Mahfud MD: Presiden Minta Aparat Jangan Terlalu Sensi, Apa-apa Ditangkap
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD mengungkapkan bahwa hoaks dan ujaran kebencian menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemilu selain pandemi virus corona (Covid-19). Hal itu pun sempat dibahas dengan Presiden Jokowi.
Mahfud mengakui kondisi tersebut memang memprihatinkan. Namun, dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi berpesan agar aparat tidak berlebihan meresponsnya.
"Tapi pesan Presiden itu aparat jangan terlalu sensi. Ada apa-apa ditangkap, ada apa-apa diadili. Orang mau webinar dilarang, gak usah, biarin aja kata presiden," ujar Mahfud dalam sambutan peluncuran Peta Kerawanan Pemilu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Selasa (23/6/2020).
(Baca: Gugus Tugas Catat 137.829 Hoaks Covid-19)
Mahfud menyatakan, ada atau tidak ada seminar, pemerintah tetap menjadi sasaran kritik. Jadi, kata Mahfud, meskipun ada tindakan kriminal, tetap saja dianggap kriminalisasi.
"Kalau cuma bikin hoaks-hoaks ringan gitu yah, orang bergurau gitu. ya biarin saja lah. Dalam konteks itulah konsep restorative justice menjadi penting," ujarnya.
Mahfud menjelaskan yang dimaksudnya dengan restorative justice merupakan tindakan untuk melanggar hukum guna menegakan hukum. ”Tindakan melanggar hak asasi manusia untuk menegakan hak asasi manusia," tutur Mahfud.
(Baca: Sentil KPK, Kejagung dan Polri, Mahfud MD: Banyak Kasus Hukum Digantung)
Menurut Mahfud, restorative justice yang di dalam bahasa umum namanya affirmative policy. Artinya, membiarkan sesuatu agar tidak terjadi kegaduhan. Dalam konteks hukum di Indonesia, restorative justice berguna untuk membangun harmoni.
Dengan kata lain, Mahfud menyebut bila terjadi suatu pelanggaran jika tidak terlalu meresahkan masyarakat, cukup diselesaikan baik-baik. Dia pun mencontohkan Mendagri Tito Karnavian yang mengingatkan pajabat pos lintas batas karena membiarkan masyarakat membeli barang dari negara luar lalu menjual ke dalam negeri untuk mencari keuntungan lebih.
Hal semacam itu tidak perlu sampai ditarik masuk dalam proses hukum. Akan tetapi bila seseorang melakukan pembunuhan, menyelundupkam narkoba dan hal sejenis ditindak.
"Itu yang disebut sebagai restorative justice. Sehingga, saya bicara dalam konteks hoaks, seminar orang kampanye bicara, ya dilurus-luruskan tetapi pakai pendekatan yang lebih manusiawi. Jangan terlalu sensi," pungkasnya.
Mahfud mengakui kondisi tersebut memang memprihatinkan. Namun, dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi berpesan agar aparat tidak berlebihan meresponsnya.
"Tapi pesan Presiden itu aparat jangan terlalu sensi. Ada apa-apa ditangkap, ada apa-apa diadili. Orang mau webinar dilarang, gak usah, biarin aja kata presiden," ujar Mahfud dalam sambutan peluncuran Peta Kerawanan Pemilu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Selasa (23/6/2020).
(Baca: Gugus Tugas Catat 137.829 Hoaks Covid-19)
Mahfud menyatakan, ada atau tidak ada seminar, pemerintah tetap menjadi sasaran kritik. Jadi, kata Mahfud, meskipun ada tindakan kriminal, tetap saja dianggap kriminalisasi.
"Kalau cuma bikin hoaks-hoaks ringan gitu yah, orang bergurau gitu. ya biarin saja lah. Dalam konteks itulah konsep restorative justice menjadi penting," ujarnya.
Mahfud menjelaskan yang dimaksudnya dengan restorative justice merupakan tindakan untuk melanggar hukum guna menegakan hukum. ”Tindakan melanggar hak asasi manusia untuk menegakan hak asasi manusia," tutur Mahfud.
(Baca: Sentil KPK, Kejagung dan Polri, Mahfud MD: Banyak Kasus Hukum Digantung)
Menurut Mahfud, restorative justice yang di dalam bahasa umum namanya affirmative policy. Artinya, membiarkan sesuatu agar tidak terjadi kegaduhan. Dalam konteks hukum di Indonesia, restorative justice berguna untuk membangun harmoni.
Dengan kata lain, Mahfud menyebut bila terjadi suatu pelanggaran jika tidak terlalu meresahkan masyarakat, cukup diselesaikan baik-baik. Dia pun mencontohkan Mendagri Tito Karnavian yang mengingatkan pajabat pos lintas batas karena membiarkan masyarakat membeli barang dari negara luar lalu menjual ke dalam negeri untuk mencari keuntungan lebih.
Hal semacam itu tidak perlu sampai ditarik masuk dalam proses hukum. Akan tetapi bila seseorang melakukan pembunuhan, menyelundupkam narkoba dan hal sejenis ditindak.
"Itu yang disebut sebagai restorative justice. Sehingga, saya bicara dalam konteks hoaks, seminar orang kampanye bicara, ya dilurus-luruskan tetapi pakai pendekatan yang lebih manusiawi. Jangan terlalu sensi," pungkasnya.
(muh)