Hadapi Perubahan Geopolitik Dunia, MPR: Kedaulatan Pangan Harus Diwujudkan
loading...
A
A
A
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menilai saat ini dunia menghadapi potensi perang di bidang rantai pasok di era geo 5 yang mengedepankan kekuatan cyber dan artificial intelegence dalam pelaksanaannya. Namun, hingga saat ini Indonesia hanya mengandalkan hubungan antar negara ASEAN dan bilateral dalam menghadapi perubahan geopolitik yang kompleks.
Andi menyarankan, agar bangsa ini segera mengedepankan green dan blue policy di sektor lingkungan dan laut dalam membangun negeri ini. "Bila kebijakan itu tidak diterapkan, pada 2050 Indonesia akan menghadapi masalah besar," ujarnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir sektor pangan dihantam pandemi dan perubahan iklim yang mengganggu produksi dan distribusinya. Kondisi itu, diperparah dengan dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan terganggunya ketersediaan pupuk yang merupakan bagian dari proses produksi pangan.
Namun, inflasi nasional tetap terjaga dengan dukungan pasokan dan pertumbuhan sektor pangan menjadi faktor penopang utama. Syahrul optimistis untuk membangun sektor pangan yang kuat perlu campur tangan teknologi dalam proses produksi pangan nasional.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan untuk mencapai target menjadi negara dengan ekonomi nomor lima di dunia, Indonesia harus memacu pertumbuhan investasi sehingga iklim investasi nasional harus terus ditingkatkan. Namun, berbagai persoalan dunia terjadi dewasa ini mengganggu rantai pasok dan perdagangan dunia. “Tahun depan Indonesia akan melakukan 35 perjanjian perdagangan baru dengan sejumlah negara untuk mengatasi dampak terganggunya pasokan komoditas ke Tanah Air,” katanya.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini Indonesia menghadapi krisis di atas krisis, setelah menghadapi dampak Covid-19 saat ini muncul dampak perang Rusia-Ukraina. Belum lagi, ada potensi kebijakan The Fed menaikkan tingkat suku bunga yang biasanya berdampak kepada negara-negara berkembang.
”Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah dan DPR menyepakati harga bahan bakar jenis Pertalite dan listrik tidak perlu naik, untuk meredam dampak lebih besar terhadap masyarakat,” paparnya.
Kepala BPKN RI Rizal E. Halim menilai geopolitik saat ini harus menemukan titik keseimbangan baru dalam hal penguasaan sumber daya dan rantai pasok. Menurut Rizal, proses menuju keseimbangan baru itu berpotensi menimbulkan goncangan yang berdampak pada masyarakat.
Jumlah penduduk miskin Indonesia yang berjumlah 25 juta orang dan 40 juta penduduk rentan miskin sangat rawan terhadap goncangan yang terjadi dan harus diwaspadai.
Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai NasDem, Yessy Melania berpendapat negara berkewajiban untuk memastikan penduduk agar tidak kelaparan dan cukup gizi. Menurut Yessy, Indonesia berpotensi menghadapi krisis pangan dengan meningkatnya harga pangan global dan harga pupuk yang tidak terkendali serta ketersediaan yang terbatas. Indonesia, harus mengambil bagian dalam pemecahan masalah dunia.
Andi menyarankan, agar bangsa ini segera mengedepankan green dan blue policy di sektor lingkungan dan laut dalam membangun negeri ini. "Bila kebijakan itu tidak diterapkan, pada 2050 Indonesia akan menghadapi masalah besar," ujarnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir sektor pangan dihantam pandemi dan perubahan iklim yang mengganggu produksi dan distribusinya. Kondisi itu, diperparah dengan dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan terganggunya ketersediaan pupuk yang merupakan bagian dari proses produksi pangan.
Namun, inflasi nasional tetap terjaga dengan dukungan pasokan dan pertumbuhan sektor pangan menjadi faktor penopang utama. Syahrul optimistis untuk membangun sektor pangan yang kuat perlu campur tangan teknologi dalam proses produksi pangan nasional.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan untuk mencapai target menjadi negara dengan ekonomi nomor lima di dunia, Indonesia harus memacu pertumbuhan investasi sehingga iklim investasi nasional harus terus ditingkatkan. Namun, berbagai persoalan dunia terjadi dewasa ini mengganggu rantai pasok dan perdagangan dunia. “Tahun depan Indonesia akan melakukan 35 perjanjian perdagangan baru dengan sejumlah negara untuk mengatasi dampak terganggunya pasokan komoditas ke Tanah Air,” katanya.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini Indonesia menghadapi krisis di atas krisis, setelah menghadapi dampak Covid-19 saat ini muncul dampak perang Rusia-Ukraina. Belum lagi, ada potensi kebijakan The Fed menaikkan tingkat suku bunga yang biasanya berdampak kepada negara-negara berkembang.
”Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah dan DPR menyepakati harga bahan bakar jenis Pertalite dan listrik tidak perlu naik, untuk meredam dampak lebih besar terhadap masyarakat,” paparnya.
Kepala BPKN RI Rizal E. Halim menilai geopolitik saat ini harus menemukan titik keseimbangan baru dalam hal penguasaan sumber daya dan rantai pasok. Menurut Rizal, proses menuju keseimbangan baru itu berpotensi menimbulkan goncangan yang berdampak pada masyarakat.
Jumlah penduduk miskin Indonesia yang berjumlah 25 juta orang dan 40 juta penduduk rentan miskin sangat rawan terhadap goncangan yang terjadi dan harus diwaspadai.
Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai NasDem, Yessy Melania berpendapat negara berkewajiban untuk memastikan penduduk agar tidak kelaparan dan cukup gizi. Menurut Yessy, Indonesia berpotensi menghadapi krisis pangan dengan meningkatnya harga pangan global dan harga pupuk yang tidak terkendali serta ketersediaan yang terbatas. Indonesia, harus mengambil bagian dalam pemecahan masalah dunia.