G-13: Pemulihan Ekonomi?
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Dunia saat ini menghadapi banyak sekali tantangan yang semakin besar di tengah upaya pemulihan ekonomi pascapandemi . Dunia sedang menghadapi kompleksitas ancaman krisis pangan , energi, kesehatan, hingga keuangan. Krisis energi muncul lebih banyak karena invasi Rusia ke Ukraina, yang berdampak kekacauan pasar energi.
Sebagian besar negara Uni Eropa sangat tergantung pada pasokan minyak dan gas alam Rusia, sekitar 40% kebutuhan gas alam mereka didatangkan dari Rusia. Sementara sisanya datang dari Norwegia, (22%), Aljazair (18%), dan Azerbaijan (9%).
Eropa juga membeli LNG dari Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lain dengan jumlah sekitar 400 juta meter kubik per hari. Seperempat dari total impor minyak Uni Eropa, atau sekitar 2,2 juta barel minyak mentah per hari, masuk lewat jaringan pipa-pipa dari Rusia.
Eropa juga mengimpor 1,2 juta barel produk minyak lainnya dari Rusia. Selain masalah pasokan, dunia juga mengalami masalah pengiriman lintas batas (distribusi) sehingga menyebabkan kenaikan harga pangan di berbagai dunia. Hal ini juga diperberat dengan adanya perubahan iklim yang berdampak pada suplai pangan secara global.
Kini, bayang-bayang lonjakan inflasi tinggi kian jadi kenyataan. Ketidakpastian keuangan dunia akibat fenomena inflasi yang melambung tinggi di berbagai belahan dunia pada mulanya tak lain dipicu pemulihan ekonomi pasca pandemi seiring dengan program stimulus fiskal yang dilakukan berbagai pemerintah di dunia.
Ironsinya, kondisi tersebut kian diperparah dengan terjadinya kekurangan bahan baku dan komoditas seiring dengan krisis pangan dan energi yang terus mendorong inflasi di berbagai negara kian meroket ke level tertinggi.
Menjaga Stabilitas Ekonomi
Tatkala kawasan lain mengalami guncangan ekonomi karena faktor global, kondisi ekonomi Indonesia masih tergolong stabil dibanding berbagai negara lain di dunia. Meski demikian, mitigasi risiko ekonomi tetap diperlukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan dari dampak pasar global yang masih belum stabil.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi di Indonesia masih terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian.Indeks Harga Konsumen (IHK)pada Juni 2022 mencapai 0,61% secara (mtm). Angka inflasi bulanan ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yakni 0,40%.Secara tahunan, inflasi IHK Juni 2022 tercatatmencapai 4,35%(yoy).Angka tersebut merupakan inflasi tertinggi sejak Juni 2017. Berdasarkan komponennya, inflasi Juni 2022 banyak didorong oleh kenaikan harga berbagai komoditas bahan pangan seperti cabai merah dan bawang merah.Meski demikian, inflasi inti masih tetap terjaga di tengah permintaan domestik yang terus meningkatsejalan dengan aktivitas ekonomi dan mobilitas yang semakin membaik pasca pandemi.
Perekonomian Indonesia hingga saat ini secara umum masih ditopang oleh dua komponen utama, yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi. Kedua komponen tersebut memiliki kontribusi hingga lebih dari 70% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Dunia saat ini menghadapi banyak sekali tantangan yang semakin besar di tengah upaya pemulihan ekonomi pascapandemi . Dunia sedang menghadapi kompleksitas ancaman krisis pangan , energi, kesehatan, hingga keuangan. Krisis energi muncul lebih banyak karena invasi Rusia ke Ukraina, yang berdampak kekacauan pasar energi.
Sebagian besar negara Uni Eropa sangat tergantung pada pasokan minyak dan gas alam Rusia, sekitar 40% kebutuhan gas alam mereka didatangkan dari Rusia. Sementara sisanya datang dari Norwegia, (22%), Aljazair (18%), dan Azerbaijan (9%).
Eropa juga membeli LNG dari Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lain dengan jumlah sekitar 400 juta meter kubik per hari. Seperempat dari total impor minyak Uni Eropa, atau sekitar 2,2 juta barel minyak mentah per hari, masuk lewat jaringan pipa-pipa dari Rusia.
Eropa juga mengimpor 1,2 juta barel produk minyak lainnya dari Rusia. Selain masalah pasokan, dunia juga mengalami masalah pengiriman lintas batas (distribusi) sehingga menyebabkan kenaikan harga pangan di berbagai dunia. Hal ini juga diperberat dengan adanya perubahan iklim yang berdampak pada suplai pangan secara global.
Kini, bayang-bayang lonjakan inflasi tinggi kian jadi kenyataan. Ketidakpastian keuangan dunia akibat fenomena inflasi yang melambung tinggi di berbagai belahan dunia pada mulanya tak lain dipicu pemulihan ekonomi pasca pandemi seiring dengan program stimulus fiskal yang dilakukan berbagai pemerintah di dunia.
Ironsinya, kondisi tersebut kian diperparah dengan terjadinya kekurangan bahan baku dan komoditas seiring dengan krisis pangan dan energi yang terus mendorong inflasi di berbagai negara kian meroket ke level tertinggi.
Menjaga Stabilitas Ekonomi
Tatkala kawasan lain mengalami guncangan ekonomi karena faktor global, kondisi ekonomi Indonesia masih tergolong stabil dibanding berbagai negara lain di dunia. Meski demikian, mitigasi risiko ekonomi tetap diperlukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan dari dampak pasar global yang masih belum stabil.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi di Indonesia masih terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian.Indeks Harga Konsumen (IHK)pada Juni 2022 mencapai 0,61% secara (mtm). Angka inflasi bulanan ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yakni 0,40%.Secara tahunan, inflasi IHK Juni 2022 tercatatmencapai 4,35%(yoy).Angka tersebut merupakan inflasi tertinggi sejak Juni 2017. Berdasarkan komponennya, inflasi Juni 2022 banyak didorong oleh kenaikan harga berbagai komoditas bahan pangan seperti cabai merah dan bawang merah.Meski demikian, inflasi inti masih tetap terjaga di tengah permintaan domestik yang terus meningkatsejalan dengan aktivitas ekonomi dan mobilitas yang semakin membaik pasca pandemi.
Perekonomian Indonesia hingga saat ini secara umum masih ditopang oleh dua komponen utama, yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi. Kedua komponen tersebut memiliki kontribusi hingga lebih dari 70% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).