Jumhur Hidayat: RKUHP Wajib Diuji Publik Biar Kita Tidak Mundur

Rabu, 06 Juli 2022 - 13:35 WIB
loading...
Jumhur Hidayat: RKUHP...
Jumhur Hidayat meminta RKUHP diuji publik dulu sebelum disahkan. Foto/youtube
A A A
JAKARTA - Peneliti Kebijakan Publik dari CIDES (Center for Information and Development Studies) Jumhur Hidayat mengatakan sebuah kebijakan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus diuji publik terlebih dahulu sebelum disahkan menjadi UU.

"Saya tidak tahu persis apa detil pasal per pasal atau ayat per ayat dalam RKUHP sekarang ini. Namun kalau RUU ini tidak diuji publik terlebih dahulu ya pastinya keliru dan tidak bijak kalau dikatakan tidak ada ruang pembahasan," ujar Jumhur, Rabu (6/7/2022).

Ia menyebutkan azas pembuatan UU yang paling utama itu adalah keterbukaan dengan keterlibatan masyarakat sebanyak dan seberagam mungkin karena ini akan mengikat setiap orang per orang tanpa kecuali.



"UU itu kan kompromi berbagai kepentingan. Namun bila pengaruh satu kepentingan lebih kuat atau dominan dari kepentingan lainnya maka pastilah UU itu akan terasa tidak adil bagi kebanyakan rakyatnya," jelas Jumhur.

Hal ini kata Jumhur sangat dirasakan tidak adil bagi kaum buruh misalnya dengan lahirnya UU Omnibul Law Cipta Kerja yang juga kurang terbuka saat pembentukannya.

"Kalau mau tidak terbuka dalam proses pembentukan UU, hanya bisa terjadi kalau kekuasaan politik dipegang oleh filosof seperti apa yang dikatakan Plato 2400 tahun lalu," terangnya.

Masalah negara dan manusia tidak akan berakhir sampai para filsuf menjadi raja di dunia ini atau sampai mereka yang sekarang kita sebut raja dan penguasa benar-benar menjadi filsuf.

Pertanyaannya, kata Jumhur, apakah para eksekutif maupun anggota DPR sekarang ini adalah sekelas filosof yang selalu berkhidmat kepada rakyat banyak.

"Jawabannya saya rasa sangat jauh dari itu. Tahun 89 saat kuliah di ITB saya dipenjara 3 tahun gara-gara dianggap terbukti melakukan penghinaan terhadap Pemerintah RI yang sah karena melakukan demo di kampus saat kehadiran Mendagri ke ITB kala itu," ungkap Jumhur.

Ia saat itu terjerat Pasal 154 KUHP dan pasal tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. "Kalau benar pasal-pasal seperti itu dihidupkan lagi dalam RKUHP ya gawat dong, berarti kita mundur lagi," pungkas Jumhur.



Sebagaimana diketahui sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman memastikan tak ada lagi ruang untuk membahas perubahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) setelah disahkan di tingkat satu.

Menurutnya RKUHP telah final usai disahkan dalam rapat pleno tingkat satu sejak September 2019 silam. Sehingga, perubahan hanya bersifat minor seperti pada bagian penjelasan sebelum disahkan pada Paripurna mendatang.

"Misalnya disiasati masuk di penjelasan dan sebagainya, tapi secara prinsip jangan ada perubahan yang signifikan. Nggak ada ruang bagi perubahan pembahasan ulang," kata Habiburokhman, Selasa (5/7/2022).

Menurut dia, sejumlah pasal kontroversial dalam RUU KUHP seperti dualisme pidana (perbuatan fisik dan niat), pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong (materil dan formil), serta pasal lainnya tidak menyurutkan manfaat RUU KUHP yang lebih besar daripada mudaratnya.

Habiburokhman meminta masyarakat agar lebih jeli menyampaikan kritik soal RUU KUHP. Sehingga jangan sampai karena hal kecil, justru aspek atau kepentingan lebih besar diabaikan.

"Tidak bisa semua kita langsung dapatkan. Jangan yang sudah dapat, lepas gara-gara hal kecil yang kita persoalkan. Percayakan ke kita. Insya Allah ini sangat banyak manfaatnya daripada mudaratnya," tutup Habiburokhman. []
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1255 seconds (0.1#10.140)