Kisah Soeharto Tanpa Rompi Antipeluru Kunjungi Negeri Perang Bosnia Herzegovina

Rabu, 29 Juni 2022 - 19:31 WIB
loading...
Kisah Soeharto Tanpa...
Presiden Soeharto saat mendarat di Sarajevo, Bosnia Herzegovina. FOTO/DOKUMEN SJAFRIE SJAMSOEDDIN/PAK HARTO THE UNTOLD STORIES
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Jokowi dan rombongan tengah melakukan lawatan ke luar negeri. Salah satu agendanya adalah mengunjungi Ukraina dan Rusia, dua negara yang saat ini sedang berperang.

Melansir dari situs resmi presiden, Jokowi bersama rombongan berangkat ke Kyiv, Ukraina melalui Peron 4 Stasiun Przemysl Glowny, Kota Przemysl, Polandia pada Selasa (28/6/2022) pukul 21.15 waktu setempat. Jokowi menggunakan Kereta Api Luar Biasa yang telah disiapkan Pemerintah Ukraina.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 11 jam, kereta yang membawa Jokowi dan rombongan tiba di Peron 1 Stasiun Central Kyiv, Ukraina, Rabu (29/6/2022) sekitar pukul 08.50 waktu setempat. Sebagai agenda awal, Jokowi mengunjungi puing-puing kompleks Apartemen Lipky di Kota Irpin.

Baca juga: Presiden Jokowi: Jangan Ada Lagi Kota di Ukraina yang Rusak Akibat Perang

"Kita harapkan tidak ada lagi kota-kota yang rusak di Ukraina akibat perang," kata Jokowi seperti dilansir dari situs resmi presiden, Rabu (29/6/2022).

Lawatan ke negara perang juga pernah dilakukan Presiden Soeharto . Ia berkunjung ke Bosnia Herzegovina saat situasi perang sedang berkecamuk pada 1995. Sebelumnya Soeharto dan rombongan singgah di Zagreb, Kroasia untuk bertemu dengan Presiden Franjo Tudjman.

Situasi di Bosnia saat itu cukup mencekam. Apalagi diperoleh kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB, Yasushi Akashi, ditembaki saat terbang ke Bosnia. Meski tidak ada korban jiwa tapi kabar itu membuat rencana Soeharto pergi ke Bosnia menjadi tanda tanya, apakah dilanjutkan atau tidak.

"Saya pamit dulu untuk pergi ke Sarajevo," kata Soeharto kepada Presiden Kroasia Franjo Tudjman seperti dikutip dari buku Pak Harto The Unstold Stories (2012), Rabu (29/6/2022).

Baca juga: Perjalanan Misi Perdamaian, Jokowi Naik Kereta Api 12 Jam Bertemu Zelensky dan Putin

Pamitan itu menunjukan bahwa keinginan Soeharto pergi di Bosnia sudah bulat. Insiden penembakan pesawat Utusan Khusus PBB tak menyurutkan sedikit pun niatnya.

Tepat pada 13 Maret 1995, Soeharto beserta rombongan terbang menggunakan pesawat sewaan buatan Rusia menuju Bosnia Herzegovina. Ikut dalam rombongan, Komandan Grup A Paspampres Kolonel Inf Sjafrie Sjamsoeddin, Komandan Detasemen Pengawal Pribadi Presiden Mayor Cpm Unggul K Yudhoyono, Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moediono, Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung, Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA) Mayjen TNI Syamsir Siregar, Danpaspampres Mayjen TNI Jasril Jakub, dan Ajudan Presiden, Kolonel Inf Sugiono.

Sesuai prosedur keamanan PBB, semua penumpang diminta mengisi formulir pernyaan risiko.

"Apa itu," tanya Soeharto kepada Sjafrie Sjamsoeddin yang mengambil dua formulir.

"Pernyataan risiko, tanggung perorangan, Pak," kata Sjafrie dalam tulisan berjudul Berani Ambil Risiko di buku Pak Harto The Untold Stories.

"Mana punya saya? sini!" kata Soeharto lalu menandatangani formulir tersebut.

Lama penerbangan Zagreb-Sarajevo sekitar 1,5 jam. Di tengah perjalanan, terdengar instruksi semua penumpang wajib memakai helm dan rompi pengamanan.

"Ini tempat duduk, di bawahnya sudah dikasih antipeluru belum?" tanya Soeharto. "Sudah Pak. Kami tutup semua dengan bulletproof, untuk mengantisipasi tembakan dari bawah," jawab Sjafrie.

"Sampingnya?" tanya Soeharto lagi. "Juga sudah, Pak," kata Sjafrie sambil memegang rompi dan helm pengamanan untuk Soeharto.

"Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini, ya! Nanti helmnya masukkan ke (Museum) Purna Bhakti," kata Soeharto.

"Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (tenteng) saja. Kamu cangking saja," kata Soeharto yang menandakan ia enggan memakai rompi antipeluru seberat 12 kilogram yang mampu menahan tembakan M-16. Rompi itu dibawa dari Jakarta, milik Paspampres, bantuan dari Kopassus.

Soeharto pun hanya mengenakan jas dan kopiah dalam lawatan ke negeri perang Bosnia Herzegovina. Padahal dari pengamatan Sjafrie dari balik jendela pesawat menjelang turun di Sarajevo, ia melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat, berputar-putar mengikuti pesawat yang ditumpangi Pak Harto.

Turun dari pesawat, Soeharto berjalan cukup tenang. Presiden ke-2 RI ini dijemput Pasukan PBB dengan VAB, panser buatan Prancis yang mirip dengan Panser Anoa 6x6 produk PT Pindad. Soeharto memilih naik panser nomor 5.

Rombongan Soeharto kemudian menuju Istana Kepresidenan Bosnia. Untuk mencapai tujuan, panser-panser itu harus melewati Sniper Valley, tempat para penembak jitu dari kedua belah pihak yang berperang. Beruntung tidak ada serangan ke arah rombongan Soeharto hingga sampai di Istana Kepresidenan Bosnia yang memprihatinkan. Di Istana itu tidak ada air, sehingga air bersih harus diambil dengan ember.

Presiden Soeharto disambut hangat oleh Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic. Keduanya berbincang tak kurang dari satu setengah jam dilanjutkan dengan jamuan makan siang. Soeharto lalu memerintahkan Menlu Ali Alatas untuk memberikan keterangan pers di ruangan lainnya.

Saat pertemuan Soeharto dan Alija Izetbegovic, proyektil meriam jatuh sekitar 3 kilometer dari Istana Kepresidenan. Sjafrie lalu memberitahukan Soeharto bahwa sisa waktu hanya tiga jam karena situasi semakin mencekam. Suara tembakan terdengar dari kejauhan. Prajurit-prajurit juga terlihat bersiaga.

"Pak, kenapa sedang sensitif begini, Bosnia sedang kritis, Bapak datang?" tanya Sjafrie saat menunggu kepulangan.

"Ya, kan kita tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non-Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita Tengok," kata Soeharto menjelaskan.

"Tapi, ini kan risikonya besar," timpal Sjafrie.

"Ya, itu kita bisa kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka menjadi tambah semangat," kata Soeharto dengan gaya khas kalemnya.

Sjafrie yang kelak menjadi Wakil Menteri Pertahanan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganggap hal itu adalah pemikiran Pak Harto yang sangat mendalam. Pernyataannya mengandung keteladanan yang berharga bagi siapa pun yang hendak menjadi pemimpin.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1385 seconds (0.1#10.140)