Pengamat Militer: Rencana Jokowi Damaikan Rusia-Ukraina Sesuai UUD 1945
loading...
A
A
A
"Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang lokal , biaya logistik melonjok, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari," paparnya.
Mantan Anggota Komisi I DPR ini menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan dan dipelajari Presiden Jokowi dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk mempersiapkan proses perdamaian ini. Di antaranya, mempelajari perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif Ilmu Pertahanan. Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia.
Kedua, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti ingin melancarkan perang berlarut. Antara lain untuk kepentingan NATO intelligence surveyllance dan Intelligence device Rusia lebih unggul.
Ketiga, fakta 40% gas Eropa asal Rusia, 35% paladium bahan baku semikonduktor Amerika Serikat asal Rusia, dan 67% Neon bahan baku semikonduktor Amerika Serikat asal Ukraina. Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang-barang lokal, biaya logistik melonjak, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar.
"Dengan kita mempelajari hal itu maka kita pun dapat merumuskan konsep perdamaian yang akan diwujudkan. Kita jangan sampai meleset dalam memprediksi siapa yang memenangkan perang tersebut. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan," ujarnya.
Dalam mengakhiri perang Rusia-Ukraina, kata Nuning, ada beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang. Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.
"Memang tidak mudah mendamaikan perang berlarut yang tengah terjadi, di mana baik pihak Ukraina maupun Rusia tak hanya melakukan perang militer dengan persenjataan mutakhir tapi juga perang kognitif di mana masing-masing pihak ingin memengaruhi dunia agar berpihak pada negaranya. Karenanya, harus dijaga juga keselamatan Presiden Jokowi karena bisa saja ada pihak yang tak suka dengan upaya perdamaian ini," ujarnya.
Mantan Anggota Komisi I DPR ini menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan dan dipelajari Presiden Jokowi dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk mempersiapkan proses perdamaian ini. Di antaranya, mempelajari perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif Ilmu Pertahanan. Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia.
Kedua, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti ingin melancarkan perang berlarut. Antara lain untuk kepentingan NATO intelligence surveyllance dan Intelligence device Rusia lebih unggul.
Ketiga, fakta 40% gas Eropa asal Rusia, 35% paladium bahan baku semikonduktor Amerika Serikat asal Rusia, dan 67% Neon bahan baku semikonduktor Amerika Serikat asal Ukraina. Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang-barang lokal, biaya logistik melonjak, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar.
"Dengan kita mempelajari hal itu maka kita pun dapat merumuskan konsep perdamaian yang akan diwujudkan. Kita jangan sampai meleset dalam memprediksi siapa yang memenangkan perang tersebut. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan," ujarnya.
Dalam mengakhiri perang Rusia-Ukraina, kata Nuning, ada beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang. Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.
"Memang tidak mudah mendamaikan perang berlarut yang tengah terjadi, di mana baik pihak Ukraina maupun Rusia tak hanya melakukan perang militer dengan persenjataan mutakhir tapi juga perang kognitif di mana masing-masing pihak ingin memengaruhi dunia agar berpihak pada negaranya. Karenanya, harus dijaga juga keselamatan Presiden Jokowi karena bisa saja ada pihak yang tak suka dengan upaya perdamaian ini," ujarnya.
(abd)