PAN Dapat Imbas Positif dari Lahirnya Koalisi Indonesia Bersatu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lahirnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diinisiasi Zulkifli Hasan memberikan dampak positif terhadap Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpinnya. Dalam paparan survei terbaru Indonesia Political Opinion (IPO), PAN alami penguatan elektabilitas sebesar 4,9%.
PAN tercatat lebih unggul dari mitra koalisinya PPP yang hanya mendapatkan tingkat keterpilihan sebesar 2,4%. Sementara itu, Partai Golkar yang sejak awal memang lebih tinggi dari PAN dan PPP masih tetap bertahan di angka 9,7%. Baca juga: Koalisi Indonesia Bersatu Terbuka untuk Parpol Nonparlemen
Posisi Partai Golkar ini tidak banyak berubah dengan hasil survei IPO pada periode Maret 2022 lalu, Golkar tersingkir dari tiga besar yang saat ini diduduki oleh PDIP dengan 24,8%, Gerindra 11,6%, dan Demokrat 10,8%.
Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah menerangkan jika penguatan angka keterpilihan PAN dipengaruhi lahirnya KIB yang melahirkan kemitraan politik bersama Golkar dan PPP. Meskipun Golkar menjadi anggota koalisi paling tinggi tingkat keterpilihannya, tetapi yang mendapat imbas positif adalah PAN.
“PAN sempat terperosok karena wacana penundaan Pemilu, tetapi kini kembali menguat bahkan mendekati perolehan keterpilihan PKS yang memperoleh 5,4 persen. Peningkatan ini bisa saja imbas dari inisiasi Zulkifli Hasan membangun Koalisi Indonesia bersatu, karena momentumnya berdekatan,” terang Dedi.
Dengan persepsi yang baik bagi PAN itu, Dedi menyarankan jika Zulkifli Hasan seharusnya lebih percaya diri untuk mengajukan tokoh utama dalam koalisi yang akan menjadi capres dari KIB di 2024. Meskipun hemat Dedi, Zulhas tetap lebih berpengaruh jika duduk sebagai pemengaruh kebijakan, bukan sebagai kontestan dalam kandidasi Pilpres 2024.
“Situasi ini seharusnya membuat Zulhas atau PAN, lebih percaya diri untuk menentukan tokoh utama dikandidasi Pilpres 2024. Tetapi catatannya, Zulhas tidak duduk sebagai capres, cukup berada di belakang layar, itu akan jauh lebih baik,” lanjutnya.
Disinggung soal keterpilihan Airlangga sebagai tokoh yang digadang Golkar akan maju sebagai Capres, Dedi tidak menampik jika Airlangga punya peluang keterusungan. Akan tetapi, perlu kerja keras untuk meraih kemenangan.
“Jika dihitung dari porsi elektabilitas, antara Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, dan Suharso Monoarfa. Airlangga bukanlah yang tertinggi, sehingga akan menyulitkan kerja-kerja mesin politik untuk mempromosikan lebih jauh. Sementara ini, koalisi ini perlu menimbang kehadiran tokoh lain yang lebih potensial, meskipun bukan dari kader ketiganya,” pungkas Dedi.
PAN tercatat lebih unggul dari mitra koalisinya PPP yang hanya mendapatkan tingkat keterpilihan sebesar 2,4%. Sementara itu, Partai Golkar yang sejak awal memang lebih tinggi dari PAN dan PPP masih tetap bertahan di angka 9,7%. Baca juga: Koalisi Indonesia Bersatu Terbuka untuk Parpol Nonparlemen
Posisi Partai Golkar ini tidak banyak berubah dengan hasil survei IPO pada periode Maret 2022 lalu, Golkar tersingkir dari tiga besar yang saat ini diduduki oleh PDIP dengan 24,8%, Gerindra 11,6%, dan Demokrat 10,8%.
Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah menerangkan jika penguatan angka keterpilihan PAN dipengaruhi lahirnya KIB yang melahirkan kemitraan politik bersama Golkar dan PPP. Meskipun Golkar menjadi anggota koalisi paling tinggi tingkat keterpilihannya, tetapi yang mendapat imbas positif adalah PAN.
“PAN sempat terperosok karena wacana penundaan Pemilu, tetapi kini kembali menguat bahkan mendekati perolehan keterpilihan PKS yang memperoleh 5,4 persen. Peningkatan ini bisa saja imbas dari inisiasi Zulkifli Hasan membangun Koalisi Indonesia bersatu, karena momentumnya berdekatan,” terang Dedi.
Dengan persepsi yang baik bagi PAN itu, Dedi menyarankan jika Zulkifli Hasan seharusnya lebih percaya diri untuk mengajukan tokoh utama dalam koalisi yang akan menjadi capres dari KIB di 2024. Meskipun hemat Dedi, Zulhas tetap lebih berpengaruh jika duduk sebagai pemengaruh kebijakan, bukan sebagai kontestan dalam kandidasi Pilpres 2024.
“Situasi ini seharusnya membuat Zulhas atau PAN, lebih percaya diri untuk menentukan tokoh utama dikandidasi Pilpres 2024. Tetapi catatannya, Zulhas tidak duduk sebagai capres, cukup berada di belakang layar, itu akan jauh lebih baik,” lanjutnya.
Disinggung soal keterpilihan Airlangga sebagai tokoh yang digadang Golkar akan maju sebagai Capres, Dedi tidak menampik jika Airlangga punya peluang keterusungan. Akan tetapi, perlu kerja keras untuk meraih kemenangan.
“Jika dihitung dari porsi elektabilitas, antara Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, dan Suharso Monoarfa. Airlangga bukanlah yang tertinggi, sehingga akan menyulitkan kerja-kerja mesin politik untuk mempromosikan lebih jauh. Sementara ini, koalisi ini perlu menimbang kehadiran tokoh lain yang lebih potensial, meskipun bukan dari kader ketiganya,” pungkas Dedi.
(kri)