Kurban: Spiritual Sosial

Senin, 11 Juli 2022 - 10:23 WIB
loading...
Kurban: Spiritual Sosial
Candra Fajri Ananda/FOTO.DOK KORAN SINDO
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Umat muslim di seluruh penjuru dunia tengah bersuka cita merayaan Iduladha. Hari Raya Kurban atauIduladhaadalah hari besar yang diperingati seluruh umat Islam, tak terkecuali di Indonesia.

Hari Raya Kurban yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahun dan identik denganpenyembelihan hewanternak,yang merupakan salah satu amalan yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap Hari Raya Iduladha.

Ibadah Kurban tak lain merupakan ibadah yang menggambarkan pengorbanan seorang Ibrahim setelah sekian lama tidak memiliki keturunan, kemudian diberikan putra bernama Ismail, yang kemudian harus dikorbankan atas perintah-NYA. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an suratAsshoffatayat 102.

Dari kisah perjalanan panjang Nabi Ibrahim dan keluarganya, dapat kita ambil hikmah keteladanan bahwa kunci dari kesuksesan adalah mendahulukan perintah Allah, tawakal, dan berjiwa sosial yang tinggi. Hal ini relevan dengan hakikat kurban itu sendiri, yaitu membuahkan kedekatan dengan AllahTa’ala, perwujudan hubungan vertikal dengan sang Pencipta, sekaligus pertanggungjawaban pada sosial masyarakat.

Hari Raya Kurban mendorong setiap manusia membina persaudaraan yanghakiki, cinta kasih dan tanggung jawab antara sesama umat. Ibadah Kurban mengajarkan bahwa setiap insan memiliki tanggung jawab spiritual kepada sang Pencipta, sekaligus memiliki tanggung jawab untuk berbagi terhadap sesama. Sejatinya, bumi dan seluruh alam raya diperuntukkan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, siapapun dia, tidak hanya untuk satu insan atau golongan tertentu saja.

Suasana Hari Raya Kurban pada tahun ini, sayangnya diselimuti adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak di Indonesia. PMK dikenal denganFoot and Mouth Disease(FMD) adalah penyakit hewan yang ditularkan oleh virus dan bersifat akut.

Penyakit ini sangat menular dan menyerang semua hewan berkuku belah/genap seperti sapi, kerbau, domba, kambing, rusa, unta, dan termasuk hewan liar seperti gajah, antelope, bison, menjangan, dan jerapah. Berdasarkan data Kementerian Pertanian sampau akhir Juni 2022 terdapat 19 Provinsi yang dilaporkan terjadi kasus PMK dengan jumlah hewan ternak yang tertular mencapai 283.606 ekor.

Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 91.555 ekor sembuh, 187.661 ekor belum sembuh, 2.689 ekor dipotong bersyarat, 1.701 ekor mati, dan 315.000 ekor sudah divaksinasi. Adapun lima provinsi dengan kasus PMK terbanyak terjadi di wilayah Jawa Timur sebanyak 114.921 kasus, Nusa Tenggara Barat (NTB) 43.282 kasus, Aceh 31.923 kasus, Jawa Barat 30.456 kasus, dan Jawa Tengah 30.386 kasus. Beruntungnya, meskipun PMK memiliki tingkat penularan yang sangat cepat pada hewan, dia tidak menular pada manusia.

Kejadian ini tentu menghambat salah satu makna Ibadah Qurban, yakni peran sosial yang seharusnya menjadi sangat penting disaat pemerintah Indonesia sedang menjalankan proses pemulihan perekonomian nasional.

Hewan Bagian dari Aset Masyarakat
Sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di daerah perdesaan, memiliki kecenderungan untuk lebih memilih menginvestasikan dana yang dimilikinya ke dalam bentuk sawah maupun hewan ternak dibandingkan harus berinvestasi pada deposito bank maupun pasar modal yang belum banyak mereka kenal model dan pola kerjanya. Hal ini bisa dilihat tingkat literasi keuangan nasional yang masih rendah (38%) apalagi jika dilihat pada masyarakat di perdesaan.

Hewan ternak, juga merupakan simbol kemakmuran dan kejayaan, di berbagai kelompok masyarakat, bahkan di Afrika, jazirah arab, sehingga salah satu nama surat di Alquran juga Bernama al-baqarah (sapi betina). Bagi masyarakat Indonesia di daerah, selain simbol status sosial, mereka juga yakin bahwa memelihara hewan ternak lebih menguntungkan daripada harus menyimpan uang di bank.

Hal ini sejalan, karena hewan yang diternak biasanya akan dibeli ketika masih anakan yang selanjutnya dipelihara dalam beberapa waktu untuk dikembangbiakkan dan dijual di kemudian hari yang tentunya akan berpotensi memberikan keuntungan bagi pemeliharanya.

Tiga tahun terakhir situasinya tidak begitu berpihak pada masyarakat peternak.Pertama, Indonesia dihadapkan dengan pandemi selama dua tahun. Kedua, munculnya kasus penyakit mulut dan kaki (PMK) di Indonesia sejak April 2022. Munculnya wabah PMKmembuat peternak kian terjepit. Di berbagai daerah harga ternak turun sekitar 70-80%. Ironisnya, penurunan harga tersebut bukan hanya terjadi pada sapi sakit, melainkan sapi sehat pun juga mengalami penurunan harga.

Urgensi Penanganan Terstruktur
Penyebaran wabah PMK di berbagai daerah berpotensi menekan laju produksi daging dan populasi ternak di Indonesia karena dampak yang dihasilkan cukup beragam. Mulai dari penurunan tingkat pertumbuhan sapi potong, penurunan fertilitas, hingga kematian hewan ternak.

Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat hasil perhitungan analisis Self Sufficiency Ratio (SSR) yang menunjukkan bahwa kemampuan produksi daging sapi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat Indonesia kian mengalami penurunan dari tahun 2016 sebesar 81,62% menjadi 75,17% di tahun 2020.

Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa volume dan nilai impor daging sapi Indonesia mengalami kenaikan pada 2021. Nilai daging impor di 2021 bahkan yang tertinggi selama lima tahun terakhir.

Jika kebijakan impor kembali dibuka saat stok daging di dalam negeri kurang untuk memenuhi konsumsi imbas wabah PMK, nilai dan kuota daging impor di 2022 berpotensi semakin tinggi. Oleh sebab itu, bukan hal yang tak mungkin apabila tingginya potensi angka kematian hewan akibat wabah PMK dapat memicu berkurangnya ketersediaan stok daging lokal.

Selama ini, tanpa wabah PMK, kebutuhan daging di Indonesia telah memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi daripada produksi yang dihasilkan.Rata-rata pertumbuhan produksi daging sapi dalam negeri sejak 2010 - 2019 hanya 1,41% per tahun, sedangkan kebutuhan daging nasional tumbuh 2,04% setiap tahun. Akibatnya, Indonesia mengalami defisit daging sapi sekitar 0,63 % setiap tahun.

Konsumen daging tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi hotel, restoran, rumah sakit serta pedagang makanan berbahan pokok daging juga terancam tidak bisa mendapatkan daging yang mereka butuhkan karena populasi ternak yang sehat semakin berkurang karena wabah PMK yang saat ini terjadi.

Berbagai kondisi di atas cukup menunjukkan bahwa saat inipenanganan yang serius dan terstrukturmutlak diperlukan untuk segera mengatasi wabah PMK di Indonesia. Apabila berharap wabah PMK hilang, tentu akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan akan lebih banyak mengorbankan keberlangsungan hidup para peternak karena wabah ini sangat berpotensi terus meluas dengan jumlah ternak yang begitu banyaknya di negeri ini.

Komunikasi dan pemahaman yang sama tentang Kepmentan no 405/2022 diperlukan agar antar instansi dan lembaga terkait tidak mengambil kebijakan secara parsial. Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Peternakan, Balai Karantina dan pihak terkait lainnya harus segera mengeluarkan kebijakan yang padu, agar kepentingan dan kebutuhan semua pihak bisa terpenuhi. Kepentingan peternak sebagai produsen dan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen terhadap daging dan hewan ternak yang sehat, aman dan harga yang terjangkau harus menjadi perhatian utama demi kesejahteraan bersama. Semoga.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0937 seconds (0.1#10.140)