Pandemi dan Transformasi Ekonomi Digital

Senin, 11 Juli 2022 - 18:58 WIB
loading...
Pandemi dan Transformasi Ekonomi Digital
Agus Herta Sumarto. Foto/Istimewa
A A A
Agus Herta Sumarto
Ekonom INDEF dan Dosen FEB UMB

Pada beberapa waktu terakhir ini kita patut bersyukur bahwa kasus positif harian Covid-19 sudah mulai melandai. Walaupun muncul varian baru, peningkatannya tidak setinggi varian Omicron dan Delta sebelumnya. Jika pada kasus varian sebelumnya kasus positif harian dapat menyentuh angka 50.000 kasus per hari, saat ini kasus positif harian mulai konsisten di bawah angka 2.000 kasus per hari. Bahkan dalam waktu bersamaan aktivitas ekonomi masyarakat mulai menggeliat kembali.

Melandainya kasus positif harian ini memunculkan optimisme di tengah masyarakat luas bahwa kondisi pandemi ini sudah mulai terkendali walaupun tingkat ketidakpastian masih tetap tinggi. Vaksinasi yang terus dilakukan dan protokol kesehatan (prokes) yang terus dijaga dengan ketat menjadi instrumen utama pembangun optimisme tersebut. Vaksinasi dan penjagaan prokes tersebut diharapkan mampu mengubah pandemi menjadi endemi dengan munculnya kekebalan komunitas (herd immunity) di tengah masyarakat.

Namun di sisi lain, tantangan pascapandemi Covid-19 juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika kita semua mampu keluar dari masalah pandemi COvid-19 bukan berarti kita terbebas dari masalah. Pandemi Covid-19 telah meninggalkan jejak yang sangat kuat yang tidak akan hilang seiring dengan menghilangnya pandemi Covid-19.

Harus diakui guncangan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 ini telah mengakibatkan perubahan yang sangat cepat dan luar biasa besar yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi tidak hanya bersifat parsial, namun telah menyentuh ekosistem secara keseluruhan yang bersifat universal, mengubah seluruh tatanan dan aspek dalam seluruh sistem kehidupan masyarakat termasuk ekosistem ekonomi.

Pandemi Covid-19 ini telah mengubah pola perilaku masyarakat secara keseluruhan yang mendorong pada terciptanya kondisi kenormalan yang baru. Pola perilaku ekonomi telah bergeser secara cepat dari cara-cara tradisional dan konvensional menjadi serba daring di dalam dunia maya dengan menggunakan teknologi yang serba digital.

Era Normal Baru
Pandemi Covid-19 telah mendorong terciptanya era kenormalan baru yang memunculkan tantangan sekaligus peluang bagi para pelaku ekonomi terutama para pelaku bisnis di seluruh sektor industri dan perdagangan. Dari sisi ekonomi, era kenormalan baru ibarat dua mata pisau. Bila pemerintah beserta para pelaku ekonomi dapat memberikan respons yang tepat, maka era kenormalan baru akan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang bisa dijadikan driven factor untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya, jika pemerintah beserta para pelaku ekonomi lainnya tidak mampu memberikan respon yang tepat maka era kenormalan baru ini bisa menjadi awal cerita buruk bagi perekonomian Indonesia.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para pelaku ekonomi pada era kenormalan baru pascapandemi Covid-19 adalah penggunaan teknologi informasi yang masif. Era ini menjadi awal dari transformasi ekonomi digital di dalam sistem perekonomian Indonesia. Pembatasan ruang gerak sosial dan interaksi fisik telah mendorong penggunaan e-dagang (e-commerce) dan e-dompet (e-wallet) secara masif. Aktivitas ekonomi dan transaksi perdagangan telah didorong untuk masuk ke dalam sistem yang serba daring yang tidak mengenal sekat tempat dan waktu.

Bagi para pelaku usaha menengah besar, perubahan perilaku ini bukanlah masalah besar karena selama ini mereka telah menggunakan teknologi digital dalam menjalan usahanya. Namun, bagi para pelaku Usaha Ultra Mikro, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), masifnya penggunaan e-dagang dan e-dompet menjadi tantangan yang tidak mudah. Selama ini sebagian besar UMKM belum terbiasa menggunakan teknologi e-dagang dan e-dompet. Bahkan di beberapa daerah pinggiran dan pedalaman, sarana infrastruktur pendukung e-dagang dan e-dompet tersebut masih jauh dari kata layak.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2056 seconds (0.1#10.140)