Pandemi Corona, Intan Fauzi Ingatkan Pemerintah Jangan Abaikan Stunting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi meminta pemerintah agar tetap memberikan perhatian terhadap program perlindungan anak Indonesia dari stunting di masa pandemi virus Corona (Covid-19) .
Karena itu, alokasi dana untuk percepatan pencegahan stunting sebagai program prioritas nasional tidak boleh direalokasi dengan alasan apa pun.
“Kebijakan merealokasi anggaran stunting bisa berisiko timbulnya lost generation (generasi hilang) dalam jangka panjang,” kata Intan dalam webinar bertajuk Lindungi Anak Indonesia dari Stunting di Masa Pandemi Covid-19 yang digelar Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) dan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat 'Aisyiyah di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Menurut Intan, persoalan stunting tidak boleh dinomorduakan karena mengancam produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Anak stunting sangat rentan diserang berbagai penyakit gagal tumbuh yang berpengaruh kepada kemampuan kognitif. Selain itu, jelasnya, stunting berdampak buruk pada daya saing bangsa.
Praktis, lanjut dia, kerugian ekonomi yang harus ditanggung akibat beban stunting juga signifikan dan berpengaruh kepada produk domestik bruto (PDB).
“Capaian pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah akan berdampak pada tingginya angka kemiskinan,” katanya.( )
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2019, sebelum pandemi mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta balita di Indonesia. Angka stunting Indonesia berada di urutan ke 4 dunia.
Prevalensi balita stunting di Indonesia pada 2019 yakni 27,7%. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya di bawah 20%. Di masa pandemi ini, lanjut Intan, program nasional penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak mencapai target.
Hal ini sebagai dampak refocusing anggaran Covid-19 yang menyebabkan berkurangnya dana untuk penanganan stunting. Kondisi ini juga membuat target penurunan angka stunting sebesar 14% pada 2024 akan sulit tercapai.
“Yang jelas, Komisi IX DPR sudah menyetujui percepatan penanganan stunting diperluas ke 260 kabupaten/kota di tahun 2020 dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada tahun 2019. Ini wujud nyata dukungan politik DPR terhadap pemerintah,” jelasnya.
Karena itu, alokasi dana untuk percepatan pencegahan stunting sebagai program prioritas nasional tidak boleh direalokasi dengan alasan apa pun.
“Kebijakan merealokasi anggaran stunting bisa berisiko timbulnya lost generation (generasi hilang) dalam jangka panjang,” kata Intan dalam webinar bertajuk Lindungi Anak Indonesia dari Stunting di Masa Pandemi Covid-19 yang digelar Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) dan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat 'Aisyiyah di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Menurut Intan, persoalan stunting tidak boleh dinomorduakan karena mengancam produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Anak stunting sangat rentan diserang berbagai penyakit gagal tumbuh yang berpengaruh kepada kemampuan kognitif. Selain itu, jelasnya, stunting berdampak buruk pada daya saing bangsa.
Praktis, lanjut dia, kerugian ekonomi yang harus ditanggung akibat beban stunting juga signifikan dan berpengaruh kepada produk domestik bruto (PDB).
“Capaian pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah akan berdampak pada tingginya angka kemiskinan,” katanya.( )
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2019, sebelum pandemi mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta balita di Indonesia. Angka stunting Indonesia berada di urutan ke 4 dunia.
Prevalensi balita stunting di Indonesia pada 2019 yakni 27,7%. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya di bawah 20%. Di masa pandemi ini, lanjut Intan, program nasional penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak mencapai target.
Hal ini sebagai dampak refocusing anggaran Covid-19 yang menyebabkan berkurangnya dana untuk penanganan stunting. Kondisi ini juga membuat target penurunan angka stunting sebesar 14% pada 2024 akan sulit tercapai.
“Yang jelas, Komisi IX DPR sudah menyetujui percepatan penanganan stunting diperluas ke 260 kabupaten/kota di tahun 2020 dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada tahun 2019. Ini wujud nyata dukungan politik DPR terhadap pemerintah,” jelasnya.