Hadapi Perubahan Geopolitik Dunia, MPR: Kedaulatan Pangan Harus Diwujudkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengajak seluruh elemen bangsa mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Hal itu menyikapi kondisi politik dunia yang sarat perubahan.
Hal itu dikatakan Rerie, sapaan akrab Lestari, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pra Rakernas Partai NasDem bertajuk Bagaimana Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi Dunia Terhadap Pangan Nasional yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem, Rabu (8/6/2022).
"Memaknai dinamika peran Indonesia dalam konstelasi ekonomi dan politik dunia, diperlukan jaminan agar upaya pemulihan ekonomi nasional, jaminan ketahanan pangan dan energi, bisa terlaksana dengan baik," katanyanya.
Diskusi yang dimoderatori Wakil Ketua Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Internasional Martin Manurung ini menghadirkan Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Kepala Badan Kebijakan Fiskal/ BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid, Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang dan Akademisi dan Pengamat Pertanian Bustanul Arifin.
Selain itu, hadir pula Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Ukay Karyadi, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E. Halim, anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Nasdem Yessy Melania, dan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem di Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro.
Menurut Lestari, optimisme untuk mewujudkan kedaulatan pangan harus terus dibangun lewat penerapan langkah-langkah strategis agar mampu mengakselerasi pencapaian tersebut. Mengutip pernyataan Bung Karno saat peletakan baru pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada 27 April 1957, yang menegaskan persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya suatu bangsa.
Rerie menilai, pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina berdampak meningkatnya ancaman pada sektor vital setiap negara, termasuk sektor pangan nasional. Mengantisipasi dampak tersebut, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, membutuhkan gerak bersama, searah dan tanpa kompromi untuk menjawab tantangan itu. Apalagi, tambahnya, pandemi juga menyasar ketahanan suatu negara dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan.
Kondisi itu, jelas Rerie, harus disikapi dengan kebijakan dan langkah yang tepat dari Indonesia yang berada dalam geopolitik dunia, sehingga menuntut komitmen Indonesia pada prinsip-prinsip non-blok dalam menyikapi perubahan politik dan ekonomi dunia saat ini.
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menilai saat ini dunia menghadapi potensi perang di bidang rantai pasok di era geo 5 yang mengedepankan kekuatan cyber dan artificial intelegence dalam pelaksanaannya. Namun, hingga saat ini Indonesia hanya mengandalkan hubungan antar negara ASEAN dan bilateral dalam menghadapi perubahan geopolitik yang kompleks.
Andi menyarankan, agar bangsa ini segera mengedepankan green dan blue policy di sektor lingkungan dan laut dalam membangun negeri ini. "Bila kebijakan itu tidak diterapkan, pada 2050 Indonesia akan menghadapi masalah besar," ujarnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir sektor pangan dihantam pandemi dan perubahan iklim yang mengganggu produksi dan distribusinya. Kondisi itu, diperparah dengan dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan terganggunya ketersediaan pupuk yang merupakan bagian dari proses produksi pangan.
Namun, inflasi nasional tetap terjaga dengan dukungan pasokan dan pertumbuhan sektor pangan menjadi faktor penopang utama. Syahrul optimistis untuk membangun sektor pangan yang kuat perlu campur tangan teknologi dalam proses produksi pangan nasional.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan untuk mencapai target menjadi negara dengan ekonomi nomor lima di dunia, Indonesia harus memacu pertumbuhan investasi sehingga iklim investasi nasional harus terus ditingkatkan. Namun, berbagai persoalan dunia terjadi dewasa ini mengganggu rantai pasok dan perdagangan dunia. “Tahun depan Indonesia akan melakukan 35 perjanjian perdagangan baru dengan sejumlah negara untuk mengatasi dampak terganggunya pasokan komoditas ke Tanah Air,” katanya.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini Indonesia menghadapi krisis di atas krisis, setelah menghadapi dampak Covid-19 saat ini muncul dampak perang Rusia-Ukraina. Belum lagi, ada potensi kebijakan The Fed menaikkan tingkat suku bunga yang biasanya berdampak kepada negara-negara berkembang.
”Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah dan DPR menyepakati harga bahan bakar jenis Pertalite dan listrik tidak perlu naik, untuk meredam dampak lebih besar terhadap masyarakat,” paparnya.
Kepala BPKN RI Rizal E. Halim menilai geopolitik saat ini harus menemukan titik keseimbangan baru dalam hal penguasaan sumber daya dan rantai pasok. Menurut Rizal, proses menuju keseimbangan baru itu berpotensi menimbulkan goncangan yang berdampak pada masyarakat.
Jumlah penduduk miskin Indonesia yang berjumlah 25 juta orang dan 40 juta penduduk rentan miskin sangat rawan terhadap goncangan yang terjadi dan harus diwaspadai.
Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai NasDem, Yessy Melania berpendapat negara berkewajiban untuk memastikan penduduk agar tidak kelaparan dan cukup gizi. Menurut Yessy, Indonesia berpotensi menghadapi krisis pangan dengan meningkatnya harga pangan global dan harga pupuk yang tidak terkendali serta ketersediaan yang terbatas. Indonesia, harus mengambil bagian dalam pemecahan masalah dunia.
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem di Komisi XI DPR RI, Fauzi H. Amro berpendapat permasalahan yang disebabkan kondisi energi dan pangan dunia itu tergantung mitigasi resiko yang diterapkan. Sehingga, Fauzi menilai, segala persoalan yang dihadapi akibat kenaikan harga energi dan pangan harus segera ditentukan langkah untuk mengatasinya lewat mitigasi risiko yang dipersiapkan.
Hal itu dikatakan Rerie, sapaan akrab Lestari, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pra Rakernas Partai NasDem bertajuk Bagaimana Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi Dunia Terhadap Pangan Nasional yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem, Rabu (8/6/2022).
"Memaknai dinamika peran Indonesia dalam konstelasi ekonomi dan politik dunia, diperlukan jaminan agar upaya pemulihan ekonomi nasional, jaminan ketahanan pangan dan energi, bisa terlaksana dengan baik," katanyanya.
Diskusi yang dimoderatori Wakil Ketua Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Internasional Martin Manurung ini menghadirkan Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Kepala Badan Kebijakan Fiskal/ BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid, Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang dan Akademisi dan Pengamat Pertanian Bustanul Arifin.
Selain itu, hadir pula Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Ukay Karyadi, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E. Halim, anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Nasdem Yessy Melania, dan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem di Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro.
Menurut Lestari, optimisme untuk mewujudkan kedaulatan pangan harus terus dibangun lewat penerapan langkah-langkah strategis agar mampu mengakselerasi pencapaian tersebut. Mengutip pernyataan Bung Karno saat peletakan baru pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada 27 April 1957, yang menegaskan persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya suatu bangsa.
Rerie menilai, pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina berdampak meningkatnya ancaman pada sektor vital setiap negara, termasuk sektor pangan nasional. Mengantisipasi dampak tersebut, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, membutuhkan gerak bersama, searah dan tanpa kompromi untuk menjawab tantangan itu. Apalagi, tambahnya, pandemi juga menyasar ketahanan suatu negara dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan.
Kondisi itu, jelas Rerie, harus disikapi dengan kebijakan dan langkah yang tepat dari Indonesia yang berada dalam geopolitik dunia, sehingga menuntut komitmen Indonesia pada prinsip-prinsip non-blok dalam menyikapi perubahan politik dan ekonomi dunia saat ini.
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menilai saat ini dunia menghadapi potensi perang di bidang rantai pasok di era geo 5 yang mengedepankan kekuatan cyber dan artificial intelegence dalam pelaksanaannya. Namun, hingga saat ini Indonesia hanya mengandalkan hubungan antar negara ASEAN dan bilateral dalam menghadapi perubahan geopolitik yang kompleks.
Andi menyarankan, agar bangsa ini segera mengedepankan green dan blue policy di sektor lingkungan dan laut dalam membangun negeri ini. "Bila kebijakan itu tidak diterapkan, pada 2050 Indonesia akan menghadapi masalah besar," ujarnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir sektor pangan dihantam pandemi dan perubahan iklim yang mengganggu produksi dan distribusinya. Kondisi itu, diperparah dengan dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan terganggunya ketersediaan pupuk yang merupakan bagian dari proses produksi pangan.
Namun, inflasi nasional tetap terjaga dengan dukungan pasokan dan pertumbuhan sektor pangan menjadi faktor penopang utama. Syahrul optimistis untuk membangun sektor pangan yang kuat perlu campur tangan teknologi dalam proses produksi pangan nasional.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan untuk mencapai target menjadi negara dengan ekonomi nomor lima di dunia, Indonesia harus memacu pertumbuhan investasi sehingga iklim investasi nasional harus terus ditingkatkan. Namun, berbagai persoalan dunia terjadi dewasa ini mengganggu rantai pasok dan perdagangan dunia. “Tahun depan Indonesia akan melakukan 35 perjanjian perdagangan baru dengan sejumlah negara untuk mengatasi dampak terganggunya pasokan komoditas ke Tanah Air,” katanya.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini Indonesia menghadapi krisis di atas krisis, setelah menghadapi dampak Covid-19 saat ini muncul dampak perang Rusia-Ukraina. Belum lagi, ada potensi kebijakan The Fed menaikkan tingkat suku bunga yang biasanya berdampak kepada negara-negara berkembang.
”Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah dan DPR menyepakati harga bahan bakar jenis Pertalite dan listrik tidak perlu naik, untuk meredam dampak lebih besar terhadap masyarakat,” paparnya.
Kepala BPKN RI Rizal E. Halim menilai geopolitik saat ini harus menemukan titik keseimbangan baru dalam hal penguasaan sumber daya dan rantai pasok. Menurut Rizal, proses menuju keseimbangan baru itu berpotensi menimbulkan goncangan yang berdampak pada masyarakat.
Jumlah penduduk miskin Indonesia yang berjumlah 25 juta orang dan 40 juta penduduk rentan miskin sangat rawan terhadap goncangan yang terjadi dan harus diwaspadai.
Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai NasDem, Yessy Melania berpendapat negara berkewajiban untuk memastikan penduduk agar tidak kelaparan dan cukup gizi. Menurut Yessy, Indonesia berpotensi menghadapi krisis pangan dengan meningkatnya harga pangan global dan harga pupuk yang tidak terkendali serta ketersediaan yang terbatas. Indonesia, harus mengambil bagian dalam pemecahan masalah dunia.
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem di Komisi XI DPR RI, Fauzi H. Amro berpendapat permasalahan yang disebabkan kondisi energi dan pangan dunia itu tergantung mitigasi resiko yang diterapkan. Sehingga, Fauzi menilai, segala persoalan yang dihadapi akibat kenaikan harga energi dan pangan harus segera ditentukan langkah untuk mengatasinya lewat mitigasi risiko yang dipersiapkan.
(cip)