Kolonel Priyanto Menyesal Buang Jasad Sejoli Handi-Salsabila: Perbuatan yang Sangat Bodoh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kolonel Infanteri Priyanto , terdakwa kasus pembunuhan berencana sejoli Handi-Salsabila di Nagreg, Jawa Barat, menyesali perbuatannya. Atas tindakannya, nama baik institusi TNI, terkhusus TNI AD menjadi tercoreng.
"Kami sangat menyesali apa yang dilakukan, dan kami sangat merasa bersalah. Sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI khususnya TNI AD," ujar Priyanto dalam agenda sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Priyanto mengatakan, sampai saat ini belum sempat meminta maaf langsung kepada pihak keluarga Handi maupun Salsabila. Oleh karenanya, permintaan maaf dia sampaikan melalui momentum sidang.
"Saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf kepada keluarga korban dan saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf. Saya memohon maaf sebesar-besarnya dan saya penyesalan yang sangat dalam," tuturnya.
Priyanto mengakui bahwa apa yang dilakukannya merupakan tindakan bodoh. Priyanto berjanji tindakan yang dilakukannya adalah hal yang terakhir dan tak akan diulangi lagi.
"Memang sangat-sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali. Saya harapkan ini bagi saya yang pertama dan terakhir, tidak melakukannya lagi," ujarnya.
Baca juga: Kolonel Priyanto Tolak Dakwaan Pembunuhan Berencana dan Penculikan Sejoli di Nagreg
Untuk diketahui, kasus ini bermula saat Kolonel Priyanto bersama dua bawahannya yakni Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menabrak dua sejoli tersebut menggunakan Mobil Panther Isuzu. Alih-alih membawa korban ke rumah sakit untuk memberikan pertolongan, Priyanto justru berencana menghilangkan jejak korban dengan membuang korban di Sungai Serayu di Jawa Tengah. Belakangan diketahui Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sementara Handi sendiri masih dalam kondisi hidup.
Oditur Militer menuntut Kolonel Inf Priyanto dimasukkan dalam penjara seumur hidup dalam pembunuhan berencana dua sejoli di Nagreg. Tuntutan maksimal dilayangkan karena dinilai terbukti memenuhi tindak pidana pembunuhan berencana, penculikan, dan menyembunyikan mayat.
Selain pidana pokok seumur hidup, Priyanto juga dihukum pidana tambahan dipecat dari kesatuan TNI. Priyanto dituntut dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kemudian, Subsider pertama pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Lihat Juga: Grup 1 Kopassus Terima Tanda Kehormatan Samkarya Nugraha: Sumber Inspirasi dan Motivasi Prajurit
"Kami sangat menyesali apa yang dilakukan, dan kami sangat merasa bersalah. Sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI khususnya TNI AD," ujar Priyanto dalam agenda sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Priyanto mengatakan, sampai saat ini belum sempat meminta maaf langsung kepada pihak keluarga Handi maupun Salsabila. Oleh karenanya, permintaan maaf dia sampaikan melalui momentum sidang.
"Saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf kepada keluarga korban dan saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf. Saya memohon maaf sebesar-besarnya dan saya penyesalan yang sangat dalam," tuturnya.
Priyanto mengakui bahwa apa yang dilakukannya merupakan tindakan bodoh. Priyanto berjanji tindakan yang dilakukannya adalah hal yang terakhir dan tak akan diulangi lagi.
"Memang sangat-sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali. Saya harapkan ini bagi saya yang pertama dan terakhir, tidak melakukannya lagi," ujarnya.
Baca juga: Kolonel Priyanto Tolak Dakwaan Pembunuhan Berencana dan Penculikan Sejoli di Nagreg
Untuk diketahui, kasus ini bermula saat Kolonel Priyanto bersama dua bawahannya yakni Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menabrak dua sejoli tersebut menggunakan Mobil Panther Isuzu. Alih-alih membawa korban ke rumah sakit untuk memberikan pertolongan, Priyanto justru berencana menghilangkan jejak korban dengan membuang korban di Sungai Serayu di Jawa Tengah. Belakangan diketahui Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sementara Handi sendiri masih dalam kondisi hidup.
Oditur Militer menuntut Kolonel Inf Priyanto dimasukkan dalam penjara seumur hidup dalam pembunuhan berencana dua sejoli di Nagreg. Tuntutan maksimal dilayangkan karena dinilai terbukti memenuhi tindak pidana pembunuhan berencana, penculikan, dan menyembunyikan mayat.
Selain pidana pokok seumur hidup, Priyanto juga dihukum pidana tambahan dipecat dari kesatuan TNI. Priyanto dituntut dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kemudian, Subsider pertama pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Lihat Juga: Grup 1 Kopassus Terima Tanda Kehormatan Samkarya Nugraha: Sumber Inspirasi dan Motivasi Prajurit
(abd)