Pemerintah Diingatkan Kembali Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Beratkan Rakyat

Jum'at, 19 Juni 2020 - 19:18 WIB
loading...
Pemerintah Diingatkan...
Fraksi PAN kembali mengingatkan pemerintah terkait keputusan menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Corona yang mulai berlaku pada 1 Juli mendatang. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Fraksi PAN kembali mengingatkan pemerintah terkait keputusan menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) yang mulai berlaku pada 1 Juli mendatang atau sekitar 10 hari lagi. Kenaikan lewat Perpres 64/2020 itu sangat memberatkan dan hanya membuat rakyat yang ekonominya sulit semakin susah.

(Baca juga: 2,3 Juta Peserta BPJS Kesehatan Berpotensi Turun Kelas Imbas Kenaikan Iuran)

"Tolonglah pemerintah, lihatlah dengan mata hati kondisi rakyat saat ini. Terlebih lagi, saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian kemudian terbebani kenaikan iuran yang signifikan. Baik peserta iuran mandiri juga penerima upah," kata Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Intan Fauzi kepada wartawan, Jumat (19/6/2020).

Intan menjelaskan, saat ini pun rakyat sudah terbebani dengan berbagai iuran seperti 4 jenis iuran BPJS Ketenagakerjaan dan kini mereka harus membayar lebih mahal untuk BPJS Kesehatan. Ditambah lagi dengan iuran Tapera (tabungan perumahan rakyat) yang akan dimulai tahun depan. (Baca juga: Data Program JKN-KIS Dinilai Penting untuk Pengelolaan Kesehatan)

"Kalau saya ambil UMP saja di DKI sebesar Rp 763.429 tersedot untuk berbagai iuran tersebut. Sisanya untuk biaya hidup dikurangi lagi tagihan air, listrik dan lain-lain. Belum lagi berbagai beban perpajakan sebagai PTKP dengan adanya PPH 21, PBB dan sebaginya," urainya.

Karena itu, legislator Dapil Depok-Bekasi ini menegaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini mengkonfimasikan pemerintah tidak punya perencanaan yang baik. "Karena itu, kami Fraksi PAN meminta agar mencabut Perpres Nomor 64 tahun 2020," tegasnya.

(Baca juga: Komunitas Pasien Cuci Darah Kembali Gugat Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

Bendahara PAN ini mengatakan, sudah jelas alasannya bahwa Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan masyarakat tentang kenaikan iuran dan membatalkan Pepres 75/2019. Seharusnya keputusan hukum itu harus dijalankan pemerintah.

Apalagi masyarakat akan menggugat kedua kalinya kenaikan iuran yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 tahun 2020. Kalau sampai pemerintah kalah lagi, sama saja menampar muka pemerintah yang kedua kalinya. "Alasan defisit anggaran hanya berdasarkan perhitungan aktuaria juga tidak bisa seenaknya dibebankan kepada masyarakat," jelasnya.

"Defisit itu harus menjadi perbaikan pemerintah. Dalam amar Putusan MA, disebutkan bahwa harus dilakukan penyelesaian persoalan 'inefisiensi' dalam pengelolaan dan pelaksanaan BPJS Kesehatan dan dalih menaikkan iuran karena terjadi defisit adalah tidak berdasar hukum," tambahnya.

Karena itu dia menegaskan, tolok ukurnya adalah persoalan inefisiensi. Selain MA, KPK juga telah memberikan rekomendasi serupa terkait BPJS Kesehatan ini. Bahkan, DPR dalam beberapa kali kesimpulan Rapat Kerja (Raker), Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX dan beberapa komisi lainnya, serta Rapat Gabungan yang dipimpin langsung Ketua DPR menyampaikan rekomendasi perbaikan tata kelola ini.

"Sehingga seyogyanya Perpres 64/2020 tidak perlu menunggu gugatan masyarakan lagi. Jangan jadikan rakyat tumbal dari kebijakan yang tidak pro rakyat. Stop membuat kebijakan yang luar biasa blunder," pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1396 seconds (0.1#10.140)