Pembangunan Daerah untuk Daya Tahan Ekonomi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Saat ini, salah satu yang menjadi isu utama dalam perekonomian dunia adalah inflasi yang terus meninggi. Isu ini bahkan menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan kedua tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) G20 di Amerika Serikat pada April 2022 ataupun di Bali yang berakhir pada akhir minggu kemarin.
Selain pandemi Covid-19, invasi Rusia ke Ukraina turut menjadi penyebab harga-harga pangan dan energi dunia melambung tinggi. Negara-negara pengimpor tidak kuasa menahan kenaikan harga pangan dan energi, yang menyebabkan kondisi sosial ekonomi sedikit goyah.
Berdasarkan data BP Statistical Review of World Energy, komoditas minyak, batu bara, dan gas, memiliki kontribusi masing-masing 31,2%, 27,2%, dan 24% dari total konsumsi energi dunia. Oleh sebab itu, tak heran bila kenaikan harga BBM menyebabkan terkereknya inflasi di Amerika Serikat (AS) periode Juni 2022 yang mencapai 9,1% (yoy), rekor tertinggi sejak 1981 atau dalam 41 tahun terakhir.
Bloomberg juga mencatat, Inggris telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an. Sementara itu, Sri Lanka dan Pakistan jatuh ke dalam krisis setelah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan badai besar pada negara berkembang karena kenaikan harga komoditas.
Pada perkembangannya, kini lonjakan harga komoditas pangan dan energi di tingkat global mulai berdampak ke Indonesia. Inflasi atau kenaikan harga umum di Indonesia per Juni 2022 mencapai 4,35%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir dan telah melampaui target inflasi sebesar 3% plus minus 1% tahun ini.
Banyak faktor yang memengaruhi terkereknya inflasi di dalam negeri. Salah satu yang paling dominan, yakni tekanan global akibat situasi perang Rusia-Ukraina yang menyulut kenaikan harga komoditas. Meski demikian, ekonomi Indonesia disebut masih lebih baik dibanding negara lain.
Berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects periode Juni 2022, ekonomi Indonesia masih diproyeksi tumbuh 5,1%. Bahkan, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia semakin bergeliat sampai 2024. Lembaga internasional itu memproyeksi ekonomi RI tembus 5,3% pada 2023 dan 2024. Angka tersebut lebih baik dibanding negara lain yang rata-rata hanya mencapai 3% dan lebih kecil dari AS.
Hingga kini, belum ada yang mampu meramalkan berakhirnya masa gejolak ekonomi global. Bahkan, untuk 2023 masih diperkirakan bahwa risiko ekonomi dunia mengalami peningkatan resesi. Kenaikan suku bunga tahun ini kemungkinan akan dirasakan lebih pada 2023. Hal ini karena otoritas moneter Negeri Paman Sam kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga hingga mencapai 2,75-3% pada awal tahun depan sehingga kenaikan suku bunga Fed ini berpotensi membatasi pertumbuhan pada 2023.
Selain menaikkan suku bunga acuan, The Fed juga merencanakan normalisasi neraca ataubalance sheetdengan pengurangan USD90 miliar per bulan mulai September 2022. Tak hanya Fed, Bank Sentral Inggris atau Bank of England (BoE) kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga pada Mei dan seterusnya, baik pada Juni maupun Agustus sebesar 25 bps sampai suku bunga bank mencapai setidaknya 1,25%. Kebijakan serupa kemungkinan bakal ditempuh Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan mengajukan kenaikan suku bunga tahun ini mengingat inflasi zona euro berada pada rekor tertinggi.
Pertahanan Ekonomi Indonesia
Di tengah ancaman krisis global, pemerintah masih optimistis mampu menahan gejolak ekonomi dunia dan menargetkan ekonomi Indonesia untuk tumbuh 5,2% (yoy) pada 2022. Meski demikian, pemerintah juga akan tetap mencermati risiko yang berasal dari global maupun domestik, salah satunya terkait konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang juga menyebabkan terjadinya disrupsisupply chain.
Selain itu, efektivitas pengendalian pandemi tetap menjadi kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional. Penguatan strategi pengendalian pandemi dan akselerasi vaksinasi untuk mengatasi berbagai munculnya varian baru dari Covid-19 menjadi pendongkrak tingkat kesehatan masyarakat sehingga aktivitas ekonomi dapat terjaga dengan baik.
Dari segala dinamika perekonomian dunia tersebut, tentu kita perlu bertumpu pada kekuatan ekonomi domestik dengan menjaga daya beli masyarakat sebagai pilihan terbaik dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.Berkaca dari masa pandemi,bangkitnya perekonomian nasional tak lain karena perekonomian nasional berhasil ditopang oleh bangkitnya perekonomian daerah melalui berbagai inovasi kebijakan dari pemerintah daerah (Pemda).
Seperti yang terjadi di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) di mana inovasi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan jaring pengaman sosial yang diberikan pemerintah pusat.Di wilayah tersebut, jaring pengaman sosial ini tidak diberikan dalam bentuk bantuan tunai, namun dengan mengembangkan produk buatan lokal. Terakit hal ini, Pemprov NTB memberi kesempatan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk membuat produk dan dibeli oleh pemerintah, lalu dibagikan kepada masyarakat.
Problematika Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah adalah kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi gejolak ekonomi global. Sayangnya, pembangunan daerah di Indonesia juga masih dikelilingi berbagai problematika yang belum usai. Salah satunya adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan birokrasi di berbagai daerah. Kualitas aparatur sipil negara (ASN) saat ini masih jauh dari yang diharapkan.
Selain minimnya keahlian yang dimiliki, motivasi mereka dalam melayani masyarakat pun masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari latar belakang pendidikan yang dimiliki, yakni dari total pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia yang berjumlah 4,47 juta, sebanyak 64% di antaranya hanya memiliki kemampuan administratif.
Rendahnya kualitas SDM para birokrat di daerah berdampak pada rendahnya serapan anggaran. Pun demikian dengan kualitas perencanaan yang kurang baik sehingga berujung pada kualitas belanja daerah.
Tak dimungkiri bahwa banyak pelaksana daerah yang masih gagap berhadapan dengan proses perencanaan dan penganggaran, baik dalam pengelolaan maupun eksekusi.
Oleh sebab itu, selain peningkatan kualitas SDM, para kepala daerah juga diharapkan mempunyai formula yang lebih progresif dalam melakukan perencanaan barang dan jasa untuk mempercepat proses penyerapan anggaran sehingga pembangunan ekonomi di daerah dapat berjalan dengan optimal.
Menjaga pertahanan ekonomi nasional dari ancaman krisis global sejatinya merupakan tanggung jawab banyak pihak. Oleh sebab itu, otoritas pemerintah pusat dan instansi terkait lainnya perlu berkolaborasi bersama pemda, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan lembaga keuangan agar Indonesia dapat terhindar dari ancaman inflasi dunia.
Saat ini, para pemangku kebijakan harus bisa meredam tingginya tekanan inflasi global sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga dengan baik demi kesejahteraan masyarakat. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Saat ini, salah satu yang menjadi isu utama dalam perekonomian dunia adalah inflasi yang terus meninggi. Isu ini bahkan menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan kedua tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) G20 di Amerika Serikat pada April 2022 ataupun di Bali yang berakhir pada akhir minggu kemarin.
Selain pandemi Covid-19, invasi Rusia ke Ukraina turut menjadi penyebab harga-harga pangan dan energi dunia melambung tinggi. Negara-negara pengimpor tidak kuasa menahan kenaikan harga pangan dan energi, yang menyebabkan kondisi sosial ekonomi sedikit goyah.
Berdasarkan data BP Statistical Review of World Energy, komoditas minyak, batu bara, dan gas, memiliki kontribusi masing-masing 31,2%, 27,2%, dan 24% dari total konsumsi energi dunia. Oleh sebab itu, tak heran bila kenaikan harga BBM menyebabkan terkereknya inflasi di Amerika Serikat (AS) periode Juni 2022 yang mencapai 9,1% (yoy), rekor tertinggi sejak 1981 atau dalam 41 tahun terakhir.
Bloomberg juga mencatat, Inggris telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an. Sementara itu, Sri Lanka dan Pakistan jatuh ke dalam krisis setelah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan badai besar pada negara berkembang karena kenaikan harga komoditas.
Pada perkembangannya, kini lonjakan harga komoditas pangan dan energi di tingkat global mulai berdampak ke Indonesia. Inflasi atau kenaikan harga umum di Indonesia per Juni 2022 mencapai 4,35%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir dan telah melampaui target inflasi sebesar 3% plus minus 1% tahun ini.
Banyak faktor yang memengaruhi terkereknya inflasi di dalam negeri. Salah satu yang paling dominan, yakni tekanan global akibat situasi perang Rusia-Ukraina yang menyulut kenaikan harga komoditas. Meski demikian, ekonomi Indonesia disebut masih lebih baik dibanding negara lain.
Berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects periode Juni 2022, ekonomi Indonesia masih diproyeksi tumbuh 5,1%. Bahkan, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia semakin bergeliat sampai 2024. Lembaga internasional itu memproyeksi ekonomi RI tembus 5,3% pada 2023 dan 2024. Angka tersebut lebih baik dibanding negara lain yang rata-rata hanya mencapai 3% dan lebih kecil dari AS.
Hingga kini, belum ada yang mampu meramalkan berakhirnya masa gejolak ekonomi global. Bahkan, untuk 2023 masih diperkirakan bahwa risiko ekonomi dunia mengalami peningkatan resesi. Kenaikan suku bunga tahun ini kemungkinan akan dirasakan lebih pada 2023. Hal ini karena otoritas moneter Negeri Paman Sam kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga hingga mencapai 2,75-3% pada awal tahun depan sehingga kenaikan suku bunga Fed ini berpotensi membatasi pertumbuhan pada 2023.
Selain menaikkan suku bunga acuan, The Fed juga merencanakan normalisasi neraca ataubalance sheetdengan pengurangan USD90 miliar per bulan mulai September 2022. Tak hanya Fed, Bank Sentral Inggris atau Bank of England (BoE) kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga pada Mei dan seterusnya, baik pada Juni maupun Agustus sebesar 25 bps sampai suku bunga bank mencapai setidaknya 1,25%. Kebijakan serupa kemungkinan bakal ditempuh Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan mengajukan kenaikan suku bunga tahun ini mengingat inflasi zona euro berada pada rekor tertinggi.
Pertahanan Ekonomi Indonesia
Di tengah ancaman krisis global, pemerintah masih optimistis mampu menahan gejolak ekonomi dunia dan menargetkan ekonomi Indonesia untuk tumbuh 5,2% (yoy) pada 2022. Meski demikian, pemerintah juga akan tetap mencermati risiko yang berasal dari global maupun domestik, salah satunya terkait konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang juga menyebabkan terjadinya disrupsisupply chain.
Selain itu, efektivitas pengendalian pandemi tetap menjadi kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional. Penguatan strategi pengendalian pandemi dan akselerasi vaksinasi untuk mengatasi berbagai munculnya varian baru dari Covid-19 menjadi pendongkrak tingkat kesehatan masyarakat sehingga aktivitas ekonomi dapat terjaga dengan baik.
Dari segala dinamika perekonomian dunia tersebut, tentu kita perlu bertumpu pada kekuatan ekonomi domestik dengan menjaga daya beli masyarakat sebagai pilihan terbaik dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.Berkaca dari masa pandemi,bangkitnya perekonomian nasional tak lain karena perekonomian nasional berhasil ditopang oleh bangkitnya perekonomian daerah melalui berbagai inovasi kebijakan dari pemerintah daerah (Pemda).
Seperti yang terjadi di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) di mana inovasi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan jaring pengaman sosial yang diberikan pemerintah pusat.Di wilayah tersebut, jaring pengaman sosial ini tidak diberikan dalam bentuk bantuan tunai, namun dengan mengembangkan produk buatan lokal. Terakit hal ini, Pemprov NTB memberi kesempatan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk membuat produk dan dibeli oleh pemerintah, lalu dibagikan kepada masyarakat.
Problematika Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah adalah kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi gejolak ekonomi global. Sayangnya, pembangunan daerah di Indonesia juga masih dikelilingi berbagai problematika yang belum usai. Salah satunya adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan birokrasi di berbagai daerah. Kualitas aparatur sipil negara (ASN) saat ini masih jauh dari yang diharapkan.
Selain minimnya keahlian yang dimiliki, motivasi mereka dalam melayani masyarakat pun masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari latar belakang pendidikan yang dimiliki, yakni dari total pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia yang berjumlah 4,47 juta, sebanyak 64% di antaranya hanya memiliki kemampuan administratif.
Rendahnya kualitas SDM para birokrat di daerah berdampak pada rendahnya serapan anggaran. Pun demikian dengan kualitas perencanaan yang kurang baik sehingga berujung pada kualitas belanja daerah.
Tak dimungkiri bahwa banyak pelaksana daerah yang masih gagap berhadapan dengan proses perencanaan dan penganggaran, baik dalam pengelolaan maupun eksekusi.
Oleh sebab itu, selain peningkatan kualitas SDM, para kepala daerah juga diharapkan mempunyai formula yang lebih progresif dalam melakukan perencanaan barang dan jasa untuk mempercepat proses penyerapan anggaran sehingga pembangunan ekonomi di daerah dapat berjalan dengan optimal.
Menjaga pertahanan ekonomi nasional dari ancaman krisis global sejatinya merupakan tanggung jawab banyak pihak. Oleh sebab itu, otoritas pemerintah pusat dan instansi terkait lainnya perlu berkolaborasi bersama pemda, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan lembaga keuangan agar Indonesia dapat terhindar dari ancaman inflasi dunia.
Saat ini, para pemangku kebijakan harus bisa meredam tingginya tekanan inflasi global sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga dengan baik demi kesejahteraan masyarakat. Semoga.
(ynt)