Komisi III DPR Belum Bisa Pastikan Waktu Draf Terbaru RKUHP Dibuka
loading...
A
A
A
Ia mengungkapkan salah satu pasal krusial yang menjadi perhatian publik adalah penyerangan harkat dan martabat kepala negara.
"Kalo itu kita perdebatkan terus soal itu, saya bisa pastikan sampai kiamat kurang dua hari tidak akan ada kata sepakat. Sekarang tinggal DPR dan pemerintah sebagai pembentuk UU, mau menganut politik hukum yang mana," terang Arsul Sani.
Pilihan apakah ingin mengikuti pendapat pada umumnya para ahli dan penggiat masyarakat sipil, atau pendapat para ahli hukum pidana.
"Ini bukan soal politis atau terkait dengan kepentingan pak Jokowi. Kalaupun nanti disahkan, KUHP itu baru akan berlaku dua tahun sejak disahkan (2024). Jadi ini ngga ada kaitannya dengan pemerintahan sekarang," jelas Arsul Sani.
Menurut da, pertanyaannya adalah apakah politik hukum kita masih akan menghapus sama sekali pasal tersebut ataupun akan mempertahankannya sebagai delik politik seperti yang sudah diberlakukan di negara demokrasi lainnya.
"Yang namanya hukum pidana itu berbeda setidaknya pada tiga hal, delik politik, delik kesusilaan, dan pidana mati, jadi itu pilihan. Pilihannya saat ini kita tetap akan mengatur pasal penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden tapi sudah berubah deliknya dari delik biasa menjadi delik aduan. Jadi itu berbeda dengan yang ada di KUHP yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi," tutup Arsul Sani. [Carlos Roy Fajarta]
(muh)