya ekonomi dari sisi kesehatan masyarakat itu belum,” tuturnya.
Kegiatan masyarakat keluar rumah untuk bekerja, lanjut dia, sudah menghadirkan risiko. Jika ditambah dengan berolahraga, risiko akan semakin besar. Banyak olahraga yang bisa dilakukan di rumah. Untuk latihan cardio dapat melakukan jumping Jack, naik-turun tangga, squat jump, dan lainnya. (Lihat videonya: Pihak Rumah Sakit Meminta Maaf Atas Insiden Tertukarnya Jenaah Saat Akan Dimakamkan)
Latihan beban juga bisa dilakukan dengan menggunakan barbel atau barang apa pun di rumah. Untuk stretching dapat melakukan yoga dengan arahan instruktur kelas melalui fitur online atau video.
Pelatih kebugaran Marcelllina Leonora menyarankan, masyarakat dengan kondisi kesehatan yang baik, khususnya yang berusia remaja dan sudah terbiasa berolahraga dapat melakukan program latihan cardiovascular, strength training, dan flexibility-mobility.
Sedangkan untuk usia 40-60 tahun ke atas bisa melakukan mobility training dan functional training guna mengembalikan kemampuan gerak tubuhnya. Gerakan yang bisa dilakukan di antaranya squat, push, pull, lunge, dan lainnya. (Anada Nararya/Muh Shamil)
Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 , masyarakat melakukan olahraga lari maupun bersepeda dengan menggunakan masker. Meski demikian, penggunaan masker saat berolahraga kini tengah menjadi sorotan.
Satu di antara alasannya, berolahraga dengan menggunakan masker yang tertutup rapat dinilai kurang tepat, dan berpotensi membahayakan kesehatan. Contohnya bulan lalu di Provinsi Henan, China dua siswa meninggal dunia seusai melakukan tes fisik berlari sejauh 1 kilometer dengan menggunakan masker.
Peristiwa serupa juga terjadi di Indonesia, seorang pesepeda di Alam Sutera tiba-tiba pingsan lalu meninggal setelah melakukan perjalanan dengan rombongannya. Pemicunya diduga akibat kelelahan dan kehabisan oksigen karena korban menggunakan masker saat melakukan aktivitas olahraga yang berat.
Dokter Spesialis Paru RS Persahabatan, Andika Chandra Putra mengungkapkan, berolahraga saat pandemi seperti saat ini yang wajib diperhatikan selain mematuhi protokol pencegahan, juga harus memperhatikan intensitas olahraga dan tempat melakukan olahraga. (Baca: Pesona Danau Kelimutu dan Legenda Perang Abadi)
Jika berolahraga di zona hijau dan tidak banyak orang, masker tidak harus dipakai. Kecuali apabila berada di zona merah Covid-19. Andika juga mengingatkan agar masyarakat menjaga intensitas saat berolahraga. Karena tujuan berolahraga itu untuk mencapai kondisi optimal, bukan berlatih keras layaknya atlet. “Harus dipahami untuk tidak berlebihan dalam berolahraga, apalagi saat memakai masker,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut dia, olahraga dengan kategori berat berdampak pada kemampuan pengambilan oksigen berkurang, apalagi jika seseorang menggunakan masker. “Sedangkan saat kita berolahraga kebutuhan oksigen meningkat,” jelas Andika.
Kebutuhan dan kemampuan tidak seimbang inilah yang membuat tubuh seseorang mudah lelah, konsentrasi menurun, akhirnya terjadi hipoksia atau kekurangan oksigen dalam darah. Hipoksia nanti juga akan berdampak pada fungsi organ tubuh penting lainnya seperti jantung dan otak. Andika menyarankan, saat bersepeda di jalan menanjak, seseorang dapat melepas maskernya. Sebab, saat itu tubuh membutuhkan oksigen yang lebih banyak. Tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi hal itu juga perlu menjadi perhatian kalangan remaja dan anak-anak.
Kejadian fatal saat berolahraga dengan intensitas berat menimpa seorang pemuda bernama Zhang Ping yang pingsan setelah lari sejauh 4 kilometer dengan mengenakan masker. Berdasarkan analisis dokter, organ tubuh Zhang Ping tertekan akibat aktivitas fisik yang terlalu intens dan kurangnya sirkulasi udara. “Kami melihat paru-paru Zhang mengerut dan menyusut sebesar 90%,” ungkap Rumah Sakit Pusat Wuhan (RSPW), China, tempat Zhang diperiksa. (Baca juga: PBNU Sebut RUU HIP Ibarat Membuka Kotak Pandora)
Zhang mengaku kesulitan bernafas dan menderita nyeri di bagian dada sebelum diperiksa dan dioperasi di RSPW. Zhang berolahraga dua pekan sejak lockdown dibuka di Wuhan, China pada pertengahan Mei lalu. Saat itu dia berharap olahraga akan meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Awalnya dia hanya berlari sejauh 3 kilometer per hari. Namun, sepekan kemudian dia mulai menambahnya menjadi 6 kilometer per hari. “Saya mulai kesulitan bernafas dan sedikit demi sedikit ada rasa sakit di bagian dada. Padahal, saya baru berlari sejauh 4 kilometer,” kata Zhang, dikutip Dailymail.
Dia mengaku, dirinya mencoba tetap berlari meskipun lebih pelan dan akhirnya menyerah. “Saya mencoba berjalan kaki, tetapi dada saya semakin sakit,”ungkapnya.
Saudara Zhang lalu membawanya ke RSPW setelah Zhang kesakitan dan pingsan. Menurut RSPW, Zhang menderita pneumothorax, dimana kondisi paru-paru tidak bekerja secara maksimal sehingga udara keluar melalui rongga dada. Nyawa Zhang terancam andai saja saudaranya tidak langsung membawanya ke RSPW.
Peristiwa yang dialami Zhang biasanya diderita pengidap asma, pneumonia, dan fibrosis kistik jika melakukan aktivitas berat. Dr Chen Baojun dari RSPW mengatakan, pneumothorax biasanya juga diderita orang dengan postur tinggi dan kurus. Dalam kasus Zhang, kondisi ini diperparah dengan penggunaan masker saat berlari.
“Saya sarankan agar masyarakat tidak mengenakan masker saat berolahraga karena hal itu akan menghambat saluran oksigen,” kata Dr Chen. Sebelumnya tiga siswa tewas setelah mengikuti kegiatan olahraga sambil mengenakan masker. Akibatnya, China melarang penggunaan masker selama berolahraga.
Sementara itu, dokter spesialis kedokteran olahraga Andi Kurniawan menegaskan, Perhimpunan Kedokteran Olahraga sudah melakukan literatur reviu. Mereka menyatakan tidak ada efek negatif dari penggunaan masker saat berolahraga. Masker memang menimbulkan ketidaknyamanan pada awal olahraga.
Kemudian, akan terjadi efek semacam hipoksia atau keterbatasan oksigen. “Tapi, tubuh kita memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Pernapasan memang akan lebih cepat. Kami merekomendasikan olahraga menggunakan masker itu jangan sampai terlalu ngos-ngosan,” ungkap Ketua Tim Medis Kontingen Indonesia pada Asian Games 2018 ini. (Baca juga: Pakar HAM PBB Desak UE Hukum Aneksasi Israel di Tepi Barat)
Dia menyarankan agar masyarakat melakukan olahraga yang ringan sampai sedang saja saat masa pandemi. Andi menyebut, justru efek olahraga intensitas tinggi dan dalam waktu lama akan menurunkan imunitas. Meski demikian, Andi tetap menyarankan agar masyarakat melakukan olahraga ringan di rumah.
“Masyarakat harus menyadari kita masih dalam pandemi, virus masih ada di mana-mana. Pemerintah melonggarkan PSBB ini motifnya ekonomi dari sisi kesehatan masyarakat itu belum,” tuturnya.
Kegiatan masyarakat keluar rumah untuk bekerja, lanjut dia, sudah menghadirkan risiko. Jika ditambah dengan berolahraga, risiko akan semakin besar. Banyak olahraga yang bisa dilakukan di rumah. Untuk latihan cardio dapat melakukan jumping Jack, naik-turun tangga, squat jump, dan lainnya. (Lihat videonya: Pihak Rumah Sakit Meminta Maaf Atas Insiden Tertukarnya Jenaah Saat Akan Dimakamkan)
Latihan beban juga bisa dilakukan dengan menggunakan barbel atau barang apa pun di rumah. Untuk stretching dapat melakukan yoga dengan arahan instruktur kelas melalui fitur online atau video.
Pelatih kebugaran Marcelllina Leonora menyarankan, masyarakat dengan kondisi kesehatan yang baik, khususnya yang berusia remaja dan sudah terbiasa berolahraga dapat melakukan program latihan cardiovascular, strength training, dan flexibility-mobility.
Sedangkan untuk usia 40-60 tahun ke atas bisa melakukan mobility training dan functional training guna mengembalikan kemampuan gerak tubuhnya. Gerakan yang bisa dilakukan di antaranya squat, push, pull, lunge, dan lainnya. (Anada Nararya/Muh Shamil)
(ysw)