7 Fraksi Dukung RUU yang Atur Cuti Melahirkan 6 Bulan Dibawa ke Paripurna
loading...
A
A
A
JAKARTA - RUUtentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) mendadak jadi perbincangan karena adanya usulan cuti melahirkan 6 bulan bagi ibu pekerja. Namun faktanya, RUU ini ternyata baru selesai tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR, untuk kemudian diusulkan menjadi RUU usul inisiatif DPR , agar bisa dibahas bersama pemerintah.
Salah satu inisiator RUU KIA dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah mengungkapkan, ada 7 fraksi yang setuju agar RUU ini dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan jadi usul inisiatif.
"Ada 7 fraksi yang mendukung untuk dibawa ke tingkat lebih lanjut untuk disahkan atau ditetapkan di rapat Paripurna sebagai RUU inisiatif DPR, baru kemudian dibahas bersama dengan pemerintah dan sangat terbuka masukan dari teman-teman," kata Luluk dalam webinar yang digelar Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) RI yang bertajuk "Cuti Melahirkan 6 Bulan", yang dikutip Senin (20/6/2022).
Anggota Komisi IX DPR ini mengakui, RUU KIA ini merupakan RUU yang diusulkan oleh Fraksi PKB dengan beberapa pertimbangan. Antara lain, pihaknya melihat isu yang terkait dengan kesejahteraan ibu dan anak itu sebagai satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan, untuk memastikan bahwa pembangunan pemerintah di semua sektor bisa berjalan dengan baik.
"Jadi itu kesejahteraan ibu dan anak itu bisa menjadi indikator, apakah pembangunan itu bisa dinilai berhasil atau tidak berhasil, bisa dinilai baik atau tidak baik dan seterusnya," terangnya.
Menurut Luluk, melalui RUU KIA ini, pihaknya ingin memberikan makna bahwa pembangunan itu harus juga memastikan soal kesejahteraan ibu dan anak, dan isu itu tidak boleh menjadi isu yang terbelakang atau isu yang ada di belakang saja. Baca: Ungkap Isi RUU KIA, Puan: Cuti Melahirkan 6 Bulan, Tidak Boleh Diberhentikan
Kesejahteraan ibu dan anak harus ditempatkan di depan. Karena, Indonesia yang akan menyongsong satu abad di 2045 nanti masih menghadapi beberapa isu yang sangat krusial, seperti di antaranya stunting (kurang gizi) dan angka ibu meninggal saat melahirkan.
"Angka kematian ibu ya dari setiap 100.000 kelahiran ada 305 ibu yang meninggal dunia. Dulu ketika kita awal-awal merdeka mungkin 370-an per 100.000. Tetapi ini kan range-nya tidak terlalu terpaut jauh dengan kondisi yang sekarang masih dihadapi oleh para ibu yang ada di Indonesia," papar Luluk.
Namun, Luluk mengakui bahwa masalah kesejahteraan ibu dan anak ini bukan hanya sekedar angka, tetapi ada aspek kesetaraan gender, persoalan kultur, persoalan politik, persoalan kebersihan, juga persoalan kebijakan yang masih parsial.
Sehingga, pihaknya mengusulkan RUU ini sebagai langkah-langkah untuk bisa menghamonisasikan semua bentuk aturan dan juga perundang-undangan yang selama ini memang belum bisa menjawab kebutuhan dari ibu dan anak di zaman sekarang
"Maka tantangan kita untuk bisa menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, yang kompetitif, yang punya daya saing, yang kemudian juga sehat, berkualitas, produktif. Ini pasti menjadi impian dari semua negara termasuk juga Indonesia," ungkap Luluk.
Salah satu inisiator RUU KIA dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah mengungkapkan, ada 7 fraksi yang setuju agar RUU ini dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan jadi usul inisiatif.
"Ada 7 fraksi yang mendukung untuk dibawa ke tingkat lebih lanjut untuk disahkan atau ditetapkan di rapat Paripurna sebagai RUU inisiatif DPR, baru kemudian dibahas bersama dengan pemerintah dan sangat terbuka masukan dari teman-teman," kata Luluk dalam webinar yang digelar Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) RI yang bertajuk "Cuti Melahirkan 6 Bulan", yang dikutip Senin (20/6/2022).
Anggota Komisi IX DPR ini mengakui, RUU KIA ini merupakan RUU yang diusulkan oleh Fraksi PKB dengan beberapa pertimbangan. Antara lain, pihaknya melihat isu yang terkait dengan kesejahteraan ibu dan anak itu sebagai satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan, untuk memastikan bahwa pembangunan pemerintah di semua sektor bisa berjalan dengan baik.
"Jadi itu kesejahteraan ibu dan anak itu bisa menjadi indikator, apakah pembangunan itu bisa dinilai berhasil atau tidak berhasil, bisa dinilai baik atau tidak baik dan seterusnya," terangnya.
Menurut Luluk, melalui RUU KIA ini, pihaknya ingin memberikan makna bahwa pembangunan itu harus juga memastikan soal kesejahteraan ibu dan anak, dan isu itu tidak boleh menjadi isu yang terbelakang atau isu yang ada di belakang saja. Baca: Ungkap Isi RUU KIA, Puan: Cuti Melahirkan 6 Bulan, Tidak Boleh Diberhentikan
Kesejahteraan ibu dan anak harus ditempatkan di depan. Karena, Indonesia yang akan menyongsong satu abad di 2045 nanti masih menghadapi beberapa isu yang sangat krusial, seperti di antaranya stunting (kurang gizi) dan angka ibu meninggal saat melahirkan.
"Angka kematian ibu ya dari setiap 100.000 kelahiran ada 305 ibu yang meninggal dunia. Dulu ketika kita awal-awal merdeka mungkin 370-an per 100.000. Tetapi ini kan range-nya tidak terlalu terpaut jauh dengan kondisi yang sekarang masih dihadapi oleh para ibu yang ada di Indonesia," papar Luluk.
Namun, Luluk mengakui bahwa masalah kesejahteraan ibu dan anak ini bukan hanya sekedar angka, tetapi ada aspek kesetaraan gender, persoalan kultur, persoalan politik, persoalan kebersihan, juga persoalan kebijakan yang masih parsial.
Sehingga, pihaknya mengusulkan RUU ini sebagai langkah-langkah untuk bisa menghamonisasikan semua bentuk aturan dan juga perundang-undangan yang selama ini memang belum bisa menjawab kebutuhan dari ibu dan anak di zaman sekarang
"Maka tantangan kita untuk bisa menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, yang kompetitif, yang punya daya saing, yang kemudian juga sehat, berkualitas, produktif. Ini pasti menjadi impian dari semua negara termasuk juga Indonesia," ungkap Luluk.
(hab)