Idul Fitri Titik Nol Menuju Transformasi Struktural

Selasa, 10 Mei 2022 - 10:25 WIB
loading...
A A A
Terlebih, kini terdapat hal yang tak terduga terjadi yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi nasional, di antaranya seperti konflik Rusia-Ukraina, tinggginya inflasi global, dan juga biaya produksi mengalami kenaikan signifikan karena adanya lonjakan harga komoditas. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera mengupayakan peningkatan belanja mengingat kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini masih sangat dibutuhkan.

Tak dapat dihindari fakta bahwa upaya peningkatan belanja pemerintah membutuhkan dukungan penerimaan negara yang memadai. Salah satu komponen penerimaan negara berasal dari ekspor komoditas. Selama pandemi, neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami surplus.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2021 kembali mengalami surplus senilai USD35,34 miliar. Surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor tercatat USD231,54 miliar dan impor USD196,2 miliar. Bahkan, capaian surplus tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir.

Selain itu, surplus pada Desember 2021 tersebut menjadi surplus yang terjadi secara beruntun dalam 20 bulan terakhir. Begitu juga dengan penerimaan negara bea keluar dan PNBP seperti non migas, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

Diversifikasi Komoditas Pertumbuhan Ekonomi
Melihat dinamika ekspor impor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terlihat betapa penting kita melakukan transformasi struktural, terutama pada sektor industri pengolahan. Kita tidak bisa lagi berharap besar pada ekspor komoditi. Pemerintah perlu mencari alternatif penerimaan melalui diversifikasi komoditas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Salah satunya adalah dengan terus mendorong sektor industri sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 63,8% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal IV/2021 didorong oleh lima sektor lapangan usaha, di mana salah satunya adalah sektor industri.

Data menunjukkan bahwa sektor industri memiliki kontribusi terhadap PDB sebesar 18,3%. Berdasarkan laporan BPS itu, harus diakui kinerja sektor industri tetap memberikan kontribusi paling dominan, yakni 76,37% dari total nilai ekspor nasional yang berada di angka USD66,14 miliar, selama periode kuartal I/2022. Prestasi itu tentu sangat membanggakan dan patut terus dipertahankan, bahkan terus didorong.

Transformasi struktural menjadi hal mutlak yang perlu dilakukan pemerintah untuk dapat mendorong potensi sektor industri dalam berkontribusi terhadap penerimaan negara dan pembentukan PDB. Transformasi struktural dapat dicapai melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dukungan bahan baku dan energi, serta kemudahan akses pembiayaan yang bisa diakses oleh sektor industri hingga kemudahan lain untuk mendukung kegiatan usaha industri. Selain itu, potensi sumber daya alam (SDA) yang tersebar di berbagai wilayah juga perlu dorongan untuk dapat dimanfaatkan melalui hilirisasi.

Sektor industri menjadi penopang utama dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Sektor ini juga merupakan salah satu sektor yang tak hanya mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi namun juga memiliki peranan untuk mengatasi masalah pengangguran.

Maka tak heran sektor industri mampu menjadi mesin penggerak utama sekaligus tulang punggung utama perekonomian nasional yang perlu terus didukung. Oleh karenanya, respons kebijakan yang tepat dengan situasi serta transformasi ekonomi adalah kunci penggerak sektor industri yang harus terus diupayakan, sehingga momentum positif yang ada saat ini dapat dijaga, bahkan terus dipacu. Semoga.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1772 seconds (0.1#10.140)