KPK Geledah Rumah Dinas Bupati Bogor Ade Yasin, Ditemukan Mata Uang Asing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung menggeledah empat lokasi di daerah Bogor , Jawa Barat, pada Kamis 28 April 2022. Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti tambahan terkait kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pemkab (Pemkab) Bogor.
Empat lokasi tersebut yakni, Pendopo atau Rumah Dinas Bupati Bogor; Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Bogor; Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Bogor; serta sebuah rumah kediaman yang beralamat di Ciparigi, Bogor Utara, Kota Bogor.
"Tim penyidik, telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan pada beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Bogor. Ada empat lokasi yang digeledah oleh tim penyidik," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat (29/4/2022).
Dari empat lokasi tersebut, tim menemukan dan mengamankan sejumlah barang bukti. Barang bukti yang diduga berkaitan dengan perkara ini yaitu sejumlah dokumen keuangan dan mata uang asing yang jumlah pastinya masih dalam penghitungan.
"Ditemukan dan diamankan berbagai bukti, di antaranya berbagai dokumen keuangan. Di samping itu juga ditemukan uang dalam pecahan mata uang asing. Bukti-bukti dimaksud diduga kuat berkaitan dengan pokok perkara," beber Ali.
"Selanjutnya, bukti-bukti tersebut akan segera dianalisa untuk kemudian disita dan menjadi kelengkapan berkas perkara penyidikan," imbuhnya.
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tahun anggaran 2021. Delapan tersangka tersebut yakni, Bupati Bogor Ade Yasin (AY).
Kemudian, Sekretaris Dinas (Sekdis) PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam (MA); Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah (IA); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Rizki Taufik (RT). Mereka ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Sedangkan empat tersangka lainnya merupakan pihak penerima suap. Mereka yakni Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, Anthon Merdiansyah (ATM); Arko Mulawan (AM); Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK); dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah (GGTR).
Dalam perkara ini, Ade Yasin diduga memerintahkan tiga anak buahnya untuk mengupayakan Pemkab Bogor dapat WTP. Kemudian, terdapat kesepakatan jahat antara anak buah Ade Yasin dengan para Anggota BPK Jabar yang mengaudit laporan keuangan Pemkab Bogor.
Dari hasil audit BPK, terdapat temuan janggal laporan keuangan terkait proyek peningkatan jalan Kandang Roda - Pakan Sari. Lantas, Ade Yasin melalui anak buahnya memberikan uang dugaan suap dengan nilai total Rp1,9 miliar kepada para tim pemeriksa dari BPK Jabar.
Atas perbuatannya, para pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Baca juga:
Sedangkan pihak penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Empat lokasi tersebut yakni, Pendopo atau Rumah Dinas Bupati Bogor; Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Bogor; Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Bogor; serta sebuah rumah kediaman yang beralamat di Ciparigi, Bogor Utara, Kota Bogor.
"Tim penyidik, telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan pada beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Bogor. Ada empat lokasi yang digeledah oleh tim penyidik," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat (29/4/2022).
Dari empat lokasi tersebut, tim menemukan dan mengamankan sejumlah barang bukti. Barang bukti yang diduga berkaitan dengan perkara ini yaitu sejumlah dokumen keuangan dan mata uang asing yang jumlah pastinya masih dalam penghitungan.
"Ditemukan dan diamankan berbagai bukti, di antaranya berbagai dokumen keuangan. Di samping itu juga ditemukan uang dalam pecahan mata uang asing. Bukti-bukti dimaksud diduga kuat berkaitan dengan pokok perkara," beber Ali.
"Selanjutnya, bukti-bukti tersebut akan segera dianalisa untuk kemudian disita dan menjadi kelengkapan berkas perkara penyidikan," imbuhnya.
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tahun anggaran 2021. Delapan tersangka tersebut yakni, Bupati Bogor Ade Yasin (AY).
Kemudian, Sekretaris Dinas (Sekdis) PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam (MA); Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah (IA); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Rizki Taufik (RT). Mereka ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Sedangkan empat tersangka lainnya merupakan pihak penerima suap. Mereka yakni Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, Anthon Merdiansyah (ATM); Arko Mulawan (AM); Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK); dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah (GGTR).
Dalam perkara ini, Ade Yasin diduga memerintahkan tiga anak buahnya untuk mengupayakan Pemkab Bogor dapat WTP. Kemudian, terdapat kesepakatan jahat antara anak buah Ade Yasin dengan para Anggota BPK Jabar yang mengaudit laporan keuangan Pemkab Bogor.
Dari hasil audit BPK, terdapat temuan janggal laporan keuangan terkait proyek peningkatan jalan Kandang Roda - Pakan Sari. Lantas, Ade Yasin melalui anak buahnya memberikan uang dugaan suap dengan nilai total Rp1,9 miliar kepada para tim pemeriksa dari BPK Jabar.
Atas perbuatannya, para pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Baca juga:
Sedangkan pihak penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)