Ramadhan dan Spirit Zakat untuk Pemberdayaan Umat
loading...
A
A
A
Ahmad Zayadi
Sekretaris BAZNAS Republik Indonesia
Saat ini kita sedang memasuki periode sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan 1443 H. Semangat gotong royong dan kepekaan terhadap sesama tentu semakin menghunjam dalam di sanubari anak-anak bangsa. Latihan kejiwaan dengan berpuasa, semakin menyadarkan umat Islam tentang arti dan nilai-nilai kecintaan, ketuhanan dan kemanusiaan.
Terlebih lagi pemaknaan dan pendalaman implementasi rukun Islam ketiga ini, telah dicontohkan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, dengan menunaikan Zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/4) lalu. Kegiatan ini berlanjut dengan kegiatan kampanye optimalisasi penghimpunan pengumpulan Zakat, Infaq, Sedekah (ZIS) dan Dana Sosial Kegamaan Lainnya (DSKL) oleh Wakil Presiden yang dilaksanakan di Gedung Baznas RI, Jakarta (20/4).
Gerakan tersebut mendorong partisipasi para Menteri, Pimpinan Kementerian/Lembaga dan para Pimpinan Daerah, para Gubernur, Bupati dan Walikota serta Masyarakat luas untuk meningkatkan literasi dan kesadaran dalam berzakat, infak dan sedekah (ZIS) serta dana sosial dan keagamaan lainnya (DSKL). Berzakat dengan spirit cinta dan kasih sayang terhadap sesama.
Puasa di bulan Ramadhan dan penunaian Zakat, infaq dan sedekah adalah sama-sama ibadah untuk melembutkan hati, meraih pertolongan-Nya dan sekaligus menggapai ridha-Nya. Penunaian zakat, infaq dan sedekah, lebih-lebih di bulan Ramadan yang penuh dengan keberkahan ini, adalah salah satu cara dan kunci rahasia untuk bisa dicintai dan dikasihi Allah swt yang Maha Rahman, Maha Rahim, Maha Pengasih dan Penyayang.
Mari mentradisikan diri kita untuk selalu berbagi. Kita mungkin sedang susah, tapi mungkin ada yang lebih susah. Kita mungkin sedang mengalami kesulitan, tapi pasti ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tetapi mungkin barangkali ada yang lebih sedih.
Rasul kita Muhammad saw, adalah teladan terbaik bagi kita, Beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan Beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menceritakan tentang gambaran kedahsyatan Beliau dalam berderma di bulan Ramadhan melebihi angin yang sedang berhembus (HR. Bukhari).
Dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan, kita memahami bahwa penyaluran ZIS dan DSKL adalah semata-mata untuk menciptakan keadilan ekonomi, memoderasi kesenjangan sosial dan mengoptimalkan pengentasan kemiskinan. Karena itu, Penunaian Zakat sejalan dengan program pemerintah yang memiliki kerja yang sangat besar untuk menyejahterakan rakyat, menangani musibah dan bencana.
Bahkan penunaian ZIS dan DSKL sejalan dengan agenda untuk menuntaskan program-program Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berupa Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Zakat adalah rukun Islam yang sarat dengan spirit cinta kasih dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Rasa sayang terhadap sesama, menjadi dasar dalam penunaian Zakat. Ini sekaligus menandai gerakan cinta kemanusiaan, sehingga rasa adil dan aman bersemayam di hati para mustahik dan muzaki, karena ada relasi dan sambung rasa antarsesama anak-anak bangsa.
Penunaian Zakat merupakan pengejawantahan dan ungkapan kasih sayang kepada fakir dan miskin, kaum dhuafa, masyarakat ekonomi lemah terdampak pandemi, mereka yang terlilit utang, orang tua renta di panti-panti jompo, pasien papa yang membutuhkan biaya pengobatan, mualaf yang harus disantuni dan anak yatim piatu serta berbagai komunitas yang mengalami kesulitan dan dilanda beraneka musibah dan bencana.
Potensi Zakat untuk Pemberdayaan Ummat
Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda. Selain untuk menggapai keridhoan serta mengharap pahala dari allah swt, zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Karenanya, dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial.
Wujud dari kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, Kesehatan dan lain-lain. Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan persoalan ketimpangan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat.
Zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam praktik ekonomi yang telah digunakan semenjak Rasulullah SAW, dan berdasarkan catatan sejarah zakat telah memerankan peran yang sangat penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam perekonomian. Hal ini dapat terwujud jika potensi zakat benar-benar dapat dieksplorasi secara efektif dan berdaya guna.
Berdasarkan Indikator Pemetaan Potensi zakat (IPPZ) per tahun 2020, potensi zakat di Indonesia senilai Rp327,6 triliun. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi dalam proses pengumpulan zakat, agar kontribusi zakat dapat terus ditingkatkan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Karena potensi yang besar inilah maka dalam dokumen Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo, Zakat masuk menjadi salah satu pilar penting dalam rencana strategis pembangunan ekonomi ummat Islam di Indonesia.
Secara fungsional, manfaat zakat di Indonesia memiliki kesesuaian dengan gagasan tentang arus baru ekonomi ummat yang dilontarkan oleh KH Ma'ruf Amin, yang pada hakekatnya adalah upaya untuk menawarkan arah pembangunan ekonomi ummat, yang pada intinya: (1) menegaskan sistem perekonomian nasional yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi.; (2) mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumberdaya alam secara arif dan berkelanjutan; (3) memperkuat sumberdaya manusia yang kompeten dan berdaya saing tinggi berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan; (4) menggerakkan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi pelaku usaha perekonomian nasional; (5) mewujudkan mitra sejajar Usaha Besar dengan Koperasi, usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi; (6) pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekonomian nasional, tetap dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI; dan (7) kelembagaan dalam mengawal Arus Ekonomi Baru Perekonomian Indonesia tersebut.
Arus baru ekonomi ummat mencita-citakan timbulnya kebangkitan ekonomi ummat yang melindungi seluruh ummat yang dapat diartikan masyarakat secara umum, mensejahterakan semua, fokus kepada pembangunan manusia seutuhnya, dan berkeadilan.
Sekretaris BAZNAS Republik Indonesia
Saat ini kita sedang memasuki periode sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan 1443 H. Semangat gotong royong dan kepekaan terhadap sesama tentu semakin menghunjam dalam di sanubari anak-anak bangsa. Latihan kejiwaan dengan berpuasa, semakin menyadarkan umat Islam tentang arti dan nilai-nilai kecintaan, ketuhanan dan kemanusiaan.
Terlebih lagi pemaknaan dan pendalaman implementasi rukun Islam ketiga ini, telah dicontohkan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, dengan menunaikan Zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/4) lalu. Kegiatan ini berlanjut dengan kegiatan kampanye optimalisasi penghimpunan pengumpulan Zakat, Infaq, Sedekah (ZIS) dan Dana Sosial Kegamaan Lainnya (DSKL) oleh Wakil Presiden yang dilaksanakan di Gedung Baznas RI, Jakarta (20/4).
Gerakan tersebut mendorong partisipasi para Menteri, Pimpinan Kementerian/Lembaga dan para Pimpinan Daerah, para Gubernur, Bupati dan Walikota serta Masyarakat luas untuk meningkatkan literasi dan kesadaran dalam berzakat, infak dan sedekah (ZIS) serta dana sosial dan keagamaan lainnya (DSKL). Berzakat dengan spirit cinta dan kasih sayang terhadap sesama.
Puasa di bulan Ramadhan dan penunaian Zakat, infaq dan sedekah adalah sama-sama ibadah untuk melembutkan hati, meraih pertolongan-Nya dan sekaligus menggapai ridha-Nya. Penunaian zakat, infaq dan sedekah, lebih-lebih di bulan Ramadan yang penuh dengan keberkahan ini, adalah salah satu cara dan kunci rahasia untuk bisa dicintai dan dikasihi Allah swt yang Maha Rahman, Maha Rahim, Maha Pengasih dan Penyayang.
Mari mentradisikan diri kita untuk selalu berbagi. Kita mungkin sedang susah, tapi mungkin ada yang lebih susah. Kita mungkin sedang mengalami kesulitan, tapi pasti ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tetapi mungkin barangkali ada yang lebih sedih.
Rasul kita Muhammad saw, adalah teladan terbaik bagi kita, Beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan Beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menceritakan tentang gambaran kedahsyatan Beliau dalam berderma di bulan Ramadhan melebihi angin yang sedang berhembus (HR. Bukhari).
Dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan, kita memahami bahwa penyaluran ZIS dan DSKL adalah semata-mata untuk menciptakan keadilan ekonomi, memoderasi kesenjangan sosial dan mengoptimalkan pengentasan kemiskinan. Karena itu, Penunaian Zakat sejalan dengan program pemerintah yang memiliki kerja yang sangat besar untuk menyejahterakan rakyat, menangani musibah dan bencana.
Bahkan penunaian ZIS dan DSKL sejalan dengan agenda untuk menuntaskan program-program Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berupa Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Zakat adalah rukun Islam yang sarat dengan spirit cinta kasih dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Rasa sayang terhadap sesama, menjadi dasar dalam penunaian Zakat. Ini sekaligus menandai gerakan cinta kemanusiaan, sehingga rasa adil dan aman bersemayam di hati para mustahik dan muzaki, karena ada relasi dan sambung rasa antarsesama anak-anak bangsa.
Penunaian Zakat merupakan pengejawantahan dan ungkapan kasih sayang kepada fakir dan miskin, kaum dhuafa, masyarakat ekonomi lemah terdampak pandemi, mereka yang terlilit utang, orang tua renta di panti-panti jompo, pasien papa yang membutuhkan biaya pengobatan, mualaf yang harus disantuni dan anak yatim piatu serta berbagai komunitas yang mengalami kesulitan dan dilanda beraneka musibah dan bencana.
Potensi Zakat untuk Pemberdayaan Ummat
Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda. Selain untuk menggapai keridhoan serta mengharap pahala dari allah swt, zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Karenanya, dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial.
Wujud dari kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, Kesehatan dan lain-lain. Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan persoalan ketimpangan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat.
Zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam praktik ekonomi yang telah digunakan semenjak Rasulullah SAW, dan berdasarkan catatan sejarah zakat telah memerankan peran yang sangat penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam perekonomian. Hal ini dapat terwujud jika potensi zakat benar-benar dapat dieksplorasi secara efektif dan berdaya guna.
Berdasarkan Indikator Pemetaan Potensi zakat (IPPZ) per tahun 2020, potensi zakat di Indonesia senilai Rp327,6 triliun. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi dalam proses pengumpulan zakat, agar kontribusi zakat dapat terus ditingkatkan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Karena potensi yang besar inilah maka dalam dokumen Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo, Zakat masuk menjadi salah satu pilar penting dalam rencana strategis pembangunan ekonomi ummat Islam di Indonesia.
Secara fungsional, manfaat zakat di Indonesia memiliki kesesuaian dengan gagasan tentang arus baru ekonomi ummat yang dilontarkan oleh KH Ma'ruf Amin, yang pada hakekatnya adalah upaya untuk menawarkan arah pembangunan ekonomi ummat, yang pada intinya: (1) menegaskan sistem perekonomian nasional yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi.; (2) mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumberdaya alam secara arif dan berkelanjutan; (3) memperkuat sumberdaya manusia yang kompeten dan berdaya saing tinggi berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan; (4) menggerakkan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi pelaku usaha perekonomian nasional; (5) mewujudkan mitra sejajar Usaha Besar dengan Koperasi, usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi; (6) pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekonomian nasional, tetap dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI; dan (7) kelembagaan dalam mengawal Arus Ekonomi Baru Perekonomian Indonesia tersebut.
Arus baru ekonomi ummat mencita-citakan timbulnya kebangkitan ekonomi ummat yang melindungi seluruh ummat yang dapat diartikan masyarakat secara umum, mensejahterakan semua, fokus kepada pembangunan manusia seutuhnya, dan berkeadilan.
(ynt)