Dualisme Bursa Timah Ancaman Kedaulatan Indonesia

Senin, 22 Juni 2020 - 15:18 WIB
loading...
A A A
Mengutip informasi Ferdy Hasiman, peneliti di Alpha Research Database) di berbagai media, kata Yoga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif perdagangan timah di pasar internasional dan Indonesia sebagai net exporter timah. Total sumber daya timah Indonesia, berdasar data Kementerian ESDM, dalam bentuk biji sebesar 3.483.785.508 ton dan logam 1.062.903 ton, sedangkan cadangan timah Indonesia dalam bentuk biji sebesar 1.592.208.743 ton dan logam 572.349 ton. Cadangan timah Indonesia ini menempati urutan kedua terbesar di dunia, setelah China.

Fakta hari ini, perlu dicermati dan didukung rencana Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, dalam merevisi regulasi mengenai ekspor (butir 5), yakni Permendag Nomor 53/2018 tentang Ketentuan Ekspor Timah.

Lalu bagaimana Mengenai bagaimana arah kebijakan revisi aturan penghambat eskpor diatas?

Apakah menyentuh dualisme bursa timah menuju bursa timah tunggal, sesuai spirit Bappebti 2013 tentang penetapan bursa berjangka sebagai penyelenggara bursa timah kepada PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), SK Bappebti Nomor 08/2013.

"Apakah termasuk juga pencabutan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 05/2019 tentang petunjuk teknis verifikasi atau penelusuran teknis ekspor timah," tuturnya.

Fakta lain yang perlu diketahui masyarakat menyangkut kesepakatan dari para pelaku usaha pasar timah dunia soal jaminan dan kepastian bahwa perdagangan timah dunia akan terselenggara secara fair, dan transparan. Kesepakatan ini melibatkan Viant Securities (Singapura), Toyota Tsusao (Jepang), TMT Metals (India), Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) dan BKDI.

"Soal dualisme bursa timah Indonesia, ternyata di negara manapun tidak ada yang memperdagangkan komoditas yang sama melalui dua bursa, misalnya di Inggris, timah hanya diperdagangkan di bursa London Metal Exchange (LME) atau di Malaysia hanya di Kuala Lumpur Tin Market (KLTM)," tuturnya.

Menjadi pertanyaan gugatan muncul seandainya dualisme bursa timah tetap menjadi kebijakan pemerintah, bukankah terjadi ketidakpastian atau potensi kehilangan penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) atas ekspor timah murni batangan (Tin Ingot) bahkan negara berpotensi kehilangan pendapatan pajak (PPh 25) maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam bentuk royalti (3%).

Lalu, apakah benar PT Timah pada tahun 2019 merugi sebesar Rp600 miliar setelah munculnya dualisme bursa timah?

"Semoga catatan di bawah ini bisa menjadi titik pijak kebijakan pemerintah cq Menteri Perdagangan, bahwa mempertahankan dualisme bursa timah di Indonesia adalah kecelakaan sejarah birokrasi. Dualisme bursa timah akan menciptakan pasar gelap karena tidak ada acuan harga yang jelas, bahkan pembentukan harga jual ekspor timah bisa dibawah harga pasar dunia (transfer pricing) atau fluktuasi harga timah Indonesia tidak terkendali," tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1239 seconds (0.1#10.140)