Deteksi Penyelundupan Narkoba dari Timteng, Maksimalkan Peran Atase Polri

Senin, 22 Juni 2020 - 15:42 WIB
loading...
Deteksi Penyelundupan Narkoba dari Timteng, Maksimalkan Peran Atase Polri
Keberadaan atase polisi di Kedutaan Besar Republik Indonesia perlu ditingkatkan guna mengantisipasi penyelundupan narkoba dari Timur Tengah. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keberadaan atase polisi di Kedutaan Besar Republik Indonesia perlu ditingkatkan guna mengantisipasi penyelundupan narkoba dari Timur Tengah (Timteng). Sayangnya, di kawasan ini, atase Polri hanya terdapat di KBRI Jeddah, Arab Saudi. Padahal, menurut Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Shiskha Prabawaningtyas, saat ini jalur baru penyelundupan narkoba ke Indonesia semakin meningkat dari kawasan tersebut, khususnya dari Iran.

Di tahun ini saja, penyelundupan sabu-sabu jaringan internasional asal Iran yang digagalkan penegak hukum setidaknya melebihi 1,6 ton. Salah satunya kasus penyelundupan sabu jaringan Iran di Sukabumi, Jawa Barat pada awal Juni 2020 lalu yang berhasil diungkap tim khusus Satgasus Merah Putih. Dipimpin Kombes Pol Herry Heryawan, Satgasus Merah Putih berhasil menyita barang bukti 402 kilogram narkotika jenis sabu dan menangkap lima pelaku. (Baca juga: Ungkap Penyelundupan Sabu 402 Kg, Polri Bekuk 6 Tersangka)

Pengungkapan kasus besar bukan sekali ini dilakukan Satgasus Merah Putih. Sepanjang 2020, Satgasus Merah Putih yang dikepalai Brigjen Pol Ferdy Sambo berhasil menggagalkan peredaran lebih dari 1,6 ton sabu-sabu. Selain pengungkapan 402 Kg sabu-sabu di Sukabumi, dua kasus besar yang berhasil terbongkar yakni 288 Kg sabu di Serpong, Tangerang, pada 30 Januari, dan 821 kg sabu di Banten pada 25 Mei.

“Jalur baru (penyelundupan narkoba) semakin meningkat dari Timur Tengah. Penting membuat early warning system dalam fungsi KBRI di negara-negara yang terindikasi (produsen narkoba). Early warning system dengan fungsi interpol dan atase polisi. Di Timur Tengah yang baru ada atase polisi di Arab Saudi. Bagaimana dengan Iran?” kata Shiskha saat menjadi pembicara Webinar Series Geopolitik dan Ancaman Transnasional Narkotika di Tengah Pandemi yang diadakan Universitas Paramadina, Senin (22/6/2020). (Baca juga: Satgasus Polri Diminta Tangkap Otak Sindikat Penyelundupan Sabu Iran)

Pentingnya keberadaan atase polisi di perwakilan negara di luar negeri dipandang Shiskha patut menjadi kajian atau pembahasan mendalam. Selain dapat menjadi early warning system, atase polisi juga dapat membantu pemulihan hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain karena perbedaan politik negara, penerapan hukuman mati contohnya yang mengakibatkan sempat renggangnya hubungan dengan Brazil dan Australia beberapa waktu lalu. Pembahasan mendalam juga penting mengingat banyaknya faktor lain yang muncul jika keberadaan atase polisi di KBRI diterapkan.

“Ketika kita bicara fungsi atase baru dari perwakilan di luar negeri, tentu ada konsekuensi dan kebijakan yang muncul. Ada alokasi anggaran dan resource. Perwakilan Indonesia di luar yang ada fungsi atase polisi hanya di Arab Saudi, ketika ada potensi suplai baru misalnya Iran? Itu yang kemudian harus di-excercise, apakah menjadi bagian dari sistem deteksi dini. Apakah dengan adanya fungsi atase bisa mengantisipasi ketegangan diplomasi politik,” kata perempuan yang akrab disapa Icha ini. (Baca juga: Komisi III Sebut Satgasus Merah Putih Proteksi Bangsa dari Ancaman Narkoba)

Dalam kesempatan yang sama Shiskha mengingatkan Polri dan instansi terkait untuk tak lengah terhadap penyelundupan narkoba. Terlebih di tengah pandemi, di mana seluruh negara di dunia tengah berupaya menstabilkan ekonomi yang terpuruk, termasuk Timur Tengah. “Perlu antisipasi (penyelundupan memanfaatkan momentum pandemi). Saat ini yang sudah bisa dilakukan Indonesia adalah mencegat. Trennya meningkat, hampir menyentuh 1,7 ton sabu dari Iran beberapa waktu terakhir,” tandas Shiskha.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Irine Gayatri,MA, menyebutkan selama ini perempuan rentan menjadi korban dalam industri narkoba, baik digunakan sebagai kurir hingga sasaran penyalahgunaan agar pangsa pasar tetap besar. “Perempuan rentan menjadi korban. Tidak hanya di Asia, tapi juga Eropa dan Amerika Latin. Mereka (Wanita) menjadi transporter,” tegas kandidat doktor dari Monash University, Australia ini.

Sementara psikolog yang juga menjadi Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, Tia Rahmania,MPsi memberikan pesan pentingnya penanganan lanjutan (after care) bagi para pecandu yang telah menjalani rehabilitasi agar tak terjerumus kembali ke lingkaran setan narkoba. Pemulihan ditekankannya bukan hanya pada pecandu, namun juga pihak keluarga yang turut terdampak.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1173 seconds (0.1#10.140)