Mahfud MD Ajak Perguruan Tinggi Berani Kritisi Pemerintah: Dukung yang Baik, yang Tidak Baik Kita Luruskan
loading...

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) didampingi M Syarifuddin (kiri, Ketua IKA UII 2019-2024) dan Suhadi (kanan, Ketua Dewan Pakar IKA UII) saat Munas VI dan Reuni Ikatan Alumni UII di Semarang, Sabtu (15/2/2025). Foto: Eka Setiawan
A
A
A
SEMARANG - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak perguruan tinggi tetap berani kritis melihat kebijakan yang diambil pemerintah. Dia pun menyinggung soal efisiensi anggaran hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal itu diungkapkan Mahfud saat Munas VI dan Reuni Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) di Hotel Tentrem, Kota Semarang, Sabtu (15/2/2025).
Menurut dia, dua program itu tidak salah, namun lebih penting diatur sebaik mungkin pelaksanaannya. “Artinya, urusan efisiensi itu, saya tidak menjadi bagian yang mempersoalkan itu, karena program pemerintah, silakan saja diatur kembali,” ujarnya.
“Pesan saya yang pokok itu, dunia perguruan tinggi sekarang harus mengemban tugas sejarahnya yaitu menjaga Republik ini dengan sebaik-baiknya, yang benar dikatakan benar, yang salah ya dikatakan salah. Itulah yang disebut oposisi kritis, kritis yang objektif gitu,” lanjutnya.
Menurut Mahfud, pemerintahan memang punya kewenangan secara konstitusi untuk membuat program dan membuat kebijakan-kebijakan dasar.
“Kalau orang buat program, untuk apa disalahkan? Wong dia punya kewenangan secara konstitusi untuk membuat program dan kebijakan-kebijakan dasar. Karena dia menang Pemilu. Sejauh tidak melanggar konstitusi dan hukum menurut saya ya nggak apa-apa. Makanya, kalau ada kesalahan baru kita katakan,” katanya.
Sebab itu, dunia kampus harus tetap menjaga marwahnya dalam rangka membangun peradaban, menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Iya (supaya kampus tetap kritis dan aktif). Kan sekarang ibaratnya kampus itu orang yang fatalis, sudahlah apa nggak ada gunanya. Ada juga yang kemudian nihilis, menganggap yang dikerjakan itu salah semua, itu nggak boleh begitu. Pasti ada sisa-sisa terbaik. Kita dukung yang baik, yang tidak baik kita luruskan kan begitu,” ungkap Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mewanti-wanti agar kampus tidak bersikap fatalis, nihilis, dan skeptik radikal.
“Artinya, semua masalah ditanyakan terus, dipersoalkan terus dasarnya, nggak selesai-selesai kita kan. Itu aja agar kampus berperan seperti dulu, karena tugas sejarah kampus adalah membangun peradaban dalam rangka NKRI,” ujar Mahfud.
Di bagian lain, pada Munas VI IKA UII di Semarang sejumlah tokoh-tokoh nasional bersaing untuk menjadi Ketua Umum IKA UII.
Mereka yakni Ari Yusuf Amir (Sekjen IKA UII, lawyer, eks Ketua Tim Hukum AMIN), Suhartoyo (Ketua MK), Suparman Marzuki (mantan Ketua Komisi Yudisial), M Rifqinizami Karsayuda (Ketua Komisi II DPR). Munas ini nantinya memilih Ketua Umum Alumni IKA UII menggantikan M Syarifuddin yang juga mantan Ketua Mahkamah Agung (MA).
Hal itu diungkapkan Mahfud saat Munas VI dan Reuni Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) di Hotel Tentrem, Kota Semarang, Sabtu (15/2/2025).
Menurut dia, dua program itu tidak salah, namun lebih penting diatur sebaik mungkin pelaksanaannya. “Artinya, urusan efisiensi itu, saya tidak menjadi bagian yang mempersoalkan itu, karena program pemerintah, silakan saja diatur kembali,” ujarnya.
“Pesan saya yang pokok itu, dunia perguruan tinggi sekarang harus mengemban tugas sejarahnya yaitu menjaga Republik ini dengan sebaik-baiknya, yang benar dikatakan benar, yang salah ya dikatakan salah. Itulah yang disebut oposisi kritis, kritis yang objektif gitu,” lanjutnya.
Menurut Mahfud, pemerintahan memang punya kewenangan secara konstitusi untuk membuat program dan membuat kebijakan-kebijakan dasar.
“Kalau orang buat program, untuk apa disalahkan? Wong dia punya kewenangan secara konstitusi untuk membuat program dan kebijakan-kebijakan dasar. Karena dia menang Pemilu. Sejauh tidak melanggar konstitusi dan hukum menurut saya ya nggak apa-apa. Makanya, kalau ada kesalahan baru kita katakan,” katanya.
Sebab itu, dunia kampus harus tetap menjaga marwahnya dalam rangka membangun peradaban, menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Iya (supaya kampus tetap kritis dan aktif). Kan sekarang ibaratnya kampus itu orang yang fatalis, sudahlah apa nggak ada gunanya. Ada juga yang kemudian nihilis, menganggap yang dikerjakan itu salah semua, itu nggak boleh begitu. Pasti ada sisa-sisa terbaik. Kita dukung yang baik, yang tidak baik kita luruskan kan begitu,” ungkap Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mewanti-wanti agar kampus tidak bersikap fatalis, nihilis, dan skeptik radikal.
“Artinya, semua masalah ditanyakan terus, dipersoalkan terus dasarnya, nggak selesai-selesai kita kan. Itu aja agar kampus berperan seperti dulu, karena tugas sejarah kampus adalah membangun peradaban dalam rangka NKRI,” ujar Mahfud.
Di bagian lain, pada Munas VI IKA UII di Semarang sejumlah tokoh-tokoh nasional bersaing untuk menjadi Ketua Umum IKA UII.
Mereka yakni Ari Yusuf Amir (Sekjen IKA UII, lawyer, eks Ketua Tim Hukum AMIN), Suhartoyo (Ketua MK), Suparman Marzuki (mantan Ketua Komisi Yudisial), M Rifqinizami Karsayuda (Ketua Komisi II DPR). Munas ini nantinya memilih Ketua Umum Alumni IKA UII menggantikan M Syarifuddin yang juga mantan Ketua Mahkamah Agung (MA).
(jon)
Lihat Juga :