Resesi Ekonomi Sudah di Depan Mata

Rabu, 24 Juni 2020 - 11:10 WIB
loading...
Resesi Ekonomi Sudah di Depan Mata
Pemerintah berharap dana penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sedang digelontorkan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat sebesar 1,4%. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
INDONESIA berpotensi masuk jurang resesi ekonomi? Ini bukan hoaks, hal itu jujur diakui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati apabila dalam masa pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) daya beli masyarakat tetap lesu.

Karena itu, pemerintah berharap dana penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sedang digelontorkan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat sebesar 1,4%. Namun, bila pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua dan ketiga negatif, maka potensi resesi ekonomi Indonesia bisa terwujud. Untuk menghindari zona resesi ekonomi, pemerintah harus berjibaku agar pertumbuhan ekonomi paling tidak di atas 1% tahun ini.

Untuk pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua, Kemenkeu memprediksi pada level negatif 3,8% atau lebih dalam dari proyeksi sebelumnya pada posisi minus 3,1%. Indikator pertumbuhan ekonomi negatif dapat dilihat dari data terbaru yang dibeberkan Badan Pusat Statistik (BPS) di antaranya penjualan mobil yang anjlok hingga 93,21% dan penjualan sepeda motor terpangkas 79,31%, serta impor bahan baku yang turun.

Dari sisi transportasi angka penumpang terjun bebas seperti penumpang transportasi udara turun 87,91%. Penyebab merosotnya perekonomian sebagai dampak dari kebijakan PSBB dalam menghadang pandemi Covid-19, yang membuat roda perekonomian cenderung stagnan dalam tiga bulan terakhir.

Selanjutnya, pada triwulan keempat pemerintah berharap perekonomian nasional bertumbuh di level 3%. Bagaimana mewujudkan angka 3% di tengah pandemi virus korona yang masih menghantui perekonomian?

Rupanya pemerintah meyakini berbagai insentif untuk dunia usaha termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 dan belanja pemerintah bisa menjadi bahan bakar untuk menghidupkan motor perekonomian.

Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini, pemerintah hanya memproyeksi sekitar 1% dan skenario terburuknya berada di level minus 0,4%. Pemerintah harus bersiap dengan skenario terburuk menyusul proyeksi sejumlah lembaga internasional terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tak sampai 1%.

Sebelumnya pemerintah memasang angka pertumbuhan ekonomi pada level negatif 0,4% hingga 2,3%, namun belakangan dikoreksi menjadi sekitar minus 0,4 sampai 1,%. Tantangan pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tetap positif hingga akhir tahun adalah bagaimana menggenjot pertumbuhan pada kuartal ketiga dan keempat. Itu kuncinya.

Bila membandingkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia antara versi pemerintah dan sejumlah lembaga internasional, terjadi perbedaan yang mencolok. Tengok saja proyeksi Organisation for Economic Coorperation and Development (OECD) pada level negatif 2,8% hingga negatif 3,9%, Bank Dunia dipatok 0%, Asian Development Bank (ADB) pada kisaran negatif 1%, dan International Monetary Fund (IMF) pada level 0,5% serta Bloomberg juga pada kisaran 0,5%.

Apa dampaknya bila terjadi resesi ekonomi? Satu di antara dampak paling mengerikan adalah meroketnya angka pengangguran yang akan berujung meningkatnya angka kemiskinan. Jangankan pengaruh resesi ekonomi, saat ini angka pengangguran terus bergerak naik karena dampak pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat kehilangan pekerjaan. Adapun tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpotensi mencapai 10,7 juta sampai 12,7 juta orang pada 2021.

Data BPS menunjukkan angka TPT sebanyak 6,88 juta pada Februari lalu. Dampak lainnya adalah tingkat konsumsi rumah tangga turun karena daya beli yang rendah.

Sementara itu, kondisi perekonomian global juga semakin terpuruk, pihak IMF menyebut situasi tersebut terparah sejak 1930. Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menyalakan lampu hijau untuk pemberian stimulus senilai USD 2 triliun demi menjaga sistem keuangan. Lalu, pertumbuhan ekonomi China diproyeksi terpangkas ke level 1,2%.

Di daratan Eropa juga tak lewat dari sapuan pandemi Covid-19 di mana pertumbuhan perekonomian Jerman dan Inggris juga suram. Belum lama ini Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva membeberkan bahwa lebih dari 100 negara telah meminta bantuan darurat kepada IMF untuk mengatasi krisis keuangan sebagai dampak wabah virus korona. IMF siap menggelontorkan dana sebesar USD 1 triliun sebagai pinjaman. Kini tercatat sudah sebanyak sepuluh negara telah memperoleh dana darurat.

Jadi, untuk menghindari resesi ekonomi yang siap menerkam negeri ini, maka motor pertumbuhan ekonomi harus diputar kencang pada kuartal ketiga dan keempat alias tumbuh positif. Sri Mulyani yang pernah menjadi petinggi Bank Dunia selaku direktur pelaksana menyatakan menghalau hantu resesi ekonomi dibutuhkan perjuangan yang sangat berat.

Kita berharap sejumlah kebijakan yang diterbitkan pemerintah dan didukung dengan dana besar untuk pemulihan ekonomi nasional dapat tepat sasaran.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1280 seconds (0.1#10.140)