Denny JA Ingatkan Penjara Tambah Penuh Jika RUU KUHP Disahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pendiri LSI Denny JA meminta kepada Presiden Joko Widodo dan pimpinan partai koalisi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP ), utamanya terkait pasal perzinahan dan kumpul kebo. Menurutnya, jika RUU ini telanjur disahkan, maka akan mendapat sorotan negatif dunia internasional.
"Presiden Jokowi, pimpinan Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, dan lain-lain, perlu mempertimbangkan kembali RUU KUHP, terutama pasal yang menyangkut consensual sex (Perzinahan, Kumpul Kebo, pasal 415, 416)," kata Denny JA dikutip dari keterangan tertulis, Senin (11/7/2022).
Denny JA menjelaskan, hubungan seks orang dewasa atas dasar suka sama suka, walau tak terikat pernikahan, adalah bagian dari hak asasi dan pilihan gaya hidup. Meski tindakan itu berdosa menurut banyak agama tapi tak semua yang berdosa bisa dikriminalisasi.
"Makan babi juga berdosa menurut agama Islam. Tidak salat juga berdosa menurut orang Islam. Tak ke gereja juga berdosa menurut orang Kristen. Toh negara tak bisa mengkriminalkan orang yang makan babi, tidak mengkriminalkan yang tak salat, dan tidak mengkriminalkan yang tak ke gereja," katanya.
Lalu bagaimana jika ada konflik suami dan istri yang berselingkuh? Menurut Denny JA, dari perspektif hak atas seksualitas atau right to sexuality, hal itu masuk kategori masalah moral, bukan tindakan kriminal. Karena itu, para pembuat undang-undang harus menyadari bahwa saat ini adalah era global yang menghargai right to privacy (hak atas privasi). Individu harus dibolehkan memilih gaya hidupnya sendiri, sejauh mereka tidak melakukan kekerasan dan pemaksaan.
"Negara harus melindungi warga negaranya secara setara, termasuk melindungi warga negaranya yang percaya hak asasi manusia, yang percaya right to sexuality, yang percaya consensual sex between adults," ujarnya.
Baca juga: Ketua AJI Sebut 14 Pasal di RUU KUHP Mengancam Kerja Jurnalis
Denny JA juga mengutip hasil riset yang menunjukkan 33% remaja di Indonesia sebelum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Meski di RUU KUHP, perzinahan masuk pada delik aduan, tapi hal itu berarti 33% remaja Indonesia potensial bisa dipenjara.
Belum lagi kalangan lain yang juga menganggap bahwa perzinahan dan kumpul kebo dianggap hal yang umum. "Akan bertambah penuh lagi penjara di Indonesia jika RUU ini disahkan," ujarnya.
Denny JA mengatakan bahwa semua tindakan yang diakui sebagai bagian hak asasi manusia oleh PBB, di mana Indonesia juga termasuk menjadi anggotanya, bukan wilayah hukum kriminal. Prinsip ini basis negara modern yang harus menjadi rujukan para politisi dan pemimpin nasional.
"Semoga Presiden Jokowi dan pimpinan partai besar di DPR mengkaji kembali RUU KUHP pasal soal consensual sex itu. Jika tidak, mereka akan dicatat abadi dalam sejarah dengan titik hitam karena di era kekuasaannya telah meloloskan pasal RUU yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.
"Presiden Jokowi, pimpinan Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, dan lain-lain, perlu mempertimbangkan kembali RUU KUHP, terutama pasal yang menyangkut consensual sex (Perzinahan, Kumpul Kebo, pasal 415, 416)," kata Denny JA dikutip dari keterangan tertulis, Senin (11/7/2022).
Denny JA menjelaskan, hubungan seks orang dewasa atas dasar suka sama suka, walau tak terikat pernikahan, adalah bagian dari hak asasi dan pilihan gaya hidup. Meski tindakan itu berdosa menurut banyak agama tapi tak semua yang berdosa bisa dikriminalisasi.
"Makan babi juga berdosa menurut agama Islam. Tidak salat juga berdosa menurut orang Islam. Tak ke gereja juga berdosa menurut orang Kristen. Toh negara tak bisa mengkriminalkan orang yang makan babi, tidak mengkriminalkan yang tak salat, dan tidak mengkriminalkan yang tak ke gereja," katanya.
Lalu bagaimana jika ada konflik suami dan istri yang berselingkuh? Menurut Denny JA, dari perspektif hak atas seksualitas atau right to sexuality, hal itu masuk kategori masalah moral, bukan tindakan kriminal. Karena itu, para pembuat undang-undang harus menyadari bahwa saat ini adalah era global yang menghargai right to privacy (hak atas privasi). Individu harus dibolehkan memilih gaya hidupnya sendiri, sejauh mereka tidak melakukan kekerasan dan pemaksaan.
"Negara harus melindungi warga negaranya secara setara, termasuk melindungi warga negaranya yang percaya hak asasi manusia, yang percaya right to sexuality, yang percaya consensual sex between adults," ujarnya.
Baca juga: Ketua AJI Sebut 14 Pasal di RUU KUHP Mengancam Kerja Jurnalis
Denny JA juga mengutip hasil riset yang menunjukkan 33% remaja di Indonesia sebelum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Meski di RUU KUHP, perzinahan masuk pada delik aduan, tapi hal itu berarti 33% remaja Indonesia potensial bisa dipenjara.
Belum lagi kalangan lain yang juga menganggap bahwa perzinahan dan kumpul kebo dianggap hal yang umum. "Akan bertambah penuh lagi penjara di Indonesia jika RUU ini disahkan," ujarnya.
Denny JA mengatakan bahwa semua tindakan yang diakui sebagai bagian hak asasi manusia oleh PBB, di mana Indonesia juga termasuk menjadi anggotanya, bukan wilayah hukum kriminal. Prinsip ini basis negara modern yang harus menjadi rujukan para politisi dan pemimpin nasional.
"Semoga Presiden Jokowi dan pimpinan partai besar di DPR mengkaji kembali RUU KUHP pasal soal consensual sex itu. Jika tidak, mereka akan dicatat abadi dalam sejarah dengan titik hitam karena di era kekuasaannya telah meloloskan pasal RUU yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.
(abd)