Komisi III DPR Belum Bisa Pastikan Waktu Draf Terbaru RKUHP Dibuka

Rabu, 06 Juli 2022 - 13:55 WIB
loading...
Komisi III DPR Belum...
Politikus PPP Arsul Sani menyatakan masih menunggu draf resmi terbaru RKUHP dari pemerintah. Foto: MNC/Carlos Roy Fajarta
A A A
JAKARTA - Kemenkumham rencananya akan menyerahkan draf Rancangan KUHP terbaru kepada Komisi III DPR RI, Rabu (6/7/2022) hari ini. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyebutkan akan mengadakan rapat kerja dengan Wamenkumham terkait progres dari RKUHP pasca sosialisasi dan masukan dari publik, utamanya atas 14 isu-isu krusial di dalamnya.

"Meskipun tentu masukan itu tidak terbatas pada 14 isu krusial, karena memang ada masukan lain. Contohnya ada dari komnas perempuan yg menginginkan ada harmonisasi dan sinkronisasi RKUHP, dengan UU TPKS. Komnas Perempuan sudah menyampaikan kepada kami," ujar Arsul Sani.

Ia menyebutkan pihaknya menunggu terlebih dahulu secara resmi penyerahan draf RKUHP, dari pemerintah kepada komisi III DPR. "Yang jelas sesuai kesepakatan rapat kerja pada bulan Mei lalu itu kan DPR sudah menulis surat kepada Presiden yang intinya DPR meminta agar pemerintah secara resmi mengajukan kembali RUU KUHP ini dibahas secara luncuran atau carry over," kata dia.



Dari situ kata Arsul Sani dapat diketahui apakah pemerintah tidak berkeberatan misalnya progres itu terakomodasikan itu bisa disebut draft terbaru RUU KUHP.

Arsul Sani mengungkapkan pihaknya tidak menutup rapat rapat telinga terkait masukan dari masyarakat.

"Namun yang saya pastikan Komisi III tidak akan membahas ulang dari awal awal (RUU KUHP). Yang akan kami bahas adalah isu krusial kemudian harmonisasi dan sinkronisasi agar mempermudah penegakan hukum oleh para penegak hukum (kepolisian, jaksa, dll)," terangnya.

Terkait 14 isu krusial yang ada di dalam RUU KUHP, Arsul Sani menyebutkan pihaknya tidak lantas akan mengetok begitu saja RUU KUHP dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Terkait apakah nantinya draft terbaru RUU KUHP bisa dibuka ke publik, Arsul Sani belum bisa memberikan kepastian soal hal tersebut.

"Ya itu nanti akan kami sepakati. Karena kami juga harus mendengarkan juga dari pemerintah apakah draf ini sudah boleh diketahui oleh publik, kalangan masyrakat sipil, akademisi. Kalau ditanya ke kami di DPR nggak ada masalah," tutur Arsul Sani.



Ia mengungkapkan salah satu pasal krusial yang menjadi perhatian publik adalah penyerangan harkat dan martabat kepala negara.
"Kalo itu kita perdebatkan terus soal itu, saya bisa pastikan sampai kiamat kurang dua hari tidak akan ada kata sepakat. Sekarang tinggal DPR dan pemerintah sebagai pembentuk UU, mau menganut politik hukum yang mana," terang Arsul Sani.

Pilihan apakah ingin mengikuti pendapat pada umumnya para ahli dan penggiat masyarakat sipil, atau pendapat para ahli hukum pidana.

"Ini bukan soal politis atau terkait dengan kepentingan pak Jokowi. Kalaupun nanti disahkan, KUHP itu baru akan berlaku dua tahun sejak disahkan (2024). Jadi ini ngga ada kaitannya dengan pemerintahan sekarang," jelas Arsul Sani.

Menurut da, pertanyaannya adalah apakah politik hukum kita masih akan menghapus sama sekali pasal tersebut ataupun akan mempertahankannya sebagai delik politik seperti yang sudah diberlakukan di negara demokrasi lainnya.

"Yang namanya hukum pidana itu berbeda setidaknya pada tiga hal, delik politik, delik kesusilaan, dan pidana mati, jadi itu pilihan. Pilihannya saat ini kita tetap akan mengatur pasal penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden tapi sudah berubah deliknya dari delik biasa menjadi delik aduan. Jadi itu berbeda dengan yang ada di KUHP yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi," tutup Arsul Sani. [Carlos Roy Fajarta]
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1268 seconds (0.1#10.140)