Menuju Koalisi Substansial di Tahun Elektoral
loading...
A
A
A
Karena itu, pertemuan-pertemuan antarelite partai politik yang tengah berlangsung saat ini tidak boleh berhenti pada hal-hal bersifat elitis dan simbolik. Lebih dari itu, masyarakat sangat menantikan gagasan dan program apa yang hendak diusung oleh koalisi partai-partai politik tersebut.
Kecenderungan koalisi di antara partai politik yang dianggap elitis tersebut tergambar dari penilaian publik dalam jajak pendapat litbang Kompas beberapa minggu lalu. Jajak pendapat yang dilakukan melalui telepon pada periode 8-10 Juni 2022 ini melibatkan 502 responden berusian 17 tahun dari 34 provinsi dengan proses penentuan sampel secara acak.
Hampir 54,0% responden menilai upaya partai politik membangun koalisi menuju pemilu cenderung lebih mengedepankan kepentingan partai politik. Kemudian 12,7% responden menilai upaya partai politik membangun koalisi menuju pemilu mengedepankan kepentingan elite. Sedangkan responden berpandangan koalisi partai politik mengutamakan kepentingan rakyat hanya dikatakan oleh 25,3% responden dan 8,4% responden lain mengatakan tidak tahu / tidak jawab.
Berkaca dari jajak pendapat tersebut, komunikasi politik dan penjajakan koalisi yang dilakukan oleh elite-elite partai politik saat ini harus lebih diarahkan kepada hal-hal lebih substansial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam membangun koalisi, partai-partai politik harus juga memikirkan hal lain yang lebih kompleks, tidak sekadar persoalan popularitas dan elektabilitas yang berorientasi pada jabatan, tapi juga arah kebijakan saat menjalankan pemerintahan nanti.
Apakah pergantian kepemimpinan nasional mendatang akan sekadar mengganti kepemimpinan nasional semata atau juga mengandung tujuan perubahan dan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin baik di masa depan?
Tidak Sekadar Berkelanjutan
Tidak dapat dimungkiri, mayoritas partai politik saat ini masih terikat oleh pemerintahan saat ini. Sebagian besar elite partai politik masih menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan saat ini. Karena itu, dapat dimengerti apabila gagasan atau program keberlanjutan dari agenda pemerintahan saat ini lebih sering dikedepankan partai-partai politik dalam penjajakan koalisi komunikasi politik antarelite dibandingkan gagasan-gagasan atau program lain.
Jangan sampai gagasan keberlanjutan ini menyandera kemerdekaan partai-partai politik dalam membangun sebuah gagasan atau platform baru yang boleh jadi lebih berorientasi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan ketimbang sekadar keberlanjutan.
Gagasan lain tersebut bisa berupa serangkaian harapan baru pascadua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Harapan baru tersebut tidak berarti harus ditafsirkan dengan memotong habis apa yang telah ditanamkan oleh presiden selama dua periode ini. Paling tidak ada dua hal paling mendasar yang dapat dijadikan sebagai fondasi gagasan maupun juga platform dalam bangunan koalisi pemerintahan mendatang.
Pertama, pemulihan kehidupan perekonomian Indonesia. Bagaimana perekonomian Indonesia ke depan? Selama dua tahun terakhir kondisi perekonomian Indonesia terdampak cukup hebat akibat pandemi. Pandemi telah mengakibatkan penurunan dalam berbagai sektor ekonomi sebagai konsekuensi pemberlakuan pembatasan sosial selama pandemi terjadi. Selama hampir dua tahun terakhir kehidupan perekonomian Indonesia tumbuh negatif.
Menjelang akhir 2021 secara perlahan ekonomi Indonesia mengalami pemulihan sebagai buah dari perpaduan kebijakan fiskal dan moneter yang baik. Hal ini akan menjadi salah satu peninggalan berharga dari pemerintahan saat ini. Presiden Joko Widodo akan dikenang sebagai presiden tangguh karena mampu menghadapi krisis di masa-masa sulit yang dialami oleh Indonesia setelah krisis ekonomi 24 tahun lalu.
Kecenderungan koalisi di antara partai politik yang dianggap elitis tersebut tergambar dari penilaian publik dalam jajak pendapat litbang Kompas beberapa minggu lalu. Jajak pendapat yang dilakukan melalui telepon pada periode 8-10 Juni 2022 ini melibatkan 502 responden berusian 17 tahun dari 34 provinsi dengan proses penentuan sampel secara acak.
Hampir 54,0% responden menilai upaya partai politik membangun koalisi menuju pemilu cenderung lebih mengedepankan kepentingan partai politik. Kemudian 12,7% responden menilai upaya partai politik membangun koalisi menuju pemilu mengedepankan kepentingan elite. Sedangkan responden berpandangan koalisi partai politik mengutamakan kepentingan rakyat hanya dikatakan oleh 25,3% responden dan 8,4% responden lain mengatakan tidak tahu / tidak jawab.
Berkaca dari jajak pendapat tersebut, komunikasi politik dan penjajakan koalisi yang dilakukan oleh elite-elite partai politik saat ini harus lebih diarahkan kepada hal-hal lebih substansial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam membangun koalisi, partai-partai politik harus juga memikirkan hal lain yang lebih kompleks, tidak sekadar persoalan popularitas dan elektabilitas yang berorientasi pada jabatan, tapi juga arah kebijakan saat menjalankan pemerintahan nanti.
Apakah pergantian kepemimpinan nasional mendatang akan sekadar mengganti kepemimpinan nasional semata atau juga mengandung tujuan perubahan dan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin baik di masa depan?
Tidak Sekadar Berkelanjutan
Tidak dapat dimungkiri, mayoritas partai politik saat ini masih terikat oleh pemerintahan saat ini. Sebagian besar elite partai politik masih menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan saat ini. Karena itu, dapat dimengerti apabila gagasan atau program keberlanjutan dari agenda pemerintahan saat ini lebih sering dikedepankan partai-partai politik dalam penjajakan koalisi komunikasi politik antarelite dibandingkan gagasan-gagasan atau program lain.
Jangan sampai gagasan keberlanjutan ini menyandera kemerdekaan partai-partai politik dalam membangun sebuah gagasan atau platform baru yang boleh jadi lebih berorientasi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan ketimbang sekadar keberlanjutan.
Gagasan lain tersebut bisa berupa serangkaian harapan baru pascadua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Harapan baru tersebut tidak berarti harus ditafsirkan dengan memotong habis apa yang telah ditanamkan oleh presiden selama dua periode ini. Paling tidak ada dua hal paling mendasar yang dapat dijadikan sebagai fondasi gagasan maupun juga platform dalam bangunan koalisi pemerintahan mendatang.
Pertama, pemulihan kehidupan perekonomian Indonesia. Bagaimana perekonomian Indonesia ke depan? Selama dua tahun terakhir kondisi perekonomian Indonesia terdampak cukup hebat akibat pandemi. Pandemi telah mengakibatkan penurunan dalam berbagai sektor ekonomi sebagai konsekuensi pemberlakuan pembatasan sosial selama pandemi terjadi. Selama hampir dua tahun terakhir kehidupan perekonomian Indonesia tumbuh negatif.
Menjelang akhir 2021 secara perlahan ekonomi Indonesia mengalami pemulihan sebagai buah dari perpaduan kebijakan fiskal dan moneter yang baik. Hal ini akan menjadi salah satu peninggalan berharga dari pemerintahan saat ini. Presiden Joko Widodo akan dikenang sebagai presiden tangguh karena mampu menghadapi krisis di masa-masa sulit yang dialami oleh Indonesia setelah krisis ekonomi 24 tahun lalu.