Kisah Ediwarno, Jamaah Buta dari Cilacap: Semoga Ada Mukjizat Saya Bisa Melihat Baitullah

Jum'at, 24 Juni 2022 - 14:22 WIB
loading...
Kisah Ediwarno, Jamaah Buta dari Cilacap: Semoga Ada Mukjizat Saya Bisa Melihat Baitullah
Jamaah haji asal Cilacap, Jateng, Ediwarno dibantu berwudlu oleh istrinya, Asifah setiba di Bandara King Abdul Azis, Jeddah, Rabu (22/6) petang. FOTO/KORAN SINDO/Abdul Hakim
A A A
JAKARTA - Air mata Ediwarno tiba-tiba meleleh. Tepat pukul 19.27 Waktu Arab Saudi, di kala senja jelang terkikis habis, Ediwarno tak kuasa menahan tangis. Lantunan bacaan talbiyah; Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka labbaik, Innalhamda wan ni'mata laka walmulka laa syaariika lakk yang bertalu-talu terdengar membuatnya kian termangu.

Dia seolah tak terganggu dengan hiruk-pikuk ratusan orang sesama jamaah haji yang tengah transit di paviliun D1 Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Azis Jeddah, Rabu (22/6/2022) petang. Di atas kursi roda berbahan stainless stell itu, dia hanya terdiam khusyuk.

Dengan lirih, Ediwarno tak henti berupaya mengikuti bacaan talbiyah yang dipimpin oleh seorang petugas bidang bimbingan ibadah tersebut. Sedang di sampingnya, Asifah, sang istri dengan penuh setia menungguinya sambil berdiri. "Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka labbaik," terdengar suara lirih dari mulut Ediwarno berupaya mengikuti bacaan talbiyah tersebut.



Jelang magrib itu, Ediwarno tampak tak banyak bicara. Dia lebih sering berzikir dan bertalbiyah. Sesekali, dia juga merespons apa yang diucapkan oleh sang istri. Demikian juga ketika KORAN SINDO mendekatinya, laki-laki berusia 62 tahun ini hanya tampak anteng di atas kursi roda. "Bapak ini tidak bisa melihat, sudah sejak 2016 setelah kecelakaan," ujar sang istri berupaya menjelaskan kondisi Ediwarno.

Ya, Ediwarno adalah jamaah haji asal Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah yang berangkat ke Tanah Suci dengan kondisi tidak bisa melihat. Dua matanya tak bisa digunakan seperti sebelumnya setelah mengalami kecelakaan hebat pada 2016 silam. Warga yang tinggal di Kelurahan Karangtalun, Kecamatan Cilacap Utara ini tak tahu persis penyebab dua matanya bisa menjadi buta selepas insiden di saat pagi hari ketika tengah berangkat ke kantornya di Pemerintah Kabupaten Cilacap itu.

Saat kecelakaan, sepeda motor yang dia naiki ringsek. Kondisi tak jauh beda juga dengan sepeda motor lawannya. Bahkan begitu kerasnya tabrakan, Ediwarno mengaku sampai koma beberapa hari di rumah sakit (RS). Dua operasi besar pun dia jalani kala itu.

Baca juga: Kewajiban Haji: Bolehkah Melontar Jumrah Sebelum Azan Zuhur

Yang dia ingat, dua matanya mulai mengalami gangguan sekitar sebulan setelah kecelakaan. Perlahan, daya penglihatannya menurun. Hingga puncaknya, dua matanya benar-benar tak bisa melihat. Yang ada hanyalah gelap sampai sekarang.

Ediwarno mengaku, demi bisa matanya bisa melihat keindahan dunia lagi seperti kondisi normal, dia sudah berobat ke berbagai tempat, baik RS maupun pengobatan alternatif. Tak kurang ada lima RS yang sudah dia kunjungi, baik di Cilacap, Purwokerto maupun kota lain seperti Yogyakarta. Namun semuanya masih nihil.

Demikian pula, keluarganya juga beberapa kali membawa ke sejumlah ahli kesehatan alaternatif. Namun lagi-lagi upaya pengobatan itu belum berhasil. Dia menceritakan, merujuk penjelasan dari dokter, gangguan di matanya ini diakibatkan adanya gumpalan darah di syaraf kepala yang akhirnya memengaruhi kerja mata. "Bahkan saya akhirnya memilih pensiun dini karena harus berobat dan juga sudah tidak bisa melihat," ungkap Ediwarno.

Di tengah ujian berat hidupnya itu, dia bersyukur karena akhirnya tahun ini bisa berangkat haji. Baginya, ibadah rukun Islam kelima ini begitu ditunggu-tunggu. Untuk berhaji ini, dia sudah lama menabung sejak masih jadi PNS dengan kondisi matanya yang masih normal. Ayah dua anak ini mengaku telah bekerja cukup lama di lingkungan Pemkab Cilacap. Sehingga berbagai kantor dinas telah dirasakan. Uang gaji bulanan ditambah pendapatan sang istri dia sisihkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya bisa mendaftar haji pada 2012 lalu.

Sesuai nomor porsi, Ediwarno dan istri mestinya bisa berangkat ke Tanah Suci pada 2020 lalu. Namun lantaran munculnya wabah Covid-19 dan tidak dibukanya pintu haji, maka impian besarnya itu baru terwujud sekarang. Dia tergabung dalam kloter 27 dari Embarkasi Solo (SOC). "Alhamdulillah. Saya senang dan lega karena bisa berhaji," kata Ediwarno usai berwudlu dengan dikucuri air botol oleh istrinya yang tampak sangat sabar.

Petang itu, Tanah Suci Mekkah yang dia impi-impikan memang seolah sudah di depan mata. Jika dari tempatnya transit di Terminal Haji, paling lama hanya ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Perasaannya pun kian campur aduk. Antara bahagia, lega, haru sekaligus penuh pengharapan.

Ediwarno mengaku, tak banyak yang dia inginkan selama beribadah haji. Baginya bisa berangkat haji dengan kondisi saat ini sudah sebuah kenikmatan yang tak terkira. Jika nantinya bisa diberi penglihatan normal lagi, baginya juga menjadi mukjizat yang selama ini dia lantunkan di setiap doa.

"Saya senang sekali akhirnya bisa ke sini. Saya ingin sekali bisa melihat dunia lagi, melihat Kakbah," ujarnya penuh keharuan jelang didorong istrinya menuju antren bus yang akan membawanya menuju Masjidilharam di Mekkah.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1215 seconds (0.1#10.140)