Apresiasi Sikap KIB, Pengamat Ingatkan soal Capres dan Populisme Islam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB ) tidak ingin terjerat dengan populisme di Pemilu 2024. Hal ini dikatakan oleh Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa.
Diketahui, KIB ini dibentuk oleh tiga partai politik (parpol), yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Secara umum (gagasan mengakhiri populisme) bagus," kata Adi, Selasa (7/6/2022).
Meski begitu Adi menilai, tidak ada jaminan populisme itu bisa dibuang jauh-jauh saat pilpres 2024, mendatang. Pasalnya, ada kemungkinan ada pihak yang sengaja menggunakan populisme untuk menaikan elektabilitas.
"Bahkan ada yang sengaja menggunakan populisme demi elektabilitas," ucap Adi.
Adi menjelaskan, populisme saat ini beragam. Ada yang mengatasnamakan agama, identitas kesukuan, primordial, dan isu kebangsaan. Ia menilai, bahwa semua capres berpotensial terpapar dan menggunakan isu populisme.
"Karena hakikat dari populisme itu adalah gerakan rakyat yang merasa dimarjinalkan negara hidupnya. Dalam konteks itu, populisme bukan hanya Islam, tapi juga bisa sentimen berbasis itu, kebangsaan lainnya," jelas Adi.
Ia pun mencontohkan, bagaimana pada Pemilu 2019 lalu, di mana populisme Islam menguat karena dimobilisasi. Ada capres yang dituding anti umat Islam dan kerap kriminalisasi ulama, sementara ada capres lain yang mengaku dirinya didukung ulama.
"Tak perlu sebut nama, tapi publik sudah tahu siapa yang mencoba menggerakkan populisme Islam," terangnya.
Termasuk lanjut Adi, saat ini, ada figur tertentu yang selalu mengesankan dirinya dekat dengan umat Islam. "Ini bagian dari upaya membangun sentimen populisme Islam di 2024 nanti," jelasnya.
Sebelumnya, karakteristik pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini tak lagi berdasarkan faktor kesukaan. Hal ini dikatakan Suharso Monoarfa .
Suharso menilai, saat ini hal yang paling penting adalah bagaimana permasalahan keterbelahan bisa dituntaskan dengan gagasan persatuan yang cerdas. Karena itu, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Golkar, PPP, dan PAN harus bisa membawa arah demokrasi yang baik di Tanah Air.
"Koalisi harus mencerdaskan kita semua dalam berdemokrasi. Selaras dengan itu, populisme bukan jadi penentu dalam menetukan pemimpin," kata Suharso dalam acara Silahturahmi Nasional KIB di Plataran Senayan, Jakarta, Minggu (5/6/2022).
Suharso menambahkan, pihaknya bersama Partai Golkar dan PAN tak ingin kembali terjerat pada populisme di Pilpres 2024.Menurutnya, KIB justru ingin menjadi gerbong awal yang membawa gagasan dan ide baru tentang bagaimana membangun bangsa ke depan.
"Kami bertiga berkeyakinan hal itu tidak akan terjadi. Kenapa? karena kami menginginkan sesuatu yang baru, sesuatu yang baik bagi bangsa dalam melakukan demokrasi ke depan," ucap Suharso.
"Jadi demokrasi kita yang sudah-sudah, kita ingin mengembalikan. Kita tidak hanya terjerat dengan populisme. Kalau kita lihat di seluruh dunia sekarang sudah menurun, tetapi sekarang kita masih tetap seperti itu," tutupnya.
Diketahui, KIB ini dibentuk oleh tiga partai politik (parpol), yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Secara umum (gagasan mengakhiri populisme) bagus," kata Adi, Selasa (7/6/2022).
Meski begitu Adi menilai, tidak ada jaminan populisme itu bisa dibuang jauh-jauh saat pilpres 2024, mendatang. Pasalnya, ada kemungkinan ada pihak yang sengaja menggunakan populisme untuk menaikan elektabilitas.
"Bahkan ada yang sengaja menggunakan populisme demi elektabilitas," ucap Adi.
Adi menjelaskan, populisme saat ini beragam. Ada yang mengatasnamakan agama, identitas kesukuan, primordial, dan isu kebangsaan. Ia menilai, bahwa semua capres berpotensial terpapar dan menggunakan isu populisme.
"Karena hakikat dari populisme itu adalah gerakan rakyat yang merasa dimarjinalkan negara hidupnya. Dalam konteks itu, populisme bukan hanya Islam, tapi juga bisa sentimen berbasis itu, kebangsaan lainnya," jelas Adi.
Ia pun mencontohkan, bagaimana pada Pemilu 2019 lalu, di mana populisme Islam menguat karena dimobilisasi. Ada capres yang dituding anti umat Islam dan kerap kriminalisasi ulama, sementara ada capres lain yang mengaku dirinya didukung ulama.
"Tak perlu sebut nama, tapi publik sudah tahu siapa yang mencoba menggerakkan populisme Islam," terangnya.
Termasuk lanjut Adi, saat ini, ada figur tertentu yang selalu mengesankan dirinya dekat dengan umat Islam. "Ini bagian dari upaya membangun sentimen populisme Islam di 2024 nanti," jelasnya.
Sebelumnya, karakteristik pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini tak lagi berdasarkan faktor kesukaan. Hal ini dikatakan Suharso Monoarfa .
Suharso menilai, saat ini hal yang paling penting adalah bagaimana permasalahan keterbelahan bisa dituntaskan dengan gagasan persatuan yang cerdas. Karena itu, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Golkar, PPP, dan PAN harus bisa membawa arah demokrasi yang baik di Tanah Air.
"Koalisi harus mencerdaskan kita semua dalam berdemokrasi. Selaras dengan itu, populisme bukan jadi penentu dalam menetukan pemimpin," kata Suharso dalam acara Silahturahmi Nasional KIB di Plataran Senayan, Jakarta, Minggu (5/6/2022).
Suharso menambahkan, pihaknya bersama Partai Golkar dan PAN tak ingin kembali terjerat pada populisme di Pilpres 2024.Menurutnya, KIB justru ingin menjadi gerbong awal yang membawa gagasan dan ide baru tentang bagaimana membangun bangsa ke depan.
"Kami bertiga berkeyakinan hal itu tidak akan terjadi. Kenapa? karena kami menginginkan sesuatu yang baru, sesuatu yang baik bagi bangsa dalam melakukan demokrasi ke depan," ucap Suharso.
"Jadi demokrasi kita yang sudah-sudah, kita ingin mengembalikan. Kita tidak hanya terjerat dengan populisme. Kalau kita lihat di seluruh dunia sekarang sudah menurun, tetapi sekarang kita masih tetap seperti itu," tutupnya.
(maf)