Pengamat Militer: Rencana Jokowi Damaikan Rusia-Ukraina Sesuai UUD 1945

Kamis, 23 Juni 2022 - 16:54 WIB
loading...
Pengamat Militer: Rencana...
Langkah Presiden Jokowi yang akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow pada 30 Juni mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) yang akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow pada 30 Juni mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan. Pertemuan tersebut diharapkan dapat mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina .

"Kita tentu menyambut baik niat Presiden Joko Widodo untuk menjadi juru damai di tengah perang Ukraina versus Rusia. Hal ini sesuai dengan UUD 1945," kata Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati, Kamis (23/6/2022).

Nuning, sapaan akrabnya, menyinggung peristiwa 2 September 1949, di mana Wakil Presiden RI Mohammad Hatta mengeluarkan pernyataan tentang politik luar negeri RI yakni, politik luar negeri bebas aktif. Konsep politik luar negeri bebas dan aktif memiliki pengertian bebas dalam arti bangsa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang bertentangan dengan kepribadian bangsa (Pancasila). Sedangkan aktif dalam menjalankan kebijaksanaan luar negeri tidak bersikap pasif atas kejadian internasional.



"Sejalan dengan konsep politik luar negeri bebas aktif dan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: " ....ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...", maka bangsa Indonesia mengambil peran dalam perdamaian dunia," kata Nuning.

Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam dan Cyber Security ini menilai, keputusan untuk mendamaikan kedua negara itu sangat baik karena saat itu berbagai dampak domino terjadi membuat situasi dunia mengalami masalah utamanya bidang ekonomi dan krisis pangan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bahkan sudah memberi warning mengenai krisis pangan yang bakal dihadapi akibat perang Rusia-Ukraina. Krisis pangan yang sudah ada di depan mata akan semakin membebani APBN. Padahal, selama 2 tahun ini saja, APBN sudah babak belur dihajar pandemi Corona -19.

Baca juga: Pertama Kali, Jokowi Dikawal Tim Penyelamatan Khusus saat ke Rusia dan Ukraina

"Bila dibiarkan perang Ukraina dengan Rusia ini berlarut dikhawatirkan krisis pangan dan energi akibat ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, akan membuat angka kemiskinan makin bertambah," ujarnya.

Untuk itu, kata Nuning, pemerintah Indonesia patut mewaspadai dampak perang bagi perekonomian nasional. Sejumlah langkah strategis juga harus disiapkan secara matang mengantisipasi kemungkinan terburuk bagi kondisi sosial-politik di Indonesia.

"Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang lokal , biaya logistik melonjok, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari," paparnya.

Mantan Anggota Komisi I DPR ini menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan dan dipelajari Presiden Jokowi dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk mempersiapkan proses perdamaian ini. Di antaranya, mempelajari perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif Ilmu Pertahanan. Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia.

Kedua, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti ingin melancarkan perang berlarut. Antara lain untuk kepentingan NATO intelligence surveyllance dan Intelligence device Rusia lebih unggul.

Ketiga, fakta 40% gas Eropa asal Rusia, 35% paladium bahan baku semikonduktor Amerika Serikat asal Rusia, dan 67% Neon bahan baku semikonduktor Amerika Serikat asal Ukraina. Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang-barang lokal, biaya logistik melonjak, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar.

"Dengan kita mempelajari hal itu maka kita pun dapat merumuskan konsep perdamaian yang akan diwujudkan. Kita jangan sampai meleset dalam memprediksi siapa yang memenangkan perang tersebut. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan," ujarnya.

Dalam mengakhiri perang Rusia-Ukraina, kata Nuning, ada beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang. Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.

"Memang tidak mudah mendamaikan perang berlarut yang tengah terjadi, di mana baik pihak Ukraina maupun Rusia tak hanya melakukan perang militer dengan persenjataan mutakhir tapi juga perang kognitif di mana masing-masing pihak ingin memengaruhi dunia agar berpihak pada negaranya. Karenanya, harus dijaga juga keselamatan Presiden Jokowi karena bisa saja ada pihak yang tak suka dengan upaya perdamaian ini," ujarnya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1432 seconds (0.1#10.140)